Budi Waseso Kembali Terpilih jadi Ketua Kwarnas Pramuka, Munas Dinilai Penuh Rekayasa

beritabernas.com – Mantan Kepala Bulog dan mantan Kabareskrim Budi Waseso kembali terpilih sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka untuk masa bakti 2023-2028 dalam Munas Kwarnas di Aceh pada 4 Desember 2023.

Budi Waseso terpilih secara aklamasi karena dua calon lainnya, GKR Mangkubumi dan Marsekal Madya TNI (Purn) Eris Herryanto, dinyatakan gugur secara sepihak oleh presidium dengan alasan tidak memenuhi syarat. Ini merupakan periode kedua Budi Waseso sebagai Ketua Kwarnas Pramuka setelah 5 tahun sebelumnya terpilih dalam Munas di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Namun, sejumlah pihak menyebut Budi Waseso terpilih kembali melalui Munas Kwarnas kali ini penuh rekayasa, tidak transparan bahkan penuh tipu muslihat.

Koordinator Gemma Pramuka Djatmiko Rasmin dalam rilis yang dikirim kepada media, termasuk beritabernas.com, Selasa 5 Desember 2023, malam menceritakan secara detail dan rinci kronologis proses terpilihnya Budi Waseso sebagai Ketua Kwarnas Pramuka periode 2023-2028 dalam Munas Kwarnas di Aceh pada 4 Desember 2023.

Menurut Djatmiko Rasmin, malam sebelum pemilihan Ketua Kwarnas Pramuka, GKR Mangkubumi sebagai salah satu calon mengirim surat kepada Ketua Presidium Munas yang menyatakan tidak bersedia ikut melanjutkan proses pemilihan Ketua Kwarnas masa bakti 2023-2028. Di balik surat Ketua Kwarda DIY ini, menurut Djatmiko Rasmin, tersirat protes terhadap rekayasa dan akal-akalan yang dilakukan Pengurus Kwarnas masa bakti 2018-2023 yang dipimpin Budi Waseso.

Bahkan jauh sebelum Munas atau dua pekan sebelum Munas, diadakan Rapat Pra Munas di Hotel Pullman, Bandung. Rapat dipimpin Budi Waseso dan Sekjen Kwarnas Mayjen TNI (Purn) Bachtiar dan diikuti Ketua atau Sekretaris Kwarda se-Indonesia. Kwarda Bali dan Kwarda Riau ditolak ikut karena mengirimkan wakil ketua. Kedua Kwarda ini merupakan pendukung GKR Mangkubumi, Ketua Kwarda Pramka DIY. 

Menpra Dito Ariotejo ketika membuka Munas Kwarnas Pramuka di Aceh, 2 Desember 2023. Foto: Istimewa

Pada rapat di hotel bintang lima tersebut, menurut Djatmiko  Waka Kwarnas Bidang Orgakum merilis data setengah resmi yang menyatakan bahwa Budi Waseso didukung 24 kwarda, sedangkan calon lain hanya didukung 3 dan 2 kwarda. Namun tidak dijelaskan dari Kwarda mana saja dukungan tersebut diberikan dan tidak ditunjukkan bukti surat dukungan dan tak ada verivikasi keaslian oleh sebuah tim khusus.

“Jadi prosesnya, Kwarnas menerima surat masuk berupa surat dukungan Kwarda kepada para kandidat,  kemudian surat dihitung atau direkap sendiri, diumumkan sendiri oleh Kwarnas yang tentunya memiliki kepentingan mendukung incumbent.  Semua proses serba tertutup. Padahal GKR Mangkubumi dan Eris Herryanto memegang copy surat dukungan Kwarda yang jumlahnya lebih banyak dari yang diumumkan Waka Orgakum. Dari tahap ini mulai terlihat Kwarnas tidak tranparan, bahkan tampak manipulatif. Ibarat pertandingan bola, ‘wasit  ikut menendang bola’ atau istilah lain ‘jeruk makan jeruk’,” tulis Djatmiko dalam rilisnya itu.

Dikatakan, Rapat Pra Munas di Bandung memutuskan bahwa salah satu syarat maju menjadi Ketua Kwarnas adalah didukung oleh 1/3 jumlah Kwarda. Menurut Djatmiko, syarat ini akal-akalan karena tidak diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka. Apalagi, pada Munas Kendari, September 2018, Budi Waseso hanya didukung 1 kwarda yaitu Kwarda Jawa Timur. Itu pun di urutan ketiga, setelah Prof Dr Jana Anggadiredja dan Mayjen TNI Herindra.

