Saatnya Gerakan Pramuka Kembali ke Kithahnya

Oleh: Ki Prijo Mustiko

beritabernas.com Beberapa hari ini terjadi polemik yang menarik antara yang pro dan kontra terhadap dicabutnya Permendikbud Nomor 63 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim.

Kemudian diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 12 tahun 2024 dan telah diundangkan pada 26 Maret 2024 yang mengubah ketentuan, khususnya pasal 24 yang menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakulikuler tidak wajib untuk diikuti oleh peserta didik, namun diikuti secara sukarela.

Pada intinya berdasar analisis Permendikbudristek tersebut, Pendidikan Kepramukaan tidak dihapuskan dari Kurikulum Merdeka, hanya saja tidak diwajibkan lagi untuk diikuti oleh peserta didik (Sriwanto Arruan Gege, Kompasiana, 31 Maret 2024).

Dari berita yang tersiar secara luas itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada mas Menteri Nadiem Makarim yang telah menetapkan kebijakan pemerintah untuk ikut menjaga dan merawat Gerakan Pramuka sebagai lembaga pendidikan non-formal yang diharapkan tetap bisa mempertahankan dan mengembalikan kithahnya.

Apa itu kithah? Merujuk tradisi dalam organisasi NU atau Muhamadiyah, istilah atau kata kithah itu berarti “Garis Besar Perjuangan” yang mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan, yang merupakan tuntunan, pedoman dan arah perjuangan.

Ki Prijo Mustiko. Foto: Dok Pribadi

Nah dalam AD/ART Gerakan Pramuka disebutkan bahwa fungsi Gerakan Pramuka adalah sebagai penyelenggara pendidikan non-formal di luar sekolah dan di luar keluarga sebagai wadah pembinaan serta pengembangan kaum muda dilandasi Sistem Among, Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metoda Kepramukaan.

Dalam salah satu tulisannya, Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa dalam peri kehidupan masyarakat itu yang tak terbantahkan terdapat tiga pusat pendidikan yang dikenal sebagai “Tri Sentra Pendidikan”, yakni di dalam hidupnya anak-anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda (karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pendidikan, 1977).

Di dunia akademik Tri Sentra Pendidikan tersebut dikenal sebagai pendidikan keluarga atau informal education, pendidikan sekolah atau formal education dan pendidikan masyarakat atau non-formal education. Khusus untuk pendidikan di lingkungan ketiga atau non-formal education, Ki Hadjar Dewantara secara jelas menegaskan bahwa Pendidikan Kepanduan (Kepramukaan) merupakan contoh terbaik (the best practise) untuk diterapkan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda bangsa.

Dalam prakteknya ketiga pusat pendidikan tersebut dapat dipisahkan, namun dalam pelaksanaannya akan saling terhubung ataupun saling mempengaruhi dalam rangka masing-masing pusat tersebut mencapai atau mengukur tingkat keberhasilan proses pendidikannya.

Artinya masing-masing pusat pendidikan tersebut bukan saling mengabaikan atau dipertentangkan namun hendaknya saling mengisi atau saling mendukung satu sama lain. Kesaling-terkaitan antar tiga pusat pendidikan ini secara sistemik bisa diamati dari dua aspek, yaitu kita coba telaah dari aspek keanggotaan dan aspek kelembagaan.

Keanggotaan

Salah satu prinsip Metodik Pendidikan Kepramukaan untuk mengatur sistem keanggotaan Gerakan Pramuka adalah bersifat sukarela. Artinya kesediaan anggota Gerakan Pramuka untuk suka dan rela menaati ketentuan dan peraturan di lingkungan Gerakan Pramuka, yang biasa kita kenal dengan Janji Pramuka yang disebut “Trisatya” dan Kode Kehormatan Pramuka yang disebut “Dasadarma”.

Hal ini menunjukkan bahwa asas kesukarelaan dalam Gerakan Pramuka seyogyanya harus dijunjung tinggi ataupun dihargai hak dan kewajiban anggota Pramuka dalam menjalankan setiap kegiatannya.

Penulis ingin berbagi pengalaman pribadi hampir setengah lebih dari kehidupan penulis dihabiskan bergiat di lingkungan Gerakan Pramuka, yang sejak awal aktif digembleng di Gugusdepan berpangkalan di Perguruan Ibupawiyatan Tamansiswa Yogyakarta.

