beritabernas.com – Sebagai lembaga yang menangani masalah keluarga, Pengadilan Agama memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan keluarga Sebab, ketahanan keluarga berperan penting dalam mencegah perceraian.
Peran Pengadilan Agama itu bisa dilakukan melalui mediasi, penyuluhan dan penegakan hukum yang adil dan bijaksana.
“Di era global, keluarga menghadapi tantangan baru seperti perubahan nilai budaya, tekanan ekonomi dan pengaruh teknologi yang cepat. Memahami ketahanan keluarga bukan hanya soal mempertahankan hubungan, tetapi juga mengelola konflik, menjaga komunikasi efektif dan membangun solidaritas,” kata Khoiriyah Roihan S.Ag MH dalam Kuliah Pakar Program Studi Ilmu Agama Islam, Program Magister dan Prodi Hukum Islam Program Doktor, Jurusan Studi Islam, FIAI UII, di Kampus FIAI UII, Selasa 20 Mei 2025.
Dalam kuliah pakar dengan tema Tantangan Ketahanan Keluarga Sebagai Miniatur Ketahanan Bangsa di Era Global itu, Khoiriyah Roihan S.Ag MH mengatakan, Pengadilan Agama memegang peranan krusial dalam menjaga ketahanan keluarga melalui fungsi mediasi, penegakan hukum yang adil dan edukasi masyarakat.

Di tengah derasnya arus globalisasi yang membawa perubahan sosial danekonomi signifikan, Pengadilan Agama harus terus beradaptasi dan memperkuat kapasitasnya. Dengan strategi yang tepat, inovasi berkelanjutan dan kolaborasi yang kuat, Pengadilan Agama dapat menjadi agen perubahan yang efektif.Peran Pengadilan Agama sangat vital dalam memperkuat fondasi keluarga sebagai unit terkecil masyarakat demi terciptanya tatanan sosial yang harmonis, stabil dan berkelanjutan.
Menurut Khoiriyah Roihan, tantangan yang dihadapi Pengadilan Agama dalam menjaga Ketahanan Keluarga di era global adanya keterbatasan sumber daya seperti personel, fasilitas dan anggaran yang belum memadai mempengaruhi kualitas pelayanan.
Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat. Hal ini terbukti masih banyak yang belum memahami fungsi mediasi dan peran holistik pengadilan agama. Kemudian, kompleksitas kasus. Kasus keluarga semakin rumit dengan berbagai aspek hukum dan sosial yang harus ditangani secara komprehensif.
Tantangan lainnya adalah perubahan sosial cepat. Dalam hal ini, Pengadilan Agama menghadapi kesulitan untuk menyesuaikan aturan dan pendekatan dengan dinamika sosial budaya yang terus berubah. Selain itu, adanya tekanan eksternal seperti faktor ekonomi dan politik yang dapat mempengaruh independensi pengadilan dan efektifitas pengadilan.
Isu penting
Sementara Dr Mukhsin Achmad M.Ag, Ketua Panitia Pelaksana Kuliah Pakar, mengatakan, ketahanan keluarga menjadi isu penting saat ini seiring dengan tingginya angka perceraian di Indonesia. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka perceraian mencapai 516.344 kasus pada tahun 2022 atau meningkat sekitar 15,31 persen dibanding 2021 sebanyak 447.743 kasus.
BACA JUGA:
- Selama 2015-2023 Tren Perceraian Secara Nasional Meningkat Signifikan
- FIAI UII Bekerja Sama dengan DPN Peradi Mengadakan Pendidikan Khusus Advokat
Selain itu, mayoritas kasus perceraian merupakan cerai gugat, yaitu perkara yan gugatan cerainya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh pengadilan. Sedangkan kasus perceraian yang terjadi pada tahun 2024 menurut BPS mencapai 394.608 kasus. Angka itu menurun 14,89% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 463.654 kasus.
Sementara bila dilihat dari wilayahnya, Jawa Barat masih menjadi provinsi dengan jumlah perceraian tertinggi, yakni 88.842 kasus, kemudian Jawa Timur di posisi kedua dengan 77.658 kasus, sedangkan Jawa
Tengah berada di peringkat ketiga dengan 64.569 kasus.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA (Ditjen Badilag MA) ada 4 faktor terbesar penyebab perceraian di tahun 2021. Seperti, perselisihan dan pertengkaran 36% (176.683 perkara); faktor ekonomi, misal tidak memberi nafkah atau tidak punya pekerjaan, tidak punya penghasilan itu 14% (71.194 perkara); meninggalkan kediaman tempat bersama 7% (34.671 perkara); dan kekerasan dalam rumah tangga 0,6% (3.271); lain-lain sisanya (198.951 perkara).
Berdasarkan data tersebut, menurut Dr Mukhsin Achmad, masalah perceraian di Indonesia telah menggerogoti ketahanan keluarga yang menjadi pilar utama ketahanan bangsa. Ketahanan keluarga dipahami sebagai bentuk ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi
kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998).
Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin.

Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan (Sunarti, 2001). Dampak dari lemahnya ketahanan keluarga bisa dicermati semakin tingginya kenakalan remaja, kriminalitas, pengguna Narkoba dan menurunya kualitas generasi muda saat ini.
Sedangkan BPS memaknai bahwa ketahanan keluarga juga bagian dari ketahanan sosial, karena keluarga menjadi unit terkecil dalam komunitas Masyarakat. Oleh karena itu dinamika sosial yang terjadi menjadi bagian yang tidak terpisahkan antara interaksi konteks local dan global yang saling mempengaruhi. Dampak yang terjadi di tingkat global akan mempengaruhi di tingkat lokal, misalnya masalah perekonomian global yang berimbas pada besaran upah buruh di sebuah perusahaan dan lain sebagainya.
Daya tahan sendiri bisa dimaknai dalam arti yang sangat luas dan multyi disiplin baik dari aspek hukum islam, Pendidikan dan Ekonomi. Daya tahan baik dari sisi spiritual, dari aspek psikologis, ekonomi dan sosial tentunya. Oleh karena itu bagaimana membangun ketahanan keluarga menjadi sangat penting
untuk diwujudkan dalam masyarakat agar keluarga di masyarakat Indonesia sebagai miniatur bangsa memiliki daya tahan dan daya lenting (resilience) dalam menghadapi segala bentuk turbulensi persoalan persoalan dan tidak mudah terkoyak ke dalam kehancuran yang berujung pada konflik dan perceraian. (lip)
There is no ads to display, Please add some