Pisowanan Piring, Cara Pedagang dan Penyelenggara TJE Protes Terhadap BPKSF DIY

beritabernas.com – Banyak cara dilakukan orang untuk mengungkapkan keprihatinan atau protes terhadap suatu kebijakan yang dinilai tidak adil dan merugikan. Bagi pedagang dan penyelenggara Tugu Jogja Expo (TJE), mereka memilih cara pisowanan piring dengan damai.

Pada Jumat 16 Desember 2022, para pedagang yang berjualan di event Tugu Jogja Expo (TJE) di Jalan Margo Utomo (dulu Jalan P Mangkubumi) datang ke Pendopo Dinas Kebudayaan DIY di Jalan Cendana 11 Yogyakarta.

Para pedagang yang berjumlah sekitar 100 orang itu duduk lesehan melingkar di pinggir pendopo, beberapa di antaranya adalah ibu-ibu yang membawa anak kecil. Di bagian tengah tertata ratusan piring kosong dengan sendok di atasnya.

Mereka merupakan pedagang, perwakilan warga Jogoyudan dan Gowongan dan penyelenggara Tugu Jogja Expo (TJE). Mereka mengikuti pisowanan piring yakni sebuah aksi keprihatinan sekaligus protes terhadap sikap BPKSF (Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis) DIY yang tidak merekomendasikan event Tugu Jogja Expo (TJE) yang sudah mulai digelar 8 Desember 2022 dan akan berakhir 8 Januari 2023.

Aksi pisowanan piring di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY. Foto: Istimewa

Dalam aksi pisowanan piring itu, para pedagang memajang spanduk raksasa berukuran 2 x 8 meter bertuliskan Sumbu Filosofis Untuk (Si)Apa. Mereka juga mempertanyakan apa langkah konkrit yang dilakukan pemerintah cq Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis (BKSF) DIY selama ini ketika lokasi eks Hotel Trio tempat penyelenggaraan Tugu Jogja Expo (TJE) gelap, kumuh, penuh semak belukar, tidak memberikan impek apapun.

Namun, giliran sekarang pedagang bersama penyelenggara TJE membuka, membersihkan, merapikan hingga padhang jingglang (terang benderang) dan memberikan ungkitan ekonomi kerakyatan serta kemaslahatan meluas, malah BKSF DIY tidak direkomendasi karena dituding menambah potensi kemacetan di kawasan ini.

“Ingat kita butuh kreatifitas dan inovasi melakukan rekayasa ekonomi untuk melawan masalah kemiskinan di DIY dan itu tidak mungkin dilakukan pemerintah sendirian,” kata Ketua Panitia Penyelenggara TJE Widihasto Wasana Putra.

berlangsung tertib dan damai. Perwakilan pedagang, warga dan penyelenggara TJE  bergantian berorasi. Tampak petugas Satpol PP DIY dan petugas kepolisian turut menjagai. 

Para pedagang berorasi dalam acara pisowanan piring di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY. Foto: Istimewa

Menurut Widihasto, pisowanan Piring digelar sebagai aksi keprihatinan karena event TJE yang diadakan di Jalan Margo Utomo dari 8 Desember 2022 sampai 8 Januari 2023 tidak direkomendasikan oleh BPKSF DIY karena berpotensi menambah kemacetan akibat minimnya lahan parkir dan mengancam kelestarian bangunan cagar budaya eks hotel Tugu. Karena BPKSF tidak merekomendasi maka izin keramaian TJE pun tidak dapat  diterbitkan kepolisian dan terancam dihentikan. 

Penyelenggara event TJE menyayangkan keputusan BKSF DIY yang tidak mengeluarkan rekomendasi kegiatan. Sebab, event TJE sejatinya merupakan upaya inisiatif masyarakat melakukan kegiatan ekonomi menyambut liburan Natal dan Tahun Baru. Lahan eks hotel Trio seluas 1,1 hektar yang mangkrak belasan tahun diupayakan secara mandiri oleh masyarakat untuk berdagang dan memberikan sarana hiburan bagi masyarakat.

Baca juga:

Pisowanan piring dengan menggelar piring kosong di pendopo Dinas Kebudayaan DIY mengandung pesan bagi para pemangku kebijakan agar senantiasa berorientasi kepada pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Terlebih angka kemiskinan DIY masih tinggi. 

Raditya Putra Darma, pedagang pakaian, mengaku senang dapat berjualan di event TJE sebab lokasinya strategis di tengah kota. Warga Klitren,Gondokusuman, Kota Yogyakarta ini mengaku selama ini berjualan secara online dan mengikuti event-event insidental seperti TJE. Hasil yang diperoleh cukup untuk menyambung hidup.

Raditya berharap pemerintah dapat mengakomodir harapan pedagang untuk dapat tetap melakukan aktivitas ekonomi  di kawasan sumbu filosofi. Terlebih ini hanyalah event yang bersifat sementara memanfaatkan libur Natal dan Tahun Baru. 

Para pedagang berorasi di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY. Foto: Istimewa

Sementara itu, Hertanto, warga Gowongan Kidul yang berprofesi sebagai juru parkir di Jalan Margo Utomo mengaku turut merasakan dampak dari TJE. Ia mengajak tetangga-tetangganya yang menganggur untuk membantu menjadi tenaga parkir. Soal macet, Jalan Margo Utomo selama ini memang kerap macet. Banyak yang memarkir kendaraan di jalur pedestrian termasuk parkir bus tamu hotel di sepanjang Margo Utomo. Baginya kemacetan yang terjadi masih tergolong wajar. “Walau pun macet tapi lancar,” katanya.

Jonata, pedagang angkringan di TJE mendesak BPKSF DIY dapat memberikan rekomendasi agar event TJE dapat terus berlangsung. Ia mengatakan hal-hal yang dikhawatirkan BPKSF DIY bisa disiasati di lapangan tanpa harus menutup inisiatif masyarakat melakukan usaha ekonomi.  

Perwakilan peserta Pisowanan Piring kemudian melakukan pertemuan terbatas dengan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Laksmi dan Kepala BPKSF DIY Dwi Agung. Dalam pertemuan itu, Dian Laksmi tetap bersikukuh kawasan sumbu filosofi untuk sementara waktu tidak diperbolehkan untuk event-event komersial karena tengah dalam proses pengusulan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia. 

Dian menawarkan pelaksanaan Tugu Jogja Expo dapat dipindahkan ke lahan eks kampus Stiekers milik Dinas Kebudayaan DIY. Namun tawaran ini ditolak penyelenggara TJE. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *