Oleh: Dr KRMT Roy Suryo
beritabernas.com – Meski sudah berjuang sekuat tenaga, namun sayangnya skuad Garuda Muda U-23 Indonesia urung tampil di Olimpiade 2024 Paris. Hal ini terjadi karena banyak disebut-sebut (di)gagal(kan) oleh VAR (Video Assistant Refree) yang merugikan kubu Indonesia.
Namun sebenarnya VAR saat pertandingan Garuda Muda Indonesia melawan Uzbekistan & Irak yang saat itu dihandle oleh Sivakom Pu-udon (Thailand) yang dituding menjadi penyebab kekalahan beruntun kesebelasan binaan Shin Tae-yong, bukan penyebab utamanya. Karena sebenarnya kita tidak boleh meng-kambinghitam-kan pihak-pihak lain, termasuk VAR, karena lebih baik kita instrospeksi dan evaluasi diri saja.
Hal ini senada dengan yang pernah saya tulis beberapap waktu lalu bahwa kemunduran total demokrasi dan kemerosotan drastis ekonomi Indonesia saat ini, sebagaimana sudah banyak diungkap juga oleh media-media mainstream kelas dunia (seperti New York Times, The Economist, The Guardians dan sebagainya), tidak perlu dicari-cari penyebabnya sebagaimana yang sering dilakukan rezim ini.
Misalnya menuduh gara-gara El Nino, akibat perang Ukraina, bahkan juga perang Israel-Hamas ikut dituding sebagai faktor yang memperburuk kondisi dalam negeri kita. Padahal penyebab sebenarnya adalah Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN) yang dilakukan sendiri tanpa sedikit pun punya rasa malu sebagaimana yang (maaf, telanjang) dipertontonkan di kontestasi Pemilu 2024.
Bahkan sekarang belum lagi terbukti bisa bekerja dengan benar, sudah ngaco menuduh masyarakat untuk “jangan mengganggu, lagi mau kerja”(?). Hal ini sangat konyol dan menggelikan, karena biasanya justru yang biasanya bisa mengganggu adalah pihak mereka sendiri, bukan pihak luar sebagaimana yang belum-belum sudah dituduhkan “mengganggu”.
Ini sebenarnya contoh tindakan tidak gentle & ksatria (dengan kata lain: pengecut) karena berusaha untuk lari dari kewajiban yang seharusnya mereka pertanggungjawabkan kepada rakyat, alias sama saja dengan sudah mencari-cari alibi dulu alias tidak mau dipersalahkan padahal kesalahan yang terjadi justru berasal dari mereka sendiri atau lingkungan terdekatnya.
DVR-Car
Berbicara mengenai tanggungjawab inilah konsern saya di tulisan ini, karena sebagaimana secara teknis VAR dalam pertandingan sepakbola yang bisa digunakan untukk mengecek dan meminta pertanggungjawaban seorang pemain dalam bermain secara fair play, sistem sejenis sangat bisa diterapkan dalam meminta pertanggungjawaban pihak pemilik/ pengelola/ penanggungjawab bus dalam kasus kecelakaan fatal di Ciater kemarin. Artinya jangan semua kesalahan ditimpakan kepada sosok Sudira sang sopir yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka, namun sebelum kejadian tentu pasti ada rangkaian penyebanya.
Dilihat dari “kelahirannya”, bus besar dengan sasis Hyno jenis AK1/RKA yang bernama sekarang “Putera Fajar” dan memiliki Nopol AD-7524-OG ini awalnya dimiliki oleh PO (Perusahaan Otobis) SAN/ Siliwangi Antar Nusa, kemudian dijual ke PO Aldo Trans, selanjutnya PO Jaya Guna Hage, PO PPK (Putera Pandawa Karya) hingga PO Maulana Trans dan terakhir PO Trans Putera Fajar, saat terjadinya kecelakaan fatal yang merenggut nyawa 11 jiwa.
BACA JUGA:
- Bahaya Bus Bodong Seperti Odong-odong
- Belajar dari Kecelakaan Bus Putra Fajar Subang
- Indonesia Harus Introspeksi dan Tobat Secara Nasional
Di sinilah bisa dimengerti mengapa kendaraan ini sudah sering berganti-ganti pemilik dan pengelola yang membuatnya-sebagaimana sudah saya tulis kemarin-persyaratan administratif berupa surat Kir dan uji SRUT-nya tidak aktif diperpanjang lagi, sudah lewat semenjak akhir tahun lalu (tepatnya 6 Desember 2023 dari uji terakhir enam bulan sebelumnya, 6 Juni 2023).
Izin trayek aslinya bahkan bukan untuk pariwisata luar Kota, namun AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) dengan route Solo-Sukoharjo-Pracimantoro saja.