BACA JUGA:

Keunikan gugusdepan kami adalah mensinergikan antara kegiatan Pramuka di sekolah dan di luar sekolah. Di dalam kelas ada mata-pelajaran (Mapel) Pendidikan Kepramukaan yang diajarkan oleh seorang guru/ pamong yang aktif juga sebagai seorang tokoh Pandu/Pramuka bernama Ki Suwadi.

Pelajaran Pendidikan Kepramukaan yang diajarkan cukup komprehensif di ruang kelas antara lain Sejarah Kepanduan Dunia dengan rujukan buku Scouting for Boys karya Baden Powell, Kiasan Dasar Gerakan Pramuka yang mengandung pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa, Nilai-nlai yang terkandung dalam Trisatya dan Dasadarma marupakan materi ajar yang dipelajari sebagai pengetahuan (Scouting is Science) dengan sendirinya setiap siswa harus mengikuti ujian tentang Mapel Pendidikan Kepramukaan.

Oleh karena diajarkan dengan cukup menarik oleh Ki Suwadi, penulis memperoleh nilai 8 yang dimasukkan dalam rapor.

Nah kemudian pada setiap hari Minggu sore siswa-siswi dengan sukarela diberi kesempatan untuk berlatih Pramuka (Scouting is games) di lapangan olahraga Tamansiswa dengan Pembina yang sama tetapi di arena latihan Pramuka disapa dengan Kak Suwadi. Ternyata hal ini bisa kami lakukan dengan metoda role playing, di dalam kelas berperan sebagai guru/pamong dan di lapangan berperan sebagai kakak Pembina.

Keunikan lainnya di Gugusdepan kami membuka kesempatan anggota Pramuka yang berasal dari para anak atau pemuda yang bermukim di sekitar tempat latihan Pramuka. Setelah mengikuti latihan Pramuka dan menempuh ujian sesuai dengan Syarat Kecakapan Umum dan Khusus (SKU/SKK) tiba saatnya dilantik sebagai Pramuka Siaga, Penggalang atau Penegak/Pandega. Di sinilah prinsip kesukarelaan benar-benar dijalankan. Apabila seseorang siap bersedia dilantik sebagai Pramuka maka bisa dipastikan menjadi anggota Pramuka secara sukarela.

Dengan demikian sebenarnya sangat mudah menghitung berapa jumlah anggota Pramuka secara riil, apalagi sekarang bisa dibantu dengan tehnologi digital, sehingga masalah bercampurnya antara anggota Pramuka yang sudah dilantik dengan “Pramuka” yang belum dilantik alias Pramuka Tamu yang jumlahnya jutaan akan segera bisa diatasi.

Sebagai perbandingan saja di negara Inggris bisa terdata secara akurat anggota Pandunya sebanyak 436.015 anggota muda dan 143.165 anggota dewasa (Januari 2023), sedangkan di Amerika Serikat (2023) tercatat jumlah anggota Pandunya sebanyak 1.063.338 peserta didik yang berasal dari 42.822 unit atau gugus-depan.

Sementara itu jumlah anggota Pramuka yang tercatat di Organisasi Gerakan Kepanduan Dunia (WOSM) sejumlah 42,9 juta peserta didik pada tahun 2021 (Wikipedia). Jumlah yang sangat fantastis dan sebatas hanya bersifat kuantitatif saja. Sebagai konsekuensinya Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, konon kabarnya, harus membayar iuran sebesar $ 125.000 atau setara dengan Rp 1.875.000.000 setiap tahun.

Terkait dengan terbitnya Permendikbudristek yang baru Nomor 12 Tahun 2024 semestinya akan membantu mendata ulang keanggotaan Gerakan Pramuka secara akurat dan tentu saja akan meringankan beban iuran anggota Pramuka yang harus disetorkan ke WOSM.

Kelembagaan

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa tugas, fungsi dan kedudukan Gerakan Pramuka sekarang ini sudah dalam poisisi yang kuat dan mantap dengan dikukuhkan atau ditetapkan melalui Undang Undang Nomor 12 Tahun 2010. Namun PR Gerakan Pramuka belum selesai, biasanya Undang Undang tersebut agar bisa diimplementasikan perlu diterbitkan Peraturan Menteri ataupun Peraturan Pemerintah, sementara potensi Gerakan Pramuka sejatinya ada di daerah sehingga sangat penting diperjuangkan terwujudnya Peraturan Daerah (Perda) guna menjamin program dan kegiatan Gerakan Pramuka bisa terlaksana di masing-masing daerah atau provinsi.