Ketika itu, Sidang Komisi dan Presidium Munas Kendari memutuskan membolehkan Budi Waseso ikut dalam pemilihan, meskipun hanya didukung satu Kwarda. Sementara pada Munas di Banda Aceh kali ini, Budi Waseso justru membuat syarat mengada-ada, yang menguntungkan dirinya sendiri yaitu calon ketua Kwarnas harus didukung oleh 11 Kwarda. “Sayangnya, banyak Kwarda yang tidak melihat sejarah Munas di Kendari dan malahan mengikuti rekayasa yang  dibuat oleh Kwarnas,” kata Djatmiko.

Rekayasa jelas terlihat, persyaratan menggunakan ambang batas dukungan dari 11 Kwarda direncanakan dan ditetapkan setelah Kwarda mengirimkan surat pencalonan dan telah dibuka terlebih dahulu. “Apapun nama pertemuan tersebut terlihat bahwa rekayasa dilakukan dengan massif dan terstruktur. Kwarnas adalah peserta Munas sebagaimana ART Gerakan Pramuka. Entah apa sebabnya Kwarda sebagai pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas lebih dari 20 juta peserta didik Gerakan Pramuka, seolah dibutakan oleh rekayasa yang dibuat pimpinan Kwarnas,” kara Djatmiko geram.

BACA JUGA:

Menurut Djatmiko, pada hari kedua Munas di Banda Aceh, 3 Desember 2023, berlangsung sidang-sidang komisi. Komisi D merupakan komisi khusus yang membahas syarat dan tahapan pemilihan Ketua Kwarnas. Komisi ini diikuti ketua dan sekretaris Kwarda berlangsung di Hotel Kriyan, terpisah dengan peserta lainnya. Dari pihak Kwarnas yang ikut dalam komisi ini adalah Sekjen Kwarnas Bachtiar. Salah satu hasil rapat komisi menetapkan syarat maju menjadi Ketua Kwarnas jika didukung oleh 1/3 jumlah Kwarda sebagaimana keputusan Rapat Pra Munas Bandung.

Dengan adanya syarat tersebut, sikap peserta rapat komisi terbelah ke dalam 3 pendapat. Pertama, Kwarda yang menyatakan keputusan Rapat Pra Munas di Bandung sudah final sehingga bisa langsung diterapkan. Kedua, Kwarda yang menyatakan hasil Rapat Pra Munas di Bandung harus dibahas ulang dan diputuskan dalam Munas. Ketiga, Kwarda yang menyatakan tidak setuju dan mengusulkan agar persyaratan didukung 1/3 Kwarda dihapussebagaimana berlaku pada munas-munas pramuka sebelumnya.

Kwarda yang memiliki pendapat ketiga, beralasan agar para calon ketua Kwarnas yang telah diusulkan oleh Kwarda pada tahap penjaringan, berapa pun jumlah dukungan Kwarda yang diperoleh, harus diberi hak untuk maju dalam tahap pemilihan. Mereka merujuk pada Munas di Kendari 5 tahun lalu, dimana Budi Waseso hanya didukung satu Kwarda dan terpilih menjadi Ketua Kwarnas, setelah didukung badan intelejen. Keputusan ini juga merupakan bentuk penghargaan terhadap para tokoh yang diusulkan dan menjaga “fairness” dalam pemilihan Ketua Kwarnas.

Namun, menurut Djatmiko, banyak Kwarda sudah masuk angin. apalagi setelah dijamu di Hotel Pullman Bandung, sehingga langsung memutuskan bahwa hasil rapat Pra Munas dapat menjadi keputusan Munas, terutama syarat adanya dukungan 1/3 jumlah Kwarda. Permintaan peserta rapat komisi agar jumlah dukungan kepada calon Ketua Kwarnas yang diumumkan di Pra Munas Bandung diverifikasi ulang dengan ditunjukkan bukti-buktinya, tidak disepakati oleh sebagian peserta rapat yang ditengarai sudah berpihak kepada incumbent.

Bahkan protes sebagian peserta yang menyatakan bahwa dengan langsung menyetujui hasil Pra Munas Bandung merupakan upaya yang sangat vulgar menjegal calon lain selain incumbent. Protes ini pun tidak digubris oleh sebagian peserta dan pimpinan rapat komisi.

Melihat dinamika Komisi D yang menipulatif dan memaksakan syarat dukungan 1/3 Kwarda tanpa transparansi dan verivikasi ulang, menurut Djatmiko, GKR Mangkubumi sebagai salah satu calon Ketua Kwarnas yang diusung sejumlah Kwarda mengirim surat kepada Ketua Presidium. Dalam surat itu ia menyatakan tidak bersedia melanjutkan keikutsertaaan dalam proses pemilihan ketua Kwarnas. Surat kepada presedium yang secara tersirat merupakan protes terhadap proses pemilihan yang tidak sejalan dengan semangat Dasa Darma dan Tri Satya Pramuka tersebut beredar luas dan banyak didiskusikan di berbagai media sosial oleh keluarga besar Gerakan Pramuka.

