Oleh: Dr KRMT Roy Suryo
beritabernas.com – Rungkat? Ya, rungkat. Kata yang sempat viral karena digunakan sebagai judul lagu ciptaan Denny Caknan & dinyanyikan oleh Happy Asmara ini, memiliki arti “rusak, hancur, bubrah, ambyar” dan sebagainya.
Mengapa rungkat? Diawali dengan kesalahan yang cukup fatal, sampai-sampai membuat skorsing 30 menit pengumuman hasil Pemiilu 2024 yang sangat penting tersebut. Fatalnya kesalahan di awal pengumuman ini benar-benar patut disebut “rungkat”, karena bagaimana bisa sebuah naskah sangat penting yang seharusnya sudah disusun dengan rapi, sesaat sebelum dibacakan, kembali dikoreksi dan diskors terlebih dahulu.
Saya tidak mau ikut berspekulasi se-rungkad apa kesalahan (“penting”, menurut Ketua KPU-nya sendiri tersebut), dimana sebagian ada sumber yang menyebut “salah tanggal”, “salah hasil” dan sebagainya, namun fakta sudah membuat keputusan yang telanjur dibacakan (dan diliput secara live semua media) tersebut harus diskors selama setengah jam lebih.
Sekali lagi draft naskah keputusan penting yang seharusnya sudah disusun sangat rapi (tinggal mengisi jumlah perolehan suara dan tanggal, jam dibacakannya) masih bisa “salah”?
Hal krusial yang samasekali tidak disebut dalam keputusan tersebut adalah soal Sirekap, baik status terakhirnya bagaimana atau bahkan (setidak-tidaknya) ada permohonan maaf kepada masyarakat karena secara de facto Sirekap telah benar-benar membuat kerugian besar (dari sisi pemborosan anggaran miliaran rupiah), membuat kebocoran data masyarakat (dengann menggunakan Cloud-Server Alibaba.com di Singapore), termasuk menebar kabar bohong karena sempat tidak mengakui hal tersebut dan membuat kegaduhan/ keonaran di masyarakat (akibat hasil yang tidak konsisten bahkan terindikasikan digunakan sebagai alat bantu kecurangan).
Tidak disebutnya sama sekali soal Sirekap dalam keputusan tersebut sekaligus membuktikan bahwa KPU benar-benar sudah (nekad) melakukan pembangkangan hukum, apalagi saat ini kasus Sirekap sedang diproses di Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagaimana diajukan oleh YAKIN dalam sidang.
Belum lagi gugatan IA-ITB (Ikatan Alumni ITB) dan KAPPAK ke Rektor kampus Ganesha tersebut akibat adanya MoU dengan KPU sejak 2021 silam. Belum lagi jika pelaporan TPDI terhadap KPU juga tetap akan dilanjutkan, sebagaimana perkembangan terakhir yang sudah berkonsultasi dgn Kompolnas kemarin soal penolakan pengaduannya awal bulan lalu.
Terlepas dari sudah adanya partai politik yang “menerima” hasil keputusan KPU tersebut, saya tetap memandang bahwa kasus Sirekap di Pemilu 2024 ini bukan hal sederhana yang bisa dilupakan begitu saja, karena sebagaimana statemen yang disampaikan oleh ICW dan KontraS bahwa sudah ada indikasi korupsi akibat penggunaan anggaran miliaran rupiah di Sirekap yang tidak jelas ujung pangkalnya tersebut tetap harus ditindaklanjuti dengan serius. Sebab jika tidak, modus pemborosan anggaran negara yang merupakan uang hasil pajak rakyat begini masih akan terus terjadi di Pemilu atau proyek-proyek penting negara di kemudian hari.
Secara pribadi saya juga tetap berharap masih ada wakil rakyat yang memiliki hati nurani untuk tetap melakukan gugatan ke MK atas hasil keputusan KPU yang sedikit banyak sudah “memanfaatkan teknologi” bernama Sirekap (yang bahkan menurut Sekjen IA-ITB Ir Hairul Anas) digunakan sebagai “alat pembantu kejahatan) Pemilu tersebut.
Selain itu pengajuan hak angket juga masih sangat diperlukan untuk membuka banyaknya borok yang dilakukan oleh KPU, khususnya dalam penggunaan teknologi Sirekap sebagaimana yang dikemukakan oleh 5 pakar IT dalam diskusi awal pekan lalu.
Bagi sebagian kalangan yang berpikir pendek, mungkin menganggap persoalan Sirekap sudah selesai dengan pengumuman KPU tersebut, namun sebenarnya dari sisi hukum pelanggaran-pelanggaran yang sudah terjadi, mulai dari UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik)Nomor 14/2008, UU ITE (Informasi & Transaksi Elektronik) Nomor 1/2024 (revisi dari UU ITE No 11/2008 dan UU ITE No 19/2016), UU PDP (Perlindungan Data Pribadi No 27/2022 hingga aturan hukum “klasik” Pasal 14 tahu 1946.
Pelanggaran-pelanggaran aturan hukum oleh KPU ini seharusnya tidak bisa dibiarkan begitu saja karena sudah benar-benar terjadi dan merugikan masyarakat, belum soal indikasi korupsinya.
Kasus Sirekap tidak bisa diabaikan begitu saja. Rungkat, pengumuman hasil Pemilu 2024 yang sempat diskors lebih dari 30 menit semalam yang sama sekali tidak menyebut kata Sirekap (meski KPU selalu berkilah dibalik statemen “hanya alat bantu”).
Penyalahgunaan teknologi untuk tujuan membantu kecurangan adalah sebuah kejahatan besar yang tidak bisa ditolelir begitu saja. Kemajuan teknologi seharusnya dimanfaatkan untuk kemaslahatan bangsa, bukan sebaliknya dan disambut secara euforia. Dikhawatirkan tidak hanya Sirekap, tetapi bangsa ini bisa Rungkat karenanya…(Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen)
There is no ads to display, Please add some