beritabernas.com – Penulis novel yang juga akademisi Okky Madasari menantang perempuan Katolik Indonesia, terutama yang tergabung dalam WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia), untuk menulis sebanyaknya tentang sejarah dan kiprah pendiri WKRI RA Maria Soelastri.
Sebab, menurut Okky Madasari, hingga usia satu abad atau 100 tahun WKRI pada 2024 ini, tulisan tentang sejarah maupun kiprah pendiri WKRI RA Maria Soelastri sangat minim bahkan hampir tidak ada. Padahal peran dan jasa RA Maria Soelastri yang merupakan adik kandung dari RA Soetartinah atau Nyi Hadjar Dewantara (istri Ki Hadjar Dewantara) itu juga sangat besar dalam pergerakan perempuan Indonesia sebelum hingga pasca kemerdekaan.
Bahkan menurut Okky Madasari, peran dan kiprah pendiri WKRI RA Maria Soelastri tak kalah atau sejajar dengan kiprah pendiri Aisyah Nyai Ahmad Dahlan, RA Soetartinah atau Nyi Hadjar Dewantara dan bahkan RA Kartini, namun tulisan-tulisan tentang sejerah pergerakan dan kiprah RA Maria Soelastri sangat minim.
“Coba ibu-ibu cari di google tulisan tentang sejarah dan kiprah Ibu RA Maria Soelastri, pendiri WKRI, hanya dua atau tiga tulisan. Sangat minim. Padahal WKRI sudah berusia satu abad dengan anggota yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, mengapa tulisan tentang Ibu RA Maria Soelastri, pendiri WKRI, sangat minim. Padahal peran dan kiprah beliau sangat besar dalam pergerakan perempuan Indonesia seperti pendiri Aisiyah dan sebagainya,” kata Okky Madasari dalam seminar memperingati satu abad atau HUT ke-100 WKRI di Ruang Kunjono Lantai 4 Kampus II Mrican Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Sabtu 13 Januari 2024.
Selain Okky Madasari, tampil sebagai pembicara dalam seminar memperingati Satu Abad WKRI itu adalah Romo Dr D Bismoko Mahamboro Pr dan diikuti 250 Anggota WKRI se-DIY.
Karena itu, Okky Madasari menantang atau mendorong ibu-ibu anggota WKRI untuk menulis tentang kiprah WKRI maupun pendiri WKRI Ibu RA Maria Soelastri. “Jangan hanya bisa nulis status,” canda Romo Bismoko menimpali Okky Madasari.
Menurut Okky Madasari, pada awal mendirikan WKRI, RA Maria Soelastri memiliki perhatian besar pada buruh perempuan di pabrik cerutu Negresco dan pabrik gula di Yogyakarta. Ia juga melakukan perlindungan terhadap buruh dengan membuat peraturan di pabrik dan peningkatan kesejahteraan buruh.
Sedangkan pasca kemerdekaan, menurut Okky Madasari, Ibu RA Maria Soelastri memperjuangkan UU Perkawinan. Sementara Nyi Hadjar Dewantara bersama Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan Indonesische Pers Partiy untuk memberikan cara pandang baru bagi orang Belanda terhadap negara jajahannya.
Sedangkan Nyai Ahmad Dahlan (1872-1946) yang mendirikan Aisiyah tahun 1917 memperhatikan buruh perempuan di usaha batik Kauman dan memberikan pendidikan serta meningkatkan ekonomi.
Sejarah Gerakan Perempuan
Menurut Okky Madasari, gerakan perempuan sebelum kemerdekaan sebagai bentuk perlawanan pada adat dan tradisi yang tidak adil pada perempuan, perlawanan pada penjajahan, penindasan dan pada pembodohan, keterbelakangan, kemiskinan. Semangat gerakan tersebut terus berlanjut sampai sekarang.
BACA JUGA:
- Bupati Sleman: WKRI Memiliki Peran Strategis untuk Membangun Solidaritas
- Dukung Program Penanaman 1.000 Pohon di Wonogiri, WKRI Sleman Sumbang Pohon Langka
Sedangkan pola gerakan perempuan dimulai dari seseorang yang memiliki kesadaran dengan menggunakan pendidikan sebagai jalan perjuangan, kemudian mengorganisir, membangun jejaring dan organisasi serta memperjuangkan perubahan sistem.
“Mereka kritis melihat realita dan berani mempertanyakan, lalu mereka menyebarkan kesadaran itu melalui pendidikan. Mereka juga membentuk organisasi untuk membuat jejaring, bekerjasama, membangun solidaritas dan tujuan bersama. Dari sana mereka melakukan perubahan peraturan, undang-undang dan sebagainya,” kata Okky Madasari.
Sementara Romo Dr D Bismoko Mahamboro Pr mengatakan, organisasi perempuan Katolik di Indonesia, termasuk WKRI, muncul karena kepekaan sosial. Dengan kepekaan sosial itu mereka bergerak ke luar dari penghayatan iman dan berpolitik (berkomitmen untuk kesejahteraan bersama).
Dengan demikian, menurut Romo Bismoko, selama ada kepekaan sosial maka organisasi perempuan Katolik di Indonesia tetap eksis, seperti halnya WKRI yang eksis hingga usia 100 tahun atau satu abad.
Ketua WKRI Cabang Sleman Dra Restituta Sri Widiastuti SE Ak CA mengatakan, seminar yang diikuti 250 anggota WKRI se-DIY ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan memperingati usia satu abad atau 100 tahun WKRI. Rangkaian kegiatan akan dilanjutkan setelah Pemilu 2024 atau mulai Maret 2024 yakni kunjungan kepada para senior WKRI, pemberian bibit dan tanaman untuk ketahanan pangan sesuai anjuran Bupati Sleman yakni apa yang kita makan itu yang ditanam, apa yang ditaman itu yang dimakan.
Selain itu, akan memberikan beberapa bibit tanaman untuk ketahanan pangan se-DIY, memberikan pohon perindang untuk Gereja Marganingsih Kalasan, memberikan bingkisan cinta kasih kepada para guru yang tergabung di TK Indriyasana dan pemberian cintah kasih kepada siswa TK Indriyasana yang kurang beruntung. Puncak acara akan diadakan misa syukur pada bulan Juni 2024. (lip)
There is no ads to display, Please add some