Menurut Djatmiko, pada Senin 4 Desember 2023 pukul 08.00 WIB Sidang Paripurna III berisi Laporan Hasil Sidang-Sidang Komisi. dimulai Seperti yang sudah diduga, atas dasar laporan Komisi D Presidium langsung menyatakan bahwa hanya ada 1 calon Ketua Kwarnas yang memenuhi syarat maju ke tahap pemilihan, yaitu Budi Waseso.

Pertanyaan peserta, apa bukti yang menjadi dasar menetapkan hanya 1 calon yang  memenuhi syarat, oleh Presedium hanya dijawab atas dasar kesepakatan Rapat Pra Munas Bandung. Padahal hasil rapat Pra Munas Bandung ditengarai tidak transparan karena data dukungan tidak dibuka dan diverfikasi bersama.

“Ini menjadi sangat aneh keputusan Presedium justru disambut dengan riuh rendah peserta Munas pendukung incumbent. Tindakan dukungan semacam ini justru mengundang kecurigaan bahwa telah terjadi kesepakatan atau rekayasa keputusan sebelum pleno berlangsung atau malah telah dirancang sejak pertemuan di Bandung,” kata Djatmiko.

Hal lain yang menjadikan keprihatinan adalah sikap Presidium yang tidak mau membacakan surat pernyataan GKR Mangkubumi, padahal Kwarda DIY dengan tegas meminta agar surat tersebut dibacakan sebagai bentuk tanggungjawab GKR Mangkubumi kepada Kwarda yang mendukungnya dan pembelajaran bersama seluruh peserta Munas.

Presdium juga mengabaikan etika dan norma persidangan, dengan tidak mengundang Eris Herryanto sebagai salah satu calon Ketua Kwarnas yang juga disebut dalam keputusan Pra Munas Bandung, yang menyatakan akan tetap maju dalam tahap pemilihan. Penghormatan terhadap calon Ketua Kwarnas yang telah diusulkan oleh beberapa Kwarda semestinya dikedepankan agar Munas dapat sejalan dengan  prinsip, norma dan etika Gerakan Pramuka yang berbasis persaudaraan bakti.

.

Dengan penuh kepercayaan dan keyakinan Presidium langsung mempersilahkan Budi Waseso membacakan visi dan misinya, yang dilanjutkan dengan menyatakan bahwa Budi Waseso, Dirut Bulog yang pekan lalu diberhentikan, sebagai Ketua Kwarnas terpilih masa bakti 2023-2028. Seluruh proses dan tahapan pemilihan dinyatakan selesai dengan tuntas oleh Presidium, yang tampak sempurna menjalankan skenario yang telah dirancang.

Sudah dirancang 2 tahun lalu

Menurut Djatmiko, sejatinya manipulasi dan rekayasa untuk dapat menjabat dua periode telah dirancang sejak dua tahun lalu. Dalam setiap kunjungan ke Kwarda-kwarda, petinggi Kwarnas meminta surat dukungan untuk Budi Waseso sebagai ketua Kwarnas periode mendatang. Sejak awal tahun, petinggi tersebut terus mendesak Kwarda disertai bujukan hingga ancaman untuk memberikan dukungan kepada inkumben.

Untuk memperoleh dukungan, dilakukan juga bargaining dengan pemberian tanda penghargaan bagi Kwarda atau pelantikan Gubenur sebagai Ketua Mabida atau tawaran jabatan sebagai Andalan Nasional dan Waka Kwarnas dan berbagai tawaran lainnya. Beberapa Kwartir Daerah yang mengusulkan nama selain incumbent diloby dan ditekan dengan berbagai cara untuk mengubah dukungan. Ada Kwartir Daerah yang bersedia mengubah dukungan karena takut ada yang tetap kokoh mempertahankan dukungan kepada calon selain incumbent.

Pertemuan Pra Munas di Hotel Pullman Bandung tampaknya menjadi arena mematangkan rincian teknis pengamanan dan pembagian peran agar skenario dua periode dalam Munas di Banda Aceh terlaksana dengan tuntas. Sejumlah pengurus Kwarda yang beberapa di antaranya merupakan Purna Aktivis dan Anggota Dewan Kerja (PADK) terlibat aktif merancang dan mengamankan skenario ini dengan kompensasi jabatan dan kompensasi lainnya.

Fenomena ini yang kemudian sangat disayangkan oleh banyak pihak. PADK yang semestinya menjadi kader strategis dan mampu mempertahankan idealisme untuk manjaga marwah organisasi malah terjebak dalam kubangan pragmatisme transaksional yang dapat merugikan keberlanjutan organisasi.

Jika dilihat lebih jauh, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka memang tidak secara detail mengatur syarat dan tahapan pemilihan Ketua Kwarnas, seperti mengatur tahap penjaringan, pencaloan dan pemilihan. Ketidakjelasan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pengurus Kwarnas  untuk memuluskan skenarionya.

Pengaturan pembatasan pencalonan 1 Kwarda hanya boleh mengusulkan 1 nama yang selama ini tidak dikenal pada munas-munas sebelumnya, syarat dukungan 1/3 jumlah Kwarda, penyelenggaraan Pra Munas, dan sejumlah langkah lainnya merupakan interpretasi AD ART yang baru dilakukan pada munas kali ini. Interprestasi tersebut sebenarnya sah-sah saja namun mestinya dilakukan atas dasar kepentingan organisasi, bersandar norma dan etika Gerakan Pramuka sebaga organisasi pendidikan karakter yang harus menjadi sumber keteladanan.

Padahal, interprestasi hukum organisasi yang tidak mempertimbangkan norma dan etika akan melahirkan ‘hukum rimba’. Dimana yang menang adalah yang kuat, yang menang yang menguasai sumber daya dan jaringan organisasi, serta kontestasi pemilihan pimpinan organisasi lebih  berorientasi menang kalah daripada benar salah. Bayangkan betapa berbahayanya interpretasi semacam ini jika diikuti oleh pimpinan Kwarda, Kwarcab, Kwaran bahkan mungkin Gugusepan untuk mengamankan kepentingan diri dan kelompoknya. Jika itu terjadi maka makin sempurnalah kerusakan organisasi akibat meniru contoh salah dari perilaku pucuk pimpinan organisasi.

Proses pemilihan Ketua Kwarnas dengan sistem pemilihan langsung, yang ditopang oleh sikap pragmatis para pemilik hak suara, berpotensi terjadinya hubungan transaksional yang dapat merugikan organisasi dalam jangka panjang. Para pihak yang ingin berkuasa dan menguasai Gerakan Pramuka dapat ‘membeli’ suara dari para pemilik hak suara, sehingga terjadi relasi  oligarkis dalam tata Kelola Gerakan Pramuka. Relasi semacam ini dapat mematikan organisasi,  jika tidak ada yang mampu mengurai dan menghentikannya, karena siapa yang mampu “membeli” akan menguasai organisasi selama dirinya mau tanpa peduli pada rekam jejak, kinerja, membawa manfaat atau tidak bagi Gerakan Pramuka.

Atas potensi oligarkis semacam di atas, maka masyarakat, bangsa dan negara sebagai pemilik sah dan penerima  manfaat Gerakan Pramuka perlu ikut serta menjaga agar hal itu  tidak terjadi. Kontrol sosial masyarakat terhadap Gerakan Pramuka harus terus dilakukan agar keberadaan Gerakan Pramuka tidak diselewengkan para oligarki.

Oligarki atau perilaku sekelompok orang yang menguasai organisasi secara terus menerus, tak tergantikan,   dengan mengekspolitasi asset dan kekayaan organisasi untuk kepentingan diri dan kelompoknya dapat membelit Gerakan Pramuka. Oleh sebab itu relasi sistemik dan  sistematis antara pengurus pusat dan daerah yang besifat pragmatis transaksional serta relasi yang lebih mengedepankan nilai tukar atau keuntungan pribadi daripada nilai guna atau kepentingan organisasi harus dapat dihentikan, oleh seluruh pemangku kepentingan.

Seluruh keluarga besar Gerakan Pramuka harus mengantisipasi timbulnya kelelahan berorganisasi karena belitan oligarkis. Belitan dimaksud dapat menumbuhkan perpecahan, sehingga sangat mungkin  berdiri Pandu Jawa Timur, Pandu Sulawesi Barat, dan pandu-pandu lainnya. Boleh jadi mereka menyusul berdirinya Pandu Hizbul Wathan yang berdiri sendiri diluar Gerakan Pramuka. Toh UU Gerakan Pramuka tidak menyatakan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan yang boleh berdiri di negeri ini.

Semoga kekhawatiran tersebut tidak terjadi. Namun kita perlu mewaspadai, karena bibit-bibit perpecahan atau bibit-bibit oligarkis dan bibit bibit dominatif terus ditabur dari waktu ke waktu, seperti tanpa kontrol yang cukup bahkan antar actor seperti dapat saling melindungi secara rapi dengan mengatasnamakan untuk kepentingan organisasi padahal sejatinya untuk kepentingan diri dan kelompoknya. (*/lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *