Oleh: Ansel Alaman
beritabernas.com – Ungkapan itu kita dengar dari Pak Jokowi bebrapa waktu lalu. Selama kampanye Pilpres 2014 dan 2019 narasi-narasi kebencian, kebohongan, fitnah, tuduhan palsu berseliweran di medsos.
Jokowi PKI, anti Islam, kriminalisasi ulama, antek asing, dan lain-lain. Ketika diminta responnya, ia hanya menjawab pendek: orapopo (tidak apa-apa) sambil tersenyum. Jawaban yang terkesan ‘bersayap’ tapi efektif, karena tidak membuat pelakunya tambah berang. Tetapi juga tidak pasrah atau apalagi tidak berdaya. Publik yang rasional temukan sikap jujur, rendah hati, seperti tidak sia-siakan waktu untuk hal yang tidak produktif untuk rakyat.
Sikap yang sama atauhampir sama kini ditunjukkan oleh Ganjar Pranowo. Cukup kenyang dengan perlakuan diremehkan, dinilai tidak berprestasi. Ketika warga Desa Wadas protes atas Bendungan Bener, sebagian orang salahkan dia sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Ketika diminta merespon tuduhan orang dan penilaian Komisi III DPR RI, Ganjar Pranowo hanya menjjawab singkat: rapopo untuk perubahan. Hal sama ketika sebagian rekan separtai menilainya berkinerja rendah. Yang ramai merespon justru rakyat yang mencintai dan tahu kinerjanya, termasuk para infuencer.
Akhir-akhir ini media-media mainstream sibuk mewawancarai Emanuel Ebenezer (Noel) yang membubarkan GP (Ganjar Pranowo) Mania pimpinannya. Wartawan kejar minta respon Pak Ganjar, lagi-lagi hanya ada jawaban “ngga apa2” sambil tersenyum, pergi.
Yang ramai berdebat justru dengan kelompok pendukung Ganjar yang lain yang konon kini sudah hampir 80 kelompok seluruh Indonesia. Mereka seperti Mas Djopray, Eko Kuntadi, Denny Siregar, Guntur Romli dan lain-lain justru bersyukur Noel hengkang dari kelompok pendukung GP. Lho, kenapa? Macam-macam alasan.
Ada yang beralasan Noel sepertinya hanya mau cari keuntungan jangka pendek dan lain-lain. Lho, dia kan punya kedudukan di anak BUMN sebagai Komisaris. Noel selaku Komisaris Utama PT Mega Elektra, anak usaha Pupuk Indonesia. Konon ia dipecat diduga karena jadi saksi meringankan atas terdakwa terorisme, Munarman (Merdeka.com).
Tapi, seperti orang-orang sebelumnya, ia menuduh Ganjar tidak berprestasi (padahal dia baru 2021 deklarasikan GPmania) sudah sok tahu, tidak punya data-data tentang Jateng. Noel menilai Mas Ganjar tidak punya nyali dan visi kebangsaan, penilaian sangat kerdil.
Bagaimana Ganjar mau ungkapkan sekarang, ia belum dideklarasikan seperti Anis. Ia tetap setia menunggu putusan Ketua Umum partai (PDIP) dan kerja sebagai gubernur. Kalau komitmen kebangsaan tentang perilaku toleransi, menekan kelompok khilafah dan lain-lain justru Jawa Tengah jadi contoh.
Tentang pola kepemimpinan, pada 9 Mei 2019, Jateng mendapat penghargaan dari Bappenas sebagai provinsi dengan perencanaan terbaik seluruh Indonesia (buku Kompas 2019). Kemudian, pada 7 Oktober 2019 mendapat penghargaan Mendagri sebagi provinsi paling inovatif.
Lalu pada 24 November 2021 mendapat penghargaan dari Presiden RI sebagai provinsi terbaik dalam layanan investasi nasional, dan masihh banyak lagi. Jelas apa yang dituduhkan Noel bertolak belakang dengn fakta di Jawa Tengah.
Bukti penting bagi rakyat, hingga hari ini berbagai lembaga survey terpercaya di Indonesia seperti terakhir survey SMRC menempatkan Ganjar Pranowo tetap tertinggi, terpaut cukup jauh di atas Anis Baswedan dan Prabowo.
Elektabilitas Ganjar tertinggi itu konsisten sudah lebih dari setahun. Padahal belum diusung PDI Perjuangan dan belum deklarasi. Tingkat keterkenalan seluruh Indonesia belum setinggi Anis apalagi Prabowo, karena ia fokus kerja sebagai.
Jika sudah dideklarasikan dan ia pergi ke seluruh Tanah Air, sangat yakin elektabilitas akan jauh lebih tinggi lagi. Ada pihak yang meremehkan survey, pdahal via survey suara rakyat itu dihimpun dengan metode keilmuan yang valid.
Pemilih era revolusi industri sudah mandiri, karena kinerja seseorang diketahui via facebook, WAG, istagram, twitter, youtube lebih-lebih TikTok, dan itu semua jadi opinion leaders era digital. Orang jujur, rendah hati, kerja untuk rakyat dan komit demi bangsa, sering tidak terucap, tetapi terekam dalam ‘kerja nyata’. (Ansel Alaman, pengamat politik)
There is no ads to display, Please add some