beritabernas.com- Sejumlah seniman tradisi Yogyakarta dan aktivis gerakan akan menggelar sandiwara ketoprak tobong mengangkat lakon Mahkamah Kongkalikong di halaman Gedung DPRD DIY Jalan Malioboro Yogyakarta, pada Senin 6 November 2023 pukul 15.00-17.00 WIB.
Pentas ketoprak tobong dengan lakon Mahkamah Kongkalikong ini digelar sebagai bentuk protes atas keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PPU-XXI/2023 yang kontroversial sehingga menuai kecaman publik luas.
Menurut Nano Asmorodono, sutradara lakon ketoprak Mahkamah Kongkalikong, lakon Mahkamah Kongkalikong mengisahkan situasi Desa Antah Berantah yang semula aman tentram namun tiba-tiba gaduh karena dihempas badai nepotisme. Menjelang akhir masa pensiun, Ki Lurah dan saudara iparnya, Ki Usmani, bersekongkol membuat keputusan kontroversial yang memicu keresahan dan konflik sesama warga desa.
Sejumlah seniman bakal meramaikan pentas ketoprak tobong tersebut seperti Miyanto, Hargi Sundari, Sumardiyanto Ketel, Bagong Tris, Novi Kalur, Aldo Iwak Kebo, Tuminten, Dalyanto, Supri, Patit, Sarwono, Rika Anggita dan Yanti Lemoe. Sedangkan aktivis gerakan yang ikut tampil antara lain Hendro Plered, Noor Janis, Syafaat Noor Rochman, Dodo Alfaro, Bambang KSR dan Arya Yudha.
Nano Asmorodono menjelaskan pentas ketoprak tobong baru pertama kali ini digelar di DPRD DIY sehingga ini termasuk sejarah baru. Sebelumnya pernah digelar pentas ketoprak tapi formatnya bukan tobong. Sementara kalau pentas wayang kulit sudah sering dilaksanakan di DPRD DIY.
Ia berharap pentas ketoprak tobong dengan lakon Mahkamah Kongkalikong semakin membuka kesadaran dan sikap kritis masyarakat bahwa negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Oligarki politik telah bersekongkol sedemikian rupa dengan memaksakan perubahan konstitusi untuk melegitimasi agenda politik kekuasaannya.
BACA JUGA:
- Rumah Bersama Pelayan Rakyat Omahe Ganjar Mahfud DIY di Sagan Diresmikan
- Nama Pasangan Ganjar dan Mahfud Tak Perlu Disingkat
Apalagi publik melihat dengan mata terbuka bahwa adanya konflik kepentingan dari Hakim Konstitusi sekaligus pimpinan Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang ikut mengadili perkara yang menguntungkan keponakannya yang dijadikan sebagai dalil legal standing oleh pemohon. Hal ini bertentangan dengan the Bangalore Principle of Judicial Conduct, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Konstitusi dan PMK tentang Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, khususnya terkait dengan prinsip Ketakberpihakan (Imparsialitas) yang mengakibatkan putusan yang dihasilkan menjadi tidak sah
“Jika praktek-praktek politik kotor itu terus dijalankan di republik ini maka niscaya bangsa ini akan kembali mengulangi kesalahan politik di masa lalu di era Orde Baru dimana kekuasaan politik hanya dalam cengeraman segelintir elit politik. Kritik dan koreksi sebagai sarana majunya demokrasi disumpal dan dilibas dengan rekayasa kekuasaan,” kata Nano. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some