Fatalnya, secara bentuk/ model dan ukuran tinggi/ dimensi bus-nya pun sudah mengalami perubahan yang cukup berarti, dari model (aslinya) “discovery” yang dikenal sebagai karya karoseri Laksana yang populer satu hingga dua dekade silam, hingga sekarang mengikuti model diubah menjadi model “Jet Bus 3 Super High Deck” yang dipopulerkan oleh karoseri Adi Putro Malang.
Perubahan ini cukup signifikan mengingat ada perbedaan tinggi bus yang diakibatkan karena posisi lantai untuk penumpang juga mengalami kenaikan dari sebelumnya dan akibatnya secara ukuran tinggi bus juga mengalami perbedaan signifikan dari model sebelumnya.
Oleh karena itu tidak salah bila sebelumnya saya mengatakan perubahan karoseri bus “Putera Fajar” tanpa izin berikut pengurusan SRUT bus ini 11-12 alias beti (beda tipis) dengan kendaraan-kendaraan yang sudah diubah bentuk menjadi semacam “lokomotif” penarik Odong-odong AKAP (Antar Kampung Antar Perumahan).
Perubahan bentuk dan guna kendaraan Odong-odong ini tentu sangat fatal, karena kebanyakan aslinya adalah berupa pickup Suzuki Carry atau Toyota Kijang yang peruntukannya adalah kendaraan beban tunggal, namun difungsikan menjadi kendaraan penarik rangkaian/ gandengan “Gerbong” berisi manusia, sehingga kalau terjadi kecelakaan bisa fatal sebagaimana kejadian bulan Maret 2024 lalu di Batang, Jawa Tengah.
Kembali kepada teknologi serupa VAR, sebenarnya sekarang lazim di kendaraan dipasang DVR-Car (Digital Video Recorder) kendaraan yang bisa merekam segala aktivitas di luar dan di dalam mobil, sebagaimana layaknya CCTV (Close Circuit Television) yang bisa berguna untuk merekam sekaligus melaporkan kepada pemilik kendaraan bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam kendaraan tersebut.
Fungsi dari DVR-Car ini memang beragam, ada yang hanya single Camera berupa Dash-Cam (Dashboard Camera) yang berguna utk merekam kondisi jalan yang ada di depannya, seperti yang digunakan untuk analisis saat kecelakaan Daihatsu GrandMax menabrak bus Primajasa bulan lalu, dimana saat itu ada Dash-Cam pengemudi lain di belakang Grand Max yang merekam detik-detik kejadian nahas yag mengakibatkan kecelakaan fatal tersebut.
DVR-Car ini biasanya bisa merekam sampai beberapa hari sebelum dan sesudah hari-H, tergantung kapasitas Memory Card/ harddisknya. Ada juga Dash-Cam yg sekaligus merekam aktivitas dalam mobil, karena minimal terdapat 4 kamera yakni ke arah depan/ jalan, khusus menshot pengemudi, mengarah ke pintu masuk (jika bus/minibus) dan interior/ cabin kendaraan. Tentu jika kendaraan ini adalah bus dengan kapasitas besar atau malah Double Deck, jumlah dan posisi camera akan bertambah sesuai fungsinya.
Dengan adanya DVR-Car plus CCTV ini maka apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka analisis jauh lebih mudah dilakukan karena semua terekam dan kalau pun unit DVR-Recordernya rusak/ terbakar misalnya, ada beberapa jenis yang bisa dimonitor backup-nya melalui cloud karena otomatis sudah “tersimpan” di server luar, mirip-mirip data Sirekap situs KPU di Alibaba.com Singapore waktu Pemilu 2024, meski kalau KPU malah seharusnya dipidana karena melanggar Hukum Perlindungan Data Pribadi saat itu.
Saya mendesak Kementerian Perhubungan selain menertibkan kendaraan-kendaraan bus yang seperti Odong-odong (melanggar aturan teknis dan surat) seperti Bus Putera Fajar ini, juga mewajibkan semua PO melengkapi kendaraan yang dioperasikan untuk mengangkut penumpang umum melengkapi dengan DVR-Car agar memudahkan analisis apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dengan demikian analisis melalui TAA (Traffic Accident Analysis) akan jauh makin cepat dan akurat karena ada perekam internal dalam bus yang langsung merekam semua kejadian sebelum, sesaat dan sesudah terjadi. Mirip2 VAR dalam sepakbola, bus umum harus dilengkapi DVR-Car. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB sekaligus Pembina & Penasehat beberapa Organisasi Otomotif seperti PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia), Mercedes-Benz dan TBN (Touring Bela Negara).
There is no ads to display, Please add some