Revisi UU Penyiaran Sebagai Bentuk Pembatasan Produk Jurnalistik dan Pembungkaman Pers

beritabernas.com – Revisi UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2018 dinilai sejumlah pihak sebagai upaya pembatasan produk jurnalistik dan pembungkaman pers. Karena itu, para pelaku usaha di bidang pers secara tegas menolak rencana revisi UU tersebut.

Dalam draft RUU Penyiaran yang saat ini sedang dibahas di DPR RI itu, ada banyak pasal kontroversi, seperti pasal tentang penyelesaian sengketajurnalistik yang diserahkan kepada KPI (Komisi Informasi Indonesia). Padahal dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2018 sengketa jurnalistik/pers ditangani Dewan Pers.

Selain itu, pasal tentang konten penyiaran diatur dalam RUU yang baru tersebut. Dalam draft RUU Penyiaran itu diatur tentang larangan menyiarkan hasil investigasi.

BACA JUGA:

“Kok semakin ke sini semakin melebih Orde Baru. Revisi UU Penyiaran tersebut merupakan awal dari pembungkaman pers. Kami minta DPR jangan jadi centengnya rezim yah,” kata Niniek Henny, mantan Ketua ARSSLI (Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia) Jawa Timur dikutip beritabernas.com dari kanal YouTube Lensa Hennydya.

Menurut Niniek Henny, dalam UU Pers disebutkan bahwa UU Pers akan diselesaikan oleh Dewan Pers. Namun, dalam RUU Penyiaran kewenangan itu diserahkan kepada KPI.

Sebelumnya, Dewan Pers dan komunitas pers serta sejumlah pakar seperti Roy Suryo secara tegas menolak revisi UU Penyiaran. Sebab, RUU tersebut selain mengancam kebebasan pers juga sebagai upaya membungkam pers. Ini merupakan suatu kemunduran.

Menurut Roy Suryo, revisi UU Penyiaran boleh saja dilakukan tapi yang diatur adalah apa yang belum ada dalam UU sebelmnya sesuai perkembangan teknologi informasi, sementara yang sudah diatur jangan dihapus atau diubah lagi karena sudah benar. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *