beritabernas.com – Bank Syariah telah berjalan selama lebih dari 25 tahun, namun masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi. Kendala dan tantangan tersebut antara lain adanya profit-driven consumers, rendahnya efisiensi dan mahalnya produk bank syariah, rendahnya bagi hasil (Displaced Commercial Risk), dan rendahnya porsi pembiayaan bagi hasil.
Akibatnya Bank Syariah belum bisa bersaing dengan bank konvensional dalam menghimpun dana masyarakat dan memberi pembiayaan kepada para pelaku usaha. Karena itu, agar Bank Syariah bisa bersaing maka perlu skala prioritas dalam mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi.
Prioritas utama adalah mengembalikan konsep bisnis Bank Syariah ke core business yaitu meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil melalui pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah.
Hal itu disampaikan Prof Drs Agus Widarjono MA PhD, Profesor dalam bidang Ilmu Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, dalam pidato pengukuhan Guru Besar UII, di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Kamis 24 November 2022.
Dalam pidato, berjudul Menumbuhkan Kembali Prinsip Ekonomi Bagi Hasil Bank Syariah Menuju Kestabilan Sektor Perbankan
Dalam pidato, berjudul Menumbuhkan Kembali Prinsip Ekonomi Bagi Hasil Bank Syariah Menuju Kestabilan Sektor Perbankan, Prof Drs Agus Widarjono mengatakan, ada beberapa kelebihan model pembiayaan bagi hasil. Pertama, pembiayaan bagi hasil merupakan akad yang adil karena kerugian atau keuntungan dibagi bersama, memberikan insentif yang lebih kuat bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya.
Kedua, pembiayaan bagi hasil akan menghasilkan kestabilan bank Syariah. Ketiga, adanya fleksibilitas dalam pembayaran kembali pembiayaan yang diberikan yang cocok untuk usaha UMKM sebagai mayoritas jenis usaha di Indonesia.
Menurut Prof Agus, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan musyarakah akan menurunkan resiko pembiayaan, pembiayaan bagi hasil meningkatkan keuntungan dan menjadikan bank syariah mampu bertahan dan berkembang ketika krisis ekonomi terjadi
Selain itu, peningkatan size bank Syariah. Sebagai pemain terbaru dalam sistem perbankan ganda, bank syariah belum mencapai skala ekonominya. Oleh karena itu, bank syariah menghadapi biaya operasional yang tinggi sehingga belum bisa memberikan harga rendah untuk produknya. Rata-rata aset bank syariah di Indonesia sebesar 21,31 triliun sehingga belum memenuhi syarat minimal mencapai skala ekonomi.
Menurut Prof Agus, Islam membangun sistem keuangan tanpa konsep riba (suku bunga). Lembaga keuangan syariah terdiri dari perbankan syariah, sukuk, reksa dana syariah, takaful dan lembaga keuangan Islam lainnya. Total aset tahun 2020 sebesar US$ 3.374 dimana perbankan syariah merupakan sektor terbesar dari sektor keuangan syariah (US$ 2.349 miliar). Bank syariah di Indonesia menduduki peringkat 10 besar dengan total aset US$ 39 miliar.
Dikatakan, pembiayaan Bank Syariah terdiri dari skema bagi hasil dan skema bukan bagi hasil. Pembiayaan bagi hasil terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah. Pembiayaan non bagi hasil terdiri dari Murabahah, Qardh, Istisna, Ijarah, dan Salam. Penghimpunan dana bank Syariah terdiri tabungan dan deposito dengan menggunakan konsep akad Wadiah dan Mudharabah.
Sebagai pemain paling akhir memasuki dunia perbankan di Indonesia, kinerja keuangan perbankan syariah sangat baik selama periode 2012-2021. Kecukupan modal (CAR) sebesar 16,29%, di atas batas ambang minimum sebesar 12%. Keuntungan (ROA) sebesar 1,45%, di bawah batas ambang 1,5%. Pembiayaan macet (NPF) sebesar 3,31%, dibawah bawah ambang batas 5%. Pembiayaan (FDR) sebesar 88.82%, lebih tinggi ambang batas maksimum 75%. Efisiensi operasi (BOPO) sebesar 85,76%, di bawah batas maksimum 94%. (lip)
There is no ads to display, Please add some