Dasar pemikiran tentang arti pentingnya Perda sebenarnya sesuai dengan teori klasik manajemen operasi dari suatu organisasi/lembaga yang memerlukan resep 5M yakni Man, Money, Method, Machine, Material/Market, yang kesemua unsur manajemen ini bisa dituangkan ke dalam Perda Gerakan Pramuka di masing-masing daerah/provinsi. Hal ini sangat signifikan untuk dipertimbangkan guna menjamin aktivitas Gerakan Pramuka di derah benar-benar bisa gerak dan hidup sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan non-formal yang handal di Indonesia.

Tentu saja jangan dilupakan Perda tentang Gerakan Pramuka di daerah harus mempertimbangkan pula kondisi dan potensi nilai budaya maupun alam lingkungan yang berbeda di masing-masing daerah, misalnya pola kegiatan Pramuka di Jawa akan sangat berlainan dengan di Papua, sehingga yang diatur dan dikelola bukan terbatas penetapan Badge Kwartir Daerah yang menjadi ciri-khasnya, tetapi hendaklah materi Diklat Kepramukaan juga disesuaikan dengan adat, seni budaya maupun alam setempat dengan harapan bisa membentuk karakter anggota Pramuka sesuai dengan nilai budaya daerahnya masing-masing.

Penutup

Menghadapi perkembangan maupun kemajuan zaman dan tehnologi yang semakin maju jelas merupakan tantangan tersendiri untuk Gerakan Pramuka menatap masa depan. Ada kata-kata bijak yang menyatakan bahwa jika kita cerdik, teliti dan berpikir terbuka, kita dapat menangkap bahwa di balik permasalahan-permasalahan terdapat banyak peluang yang dapat kita ambil (Denon Prawiraatmadja, 2023).

Apalagi bagi seorang anggota Pramuka yang terbiasa giat di alam terbuka diharapkan akan selalu bisa mengubah tantangan menjadi peluang untuk bisa berprestasi maupun berbakti kepada sesamanya.

Kembali ke laptop berkenaan dengan dicabutnya Permendikbud Nomor 63 tahun 2014 dan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 12 tahun 2024, maka kita semakin menyadari bahwa masing-masing komponen maupun pemangku kepentingan (stakeholders) dari Tri Pusat Pendidikan harus bisa selalu menjalin kerjasama maupun kolaborasi agar tercapai keberhasilan Sistem Pendidikan Nasional yang kita dambakan bersama.

Dalam hal ini menjadi teringat pesan dari Prof Slamet Iman Santosa yang terpampang di dinding depan Gedung Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang berbunyi: Tugas Utama Pendidikan adalah melakukan pembinaan watak:

  1. Pintar
  2. Jujur
  3. Disiplin
  4. Tahu kemampuan dan batas kemampuan diri
  5. Punya kehormatan diri

Akhirnya terpulang kepada seluruh elemen bangsa ini saatnya untuk mengembalikan kithah Gerakan Pramuka sebagai lembaga pendidikan non-formal yang handal dan terlengkap di dunia ini yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan kepramukaan bagi kaum muda guna menumbuhkan tunas bangsa yang berkarakter agar menjadi generasi yang lebih baik, bertanggungjawab, mampu membina dan mengisi kemerdekaan serta membangun dunia yang lebih baik, akan terbiarkan begitu saja ataukah tertantang untuk memperbaiki  diri tata kelola gerak organisasi dan kegiatan Pramuka yang lebih baik dan mendekati sempurna. (Ki Prijo Mustiko, Ketua Dewas Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa, Anggota Mabida Kwarda XII Gerakan Pramuka DIY, Anggota BPP PUSDIKLATDA Kwarda XII Gerakan Pramuka DIY, Ketua DKD Penegak/Pandega DIY Masa Bakti 1971-1973, Ketua DKC Penegak/ Pandega Kota Yogyakarta 1969-1970 dan Kontingen Pramuka Garuda pada Jambore Dunia XII Idaho USA 1967) 


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *