Oleh: Juan Felix Kristiadi
beritabernas.com – Tinta penaku akan meninggalkan sejarah untuk selalu dikenang dan meninggalkan jejak yang bisa mendobrak pikiran para pembacanya. Dalam tulisan ini, yang akan kusebar adalah tinta-tinta yang mengobarkan semangat rakyat dalam memperjuangkan keadilan bagi kemaslahatan bersama. Tintaku ini kelak akan membawa semangat perubahan bagi masyarakat yang tertindas.
Janganlah kalian berpikir, bahwa tinta pena yang dimaksud hanya tulisan-tulisan ilmiah, berita dan sejenisnya. Namun, cerita fiksi pun, baik itu dari cerita rakyat maupun novel, bisa menjadi pegangan. Sebagai contoh, novel George Orwell Animal Farm. Novel ini merupakan tinta pena sang pengarang terkait bagaimana revolusi yang diagung-agungkan guna menjatuhkan kekuasaan tirani dilaksanakan dan justru menjadi siklus akan terbentuknya kekuasaan tirani yang baru.
Sahabat-sahabat pemikir, betapa gusarnya diriku akan cara-cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghilangkan pengaruh para pemikir hebat yang ada di negaraku tercinta. Baru-baru ini, kebebasan pers terancam dimana para pemimpin yang berkuasa bermaksud untuk menyirnakan pikiran-pikiran rakyat yang berusaha untuk memperbaiki negara Indonesia. Ini sangat miris. Karena tinta-tinta pena yang dikemukakan oleh setiap pemikir di tanah tercinta akan lenyap dan setiap kita seperti domba yang dipaksa untuk mengikuti apa kata gembalanya tanpa melakukan perlawanan.
BACA JUGA:
- Hak Publik Mendapatkan Informasi dan Ancaman Terhadap Kebebasan Berpendapat
- Kejahatan Lebih Cepat dari yang Kita Kira
- Negara yang Besar Ini Mau Dibawa Kemana?
Media pers seperti Tempo mendapat kiriman kepala babi beserta 6 ekor tikus. Aparat negara yang seharusnya melindungi kebebasan pers justru terkesan acuh tak acuh terhadap serangan teror pada media Tempo. Padahal kebebasan untuk mengeluarkan pendapat sudah diatur dan dilindungi UUD NRI 1945 Pasal 28 yang berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi menanggapi kiriman kepala babi ini dengan mengatakan: “Sudah dimasak saja”. Secara tersirat, hal ini menunjukkan ketidakpedulian pemerintah dalam menangani permasalahan teror terhadap media Tempo. Pemerintah terkesan mengabaikan semangat reformasi 1998 sehingga kepercayaan rakyat terhadap pemerintah berkurang.
Alhasil, semangat reformasi yang digaung-gaungkan telah hilang karena sindrom kekuasaan para elit dalam pemerintahan tidak menyukai adanya oposisi. Mereka menganggap pemikir-pemikir yang tinta penanya berlawanan dengan kepentingan pemerintah pantas untuk dilenyapkan.
Ingat, sahabat-sahabat pemikirku. Ketika dalam benak ingin membubarkan NKRI, saya ingatkan agar, janganlah merusak persatuan bangsa yang sudah dibangun oleh para founding father tahun 1945, karena mereka telah membuat pondasi agar kita menjadi negara yang satu meskipun budaya berbeda-beda. Alhasil, dari negara Indonesia kita bisa bertemu dengan para pemikir hebat dari Sabang sampai Merauke.
Oleh karena itu, selaku pemikir-pemikir yang hebat, janganlah pasrah akan keadaan negara kita sekarang ini. Ingat, bahwa tinta-tinta pena yang kalian keluarkan dan sebar di media massa merupakan mukjizat bagi rakyat kecil. Janganlah kalian berkecil hati, tapi gunakanlah tinta kalian untuk memberitakan sejarah kita dan tunjukka perlawanan karena tinta pena kita adalah harapan bagi generasi mendatang. (Juan Felix Kristiadi, Mahasiswa FH UAJY)