Peringati 27 Tahun Gerakan Reformasi 1998, PSAD UII Sampaikan 7 Tuntutan

beritabernas.com – Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) UII memperingati 27 tahun Gerakan Reformasi 1998 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional dan Milad ke-1 PSAD di Kampus Terpadu UII, Selasa 20 Mei 2025.

Peringatan 27 tahun Gerakan Reformasi 1998 dan Milad ke-1 PSAD ini diisi dengan berbagai kegiatan, seperti Festival Demokrasi, peluncuran buku dan penyampaian pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua PSAD UII Prof Masduki.

Festival demokrasi bertajuk Refocusing Khittah Reformasi menghadirkan sejumlah narasumber beken seperti pakar Connie Rahakundi, seorang profesor bidang Hubungan Internasional Universitas Petersburg, Rusia, Anies Baswedan (mantan Capres 2024) dan Hamid Basyaid, salah satu pendiri PSAD UII dan Penasihat PSAD UII yang juga mantan Menkopolhukam Mahfud MD.

Dalam peringatakan Peringatan 27 Tahun Reformasi 1998 & Milad ke-1 PSAD UII, Selasa 20 Mei 2025 dengan tema Menolak Lupa Amanat Reformasi 1998 itu, Ketua PSAD UII Prof Masduki membacakan pernyataan sikap dengan 7 tuntutan.

Penasihat PSAD Mahfud MD menyampaikan sambutan secara daring dalam acara Srawung Demokrasi#6 yang diadakan PSAD UII, Selasa 20 Mei 2025. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Ketujuh tuntutan itu adalah adili Jokowi dan kroni-kroninya yang menjadi perusak tatanan demokrasi, menolak gelar pahlawan untuk Soeharto, tolak penulisan ulang buku sejarah Indonesia versi penguasa Prabowo, tolak dwifungsi/multifungsi TNI dan Polri, tolak revisi UU Politik, terutama gagasan kembalinya model pemilihan kepala daerah lewat DPRD yang menghapus budaya politik warga: meaningful deliberative democracy, tegakkan kewibawaan dan independensi lembaga dan aparat penagak hukum dari campur tangan lembaga lainnya serta tindak tegas premanisme termasuk yang berkedok Ormas meresahkan masyarakat.

Secara khusus, Masduki meminta agama dan agamawan menjadi sumber moral yang kukuh menghadapi rezim ‘pragmatisme’, oligarki politik yang hegemonik di Indonesia. Ormas keagamaan tampak lesu darah, terkooptasi rezim transaksi tambang. “Harapan tetap ada pada individu agamawan yang waras, pelita di tengah Indonesia gelap,” kata Masduki.

Rezim stable uthoritarianism

Menurut Prof Masduki, tuntutan ini disampaikan sebagai salah satu upaya merawat dan menguatkan amanat reformasi 1998. Sebab, merujuk Marcus Meitzner, saat ini kita ada di rezim stable uthoritarianism, atau bisa disebut electoral populism. Kita dipimpin oleh imajinasi tentang strongman tetapi tanpa social sense. Ada upaya sistematik untuk menghambat kebebasan ruang sipil (civic space), membiarkan media jurnalisme sebagai pilar keempat demokrasi ambruk, sekarat.

BACA JUGA:

Situasi ini diperburuk dengan melemahnya citra lembaga negara independen yang lahir dari rahim reformasi yakniMK, KPK, KY, KPU, dan lain-lain ditumpangi oleh bayang-bayang menguatnya kembali militerisme dan paramiliter. Negara ini mengarah pada techno-militerism.

“Kita menyaksikan ada upaya melawan lupa amanat reformasi yang tersimpul pada lima tuntutan yakni amandemen UUD 1945, menghapus dwi fungsi ABRI, supremasi lembaga hukum bukan kekuasaan, penyelesaian kasus HAM, pemberantasan korupsi, kolusi nepotisme: politik dinasti contoh perlawanan amanat itu,” kata Masduki yang juga Guru Besar Ilmu Komunikasi UII dan mantan wartawan ini.

Menurut Masduki, hampir tiga dekade peristiwa gerakan perubahan politik terbesar, Gerakan Reformasi 1998, menumbangkan rezim politik terpanjang Orde Baru seperti militerisme, feodalisme, otoriterisme, pembangunanisme, klientelisme dan lain-lain juga juga disebut peristiwa reformasi 1998 intinya meminta Soeharto turun.

Rektor UII Prof Fathul Wahid. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Orde Baru dengan segala atribut di atas, menurut Masduki, tidak benar benar hilang. Ibarat hantu, ia masih membayangi seluruh kehidupan. Soeharto memang turun, tapi budaya politiknya masih ada. Bisa jadi reformasi kini hanya mitos, yang dirayakan untuk mengakui adanya perubahan simbolik politik, bukan perubahan substantif, apalagi kesejahteraan sebagai tujuan akhirnya.

“Kami sampaikan hormat setinggi tingginya untuk pejuang reformasi 1998 yang telah gugur yakni korban Tri Sakti, pemerkosaan, aksi 21 Mei di Gedung DPR, tragedi Semanggi Gejayan kelabu Mozes Gatot Kaca, dan lain-lain. Buah reformasi politik kini telah kita nikmati lewat perubahan sistem politik yang lebih terbuka ekaligus kita saksikan juga aksi politik untuk mengkhianati secara bersamaan,” kata Masduki. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *