Pemberdayaan Digital Masih Cukup Rendah di Wilayah dengan Infrastruktur Digital yang Baik

beritabernas.com – Pemberdayaan digital masih cukup rendah bahkan hal ini terjadi di wilayah dengan infrastruktur dan literasi digital yang baik.

Di Yogyakarta, misalnya, infrastruktur dan tingkat literasi digital sudah mencapai di atas 50 persen, namun pemberdayaan dan pekerjaan digital masih di bawah 50 persen. Demikian pula di Surabaya, infrastruktur dan literasi digital sudah sangat tinggi mendekati 100 persen, namun pemberdayaan dan pekerjaan digital masih sangat rendah yakni di bawah 50 persen. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bahkan secara nasional, infrastruktur dan tingkat literasi digital sekitar 60-70 persen, namun pemberdayaan dan pekerjaan digital masih 30-40 persen.

Adinova Fauri MSc (tengah) bersama narasumber lainnya dalam talkshow Diskusi Publik bertajuk Membangun Kemampuan Digital UMK yang Berdaya Saing dan Inklusif di Yogyakarta di Ruang Seminar Lantai 2 Kampus Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UAJY Babarsari Yogyakarta, Rabu 31 Januari 2024. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

“Ketimpangan terlihat dari perbedaan nilai perputaran ekonomi antara wilayah Jabodetabek dengan
wilayah lain. Mayoritas konsumen masih membeli produk yang dijual di wilayah Jabodetabek ketimbang dai daerah tempat tinggal dengan infrastruktur digital yang sudah tinggi,” kata Adinova Fauri MSc, Peneliti Dapartemen Centre for Strategis and International Studies/CSIS, dalam talkshow Diskusi Publik bertajuk Membangun Kemampuan Digital UMK yang Berdaya Saing dan Inklusif di Yogyakarta di Ruang Seminar Lantai 2 Kampus Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UAJY Babarsari Yogyakarta, Rabu 31 Januari 2024.

Menurut Adinova Fauri, 50 persen warga KOta Yogyakarta membeli produk di luar Kota Yogyakarta atau di Jabodetabek sementara hanya 13 persen yang membeli produk di Kota Yogyakarta sendiri. Selain itu, sebanyak 26 persen warga DIY membeli produk di luar Provinsi DIY dan hanya 1 persen warga DIY yang membeli produk di Provinsi DIY sendiri.

Hal yang sama juga terjadi di Bandung dan Surabaya, dimana sebagian besar warga di kota tersebut justru membeli produk di luar kota (Jabodetabek) ketika di dalam kota itu sendiri. Padahal infrastruktur dan literari digital di kota tersebut, termasuk Yogyakarta, sudah tinggi.

BACA JUGA:

Masalah tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan CSIS di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bandung dan Kota Surabaya dengan mixed method (online dan Face-to-Face interview). Survei dilakukan terhadap UMK digital (online survey) & UMK non-digital (face-to-face interview). Selain itu, terhadapa mahasiswa (university partners) yang sedang atau akan berwirausaha (face-to-face interview).

Menurut Adinova Fauri, survei bertujuan untuk memetakan sektor/produk unggulan & potensial di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Badung dan Kota Surabaya. Selain itu, untuk memotret kondisi keterampilan digital beserta peluang dan tantangannya; mengukur potensi kewirausahaan digital (digitalentrepreneurship) serta memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan peningkatan daya saing dan kemampuan digital yang inklusif bagi pemerintah aerah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Badung, dan Kota Surabaya.

Sedangkan latar belakang diadakannya survei ini, menurut Adinova Fauri, adalah karena penetrasi internet mempercepat digitalisasi masyarakat Indonesia. Namun, keterampilan digital masih masih belum merata
antar wilayah dan karakteristik masyarakat lain (gender, usia pendidikan, pendapatan).

Selain itu, UMK merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Namun, masih sedikit UMK yang memanfaatkan teknologi digital. Bahkan, pilar pemberdayaan mencatatkan nilai terendah dalam Indeks
Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) tahun 2023.

Suasana talkshow Diskusi Publik bertajuk Membangun Kemampuan Digital UMK yang Berdaya Saing dan Inklusif di Yogyakarta di Ruang Seminar Lantai 2 Kampus Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UAJY Babarsari Yogyakarta, Rabu 31 Januari 2024. Foto: Philipus Jehamun/ beritabernas.com

Sementara itu, DIY, Jatim dan Bali merupakan provinsi dengan infrastruktur dan literasi digital yang sudah cukup baik. Namun, potensi digitalisasi di kedua daerah tersebut belum maksimal akibat masih rendahnya pemanfaatan platform digital yang produktif.

Dari hasil survei tersebut, CSIS menyimpulkan bahwa sejalan dengan temuan IMDI, akses terhadap infrastruktur digital bagi UMK sudah cukup baik di wilayah Yogyakarta, Surabaya dan Badung. Selain itu, tidak seluruh UMK memulai usahanya karena keinginan (motivasi) pribadi. Pemetaan karakteristik diperlukan untuk program intervensi kebijakan yang tepat.

“Perlu ada upaya peningkatan program pelatihan/kelas wirausaha dari pemerintah maupun kolaborasi dengan lembaga pendidikan dan swasta untuk meningkatkan daya saing UMK, dari mulai pembukuan keuangan, pembelajaran/kurikulum digital, dan akses terhadap kapital jejaring (komunitas),” kata Adinova Fauri dan talkshow hasil kerja samaFBE UAJY, CSIS dan Tokopedia ini. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *