beritabernas.com – Buku berjudul 100 Tahun Sapto Hudoyo diluncurkan di Museum Sapto Hudoyo Jalan Laksda Adisucipto Yogayakarta, Selasa 20 Mei 2025. Peluncuran buku bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ini berlangsung dalam suasana hangat dan penuh semangat budaya.
Acara peluncuran buku 100 Tahun Sapto Hudoyo ini menjadi momen istimewa yang tidak hanya merayakan warisan seorang maestro seni, tetapi juga menggugah pentingnya pelestarian nilai-nilai kebudayaan di tengah masyarakat.
Dalam momen istimewa ini, para seniman dan budayawan dari berbagai penjuru Yogyakarta memadati lokasi acara yang terletak di Jalan Laksda Adisucipto tersebut. Acara dimeriahkan dengan penampilan musik dari seniman Memet Chairul Slamet dan pembacaan puisi yang penuh penghayatan oleh Evi Idawati.
Sekar Langit Sapto Hudoyo yang mewakili keluarga besar almarhum Sapto Hudoyo mengungkapkan rasa bahagia dan harunya. Menurut Sekar Langit, buku ini bukan sekadar penghormatan atas perjalanan hidup sang ayah, melainkan juga dokumentasi penting bagi sejarah seni rupa Indonesia.

“Kami sangat berbahagia atas peluncuran buku ini. Apalagi buku ini ditulis oleh para jurnalis senior dan budayawan yang memahami betul karakter dan perjuangan Bapak dalam dunia seni. Buku ini akan menjadi dokumen sejarah penting,” ujarnya dengan mata berbinar.
Buku 100 Tahun Sapto Hudoyo disusun oleh tim penulis dari kalangan jurnalis dan budayawan, dengan menggali berbagai kisah hidup, pemikiran dan jejak karya sang maestro yang dikenal produktif dalam dunia lukis dan gerabah.
Sigit Sugito, Ketua Komunitas Koseta, menambahkan bahwa sosok Sapto Hudoyo tak hanya besar dalam karya, tetapi juga dalam kepeduliannya terhadap masyarakat. Ia menyebut Sapto adalah seniman yang sangat membumi, selalu dekat dengan kehidupan rakyat kecil.
“Beliau bukan tipe seniman yang berjarak. Banyak sekali karyanya yang memotret kehidupan wong cilik, dari pasar, petani, hingga pengrajin. Dan yang lebih penting, beliau sering membantu warga dengan apa yang beliau miliki. Sosok seperti ini layak dikenang dan kisahnya patut dijadikan pelajaran bagi generasi muda,” tegas Sigit.
BACA JUGA:
- Dies Natalis ke-49, UNS Gelar Malam Anugerah Insan Berprestasi 2025
- Tim Yayasan Badan Wakaf UII Juara Festival Seni Pertunjukan 2025 UII
- Gala Premiere Jogja Film Pitch & Fun Luncurkan 4 Film Pendek Hasil Fasilitasi Danais DIY
Suasana acara semakin reflektif saat Haryadi Baskoro, seorang pengamat budaya, turut memberikan pandangan. Ia menilai bahwa ketulusan Sapto Hudoyo adalah inti dari seluruh karya dan perjuangannya di bidang seni.
“Ketulusan beliau sangat terasa, baik dalam lukisan maupun dalam karya gerabah. Maka peluncuran buku ini jangan hanya berhenti sebagai seremoni. Ini harus jadi awal dari gerakan budaya. Perlu ditindaklanjuti dengan program kebudayaan lanjutan agar semangat beliau tetap hidup,” ungkap Haryadi dengan penuh harap.
Peluncuran buku ini menjadi bukti bahwa karya dan nilai-nilai yang ditinggalkan Sapto Hudoyo masih terus hidup, menyala di hati para pecinta seni dan budaya. Di akhir acara, para hadirin terlihat antusias berbincang hangat, membahas buku dan merencanakan kolaborasi kebudayaan selanjutnya, sebuah sinyal bahwa semangat Sapto Hudoyo belum akan padam. (*/Clementine Roesiani)
There is no ads to display, Please add some