Pemuda dan Politik Komoditas

Oleh: Abdul Jolai

beritabernas.com – Ada sirup rasa jeruk dan durian, ada keripik rasa keju dan ikan. Ada republik rasa Kerajaan (Gus Mus).

Kutipan puisi Gus Mus di atas seolah menyindir kondisi demokrasi di Indonesia saat ini. Pemuda menyandang status sebagai agen perubahan memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam upaya memulihkan kembali demokrasi yang harmonis dan berintergritas. Seyogyanya pemuda sebagai regenerasi dengan harapan mampu mewujudkan cita-cita bangsa.

Dewasa ini banyak sekali suguhan yang elok dipandang tapi sulit dicicipi. Membangun sebuah oposisi untuk menjadikannya afiksasi itu sangat tidak mungkin. Terlebih Anda yang begitu apatis dalam menyikapi perihal kehidupan masa kini.

Banyak fenomena yang terjadi yang menitikberatkan pada generasi Z, terlebih pada situasi menjelang pesta demokrasi 2024. Generasi Z merupakan kelompok demografis yang menjadi parameter sebagai agent of change. Melihat peluang ini, para politisi berlomba-lomba untuk mencuri perhatian anak muda, atau bahkan bertingkah laku seperti halnya anak muda atau yang kita kenal sebagai gimik. Ini hanya jalan yang menunjukan kepedulian terhadap anak muda.

Dalam kepedulian ini, menimbulkan pertanyaan yang seakan-akan perubahan amat segnifikan lantaran sikap para politisi hari ini. Perubahan tersebut ditujukan secara “Nurani” ataukah hanya “pemanis” sesaat? Saya dan kita semua bisa menilai dengan bijak. Kita melihat bahwa bagaimana pemerintah ingin melibatkan anak muda dalam ajang politik, bahkan perwakilan anak muda yang menjadi refresantasi kaum muda versi pemerintah. “Versi Pemerintah”?

BACA JUGA:

Mari kita melihat data dan realita yang terjadi hari ini, bukankah faktanya begitu? Lalu kemudian banyak hal yang menjadi terobosan-terobosan baru dan terobosan ini saya rasa bukan terobosan yang secara equality yang dalam artian untuk semua kalangan anak muda. Bagaimana kalau kita melihat anak muda di luar sana, apakah hak dan kebebasan mereka juga menjadi tolak ukur dalam merekomendasi anak muda sebagai seorang pemimpin.

Kaum muda, saya mau mengajak kita semua untuk melihat bagaimana proses pencalonan capres maupun cawapres. Saya tidak mendiskreditkan para pemangku jabatan atau mengatakan bahwa di dalamnya terindikasi contra legam tetapi hasil dari pada proses itu terjadi legal defects yang bahkan tidak bisa dianulir sekalipun. Bahkan dalam jalannya sudah jelas sekali ada yang melanggar etika, tetapi kita hanya sebagai penonton setia dan terima apa adanya hingga proses pun berlangsung.

Kalau kita pernah mendengar tanggapan Presiden Jokowi dalam merespons baliho Jokowi sebagai alumnus UGM paling memalukan terpampang di Bundaran Kampus UGM. Pasti kita akan terbawa pada satu perkataan yang dilontarkan “Tetapi perlu saya juga mengingatkan kita ini ada etika sopan santun ketimuran,” kata Jokowi kepada wartawan di Kali Sentiong, Jakarta Utara, dilansir detikNews, Senin (10/12/2023).

Dalam menanggapi kritikan dari salah seorang BEM UGM, Presiden Jokowi dengan gamblang mengatakan bahwa sudah semestinya ada etika ketimuran. Saya tidak membenarkan apa yang sudah benar, tetapi paling tidak kita bisa melihat isi apa yang disampaikan sudah sangat jelas, bahwa etika itu sangat dihormati.

Lalu bagaimana dengan penyalahgunaan etika yang sebelumnya, apakah itu termasuk makna etika ketimuran? Ini menjadi dilema bangsa kita. Dogmatis yang terjadi sangat erat kaitannya dengan kepentingan jangka pendek atau dalam hal ini bisa saya sebut pengambil kebijakan sebagai resep dokter.

Pemandangan ini kemudian meraup banyak kontradiksi dari berbagai kalangan. Ihwalnya menjadi pembicara yang sangat serius dalam berbagai aspek kehidupan, selalu dan selalu menjadi suatu pertanyaan yang misteri “kenapa” “kok bisa”.

Dari pembahasan di atas, saya ingin lebih lanjut memberikan pandangan kepada kita kaum muda. Menjelang kontestasi pemilu 2024 menjadi sangat penting bagi kita kaum muda untuk ikut ambil bagian dalam menyukseskan pesta demokrasi tersebut. Lalu bagaimana langkah yang mesti kita lakukan adalah menjadi bagian penting untuk menentukan jalannya Indonesia Emas 2045 yang mendatang.

Oleh karenanya sebagai kaum muda mari kita memberikan kontribusi yang terbaik, kaum akademisi dengan berbagai kajian dalam menilai seluk beluk para calon pemimpin bangsa kita. Dalam hal ini saya ingin menyampaikan bahwa manusia bukanlah malaikat yang artinya setiap manusia pasti dan pernah berbuat kesalahan, dari kesalahan itulah kita bisa melihat bagaimana cara para calon pemimpin menyelesaikannya.

Setidaknya memilih pemimpin hendaknya didasarkan pada latar belakang dan gagagsan yang disampaikan. Poin-poin ini menjadi tujuan utama yang sangat konkrit. Pertama, latar belakang yang saya maksud adalah sepak terjang yang pernah ia lakukan, kedua ide atau gagasan apa yang akan ia lakukan nantinya. Kemudian ini menjadi cerminan bangsa kita ke depannya.

Terakhir saya ingin sampaikan bahwa pemuda seharusnya berdikari. Jangan sampai kata komoditas menjadi ajang simpatik yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan golongan. Kita harus menjadi contoh yang baik untuk masa depan yang lebih baik. Bukan hanya sebagai plang yang memberikan arah tanpa berbuat apa-apa, tetapi kita harus turut mendistribusikan edukasi-edukasi kepada khalayak secara inklusif.

Sangat disayangkan ketika kaum muda hanya hadir sebagai bagian dari tren yang tanpa berbuat apa-apa dan hanya mengikuti alur. Mari kita kaum muda saling mengingatkan dan saling berdiskusi tanpa pandang bulu. Karena sejatinya pemuda adalah mereka yang menginginkan kemajuan dengan digotongi oleh keterlibatan secara aktif dalam ambil bagian menyongsong Indonesia Emas 2045.

Dengan penuh kesadaran dalam politik, kaum muda diharapkan mampu memiliki tanggung jawab dalam menentukan sosok pemimpin 5 tahun mendatang. Sebagai upaya kaum muda yang terlibat aktif dalam mobilisasi demokrasi, adalah perwujudan citra bangsa kita. Kemudian emansipasi kaum muda sangat menjadi penentu dalam kontestasi pemilu mendatang.

Saya berharap dengan adanya gerakan positif dari kaum muda dapat merawat, menjaga serta memajukan kualitas demokrasi Indonesia yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. (Abdul Jolai, Anggota Biasa PMKRI Cabang Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pemerintahan TPMD-APMD)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *