beritabernas.com – Untuk menjadi pemimpin nasional di masa depan, tidak mudah mengingat tantangan dan ancamannya lebih kompleks dibanding sekarang. Karena itu,untuk menjadi pemimpin Indonesia di masa harus memenuhi syarat dan kriteria tertentu.
Dengan demikian, tidak semua warga negara bisa menjadi pemimpin negara ini meski setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama.
Lantas apa syarat dan kriteria untuk menjadi pemimpin Indonesia di masa depan? Menurut AM Putut Prabantoro, Tenaga Ahli Profesional (Taprof) Bidang Ideologi Lemhannas RI, syarat pertama menjadi pemimpin masa depan dan harus dipenuhi adalah sehat jasmani, rohani dan ideologi.
Namun ketiga syarat itu belum cukup dan harus disempurnakan. Syarat kedua bagi pemimpin masa depan Indonesia adalah harus cerdas, berkepribadian Pancasila serta visioner. Sebab, untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman masa depan yang sangat kompleks, pemimpin masa depan Indonesia harus berpegang pada tiga pilar, sebagaimana yang diungkapkan oleh Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto. Ketiga pilar itu adalah mutlak berbasis kebangsaan, memiliki wawasan geopolitik serta berpikir dan bertindak secara strategis.
“Pada tahun 2045, Ibu Kota Nusantara telah menjadi smart city sehingga IKN akan memengaruhi kota-kota lain di Indonesia dan berlomba menjadi smart cities lainnnya. Ibu Kota Nusantara diharapkan akan mengubah cara berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku masyarakat Indonesia. Bersamaan dengan itu, penggunaan artificial intelligence dalam kehidupan masyarakat Indonesia akan semakin biasa. Namun hal ini memunculkan berbagai tantangan dan ancaman dalam konteks Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara,“ kata AM Putut Prabantoro di hadapan 220 mahasiswa baru Indonesia Banking School di Jakarta, Selasa 5 September 2023.
Dengan materi berjudul Bela Negara Dan Tantangan Pemimpin Masa Depan Indonesia, Putut Prabantoro menegaskan bahwa dalam 22 tahun lagi ke-220 mahasiswa baru tersebut akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Pada saat itu, mereka menginjak usia 40 tahun pada tahun 2045, tahun emas kemerdekaan Indonesia.
Menurut Putut Prabantoro, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informatika seharusnya tidak menggeser atau bahkan menghapus nilai-nilai luhur Pancasila. Fenomena di medsos terkait sikap permisif terhadap nilai-nilai perilaku yang tidak sesuai dengan Pancasila telah terjadi pada saat sekarang.
Dikatakan, kemajuan di bidang artificial intelligence dalam kehidupan masyarakat Indonesia hendaknya juga diantisipasi dampak negatifnya. Indonesia tidak dapat menghindarkan diri tetapi juga tidak bisa larut. Sila-sila Pancasila harus semakin tampak dalam penggunaan artificial intelligence di berbagai bidang. Dan itu tergantung pada pemimpin masa depan Indonesia.
Karena itu, Pancasila sebagai ideologi, dasar negara ataupun falsafah kehidupan bangsa harus semakin dirasakan nilai-nilainya pada masa itu. Pancasila tidak hanya sebatas pada pemahaman saja. Nilai-nilai luhur Pancasila harus berbentuk, berwujud dan berketahanan. “Apakah robot perlu berideologi?” pancing Putut Prabantoro kepada para peserta.
BACA JUGA:
- AM Putut Prabantoro: Akademisi Perlu Melihat Ancaman dengan Paradigma Baru
- Kaum Muda Indonesia Harus Menyuarakan Perdamaian
- Anita Suherman: Kecantikan Itu Kodrat
Dikatakan, ancaman terhadap bangsa dan negara Indonesia sangat kompleks. Ancaman itu bersifat militer ataupun nonmiliter, fisik dan nonfisik (siber), menyerang ketahanan dan kedaulatan ekonomi, budaya, ideologi, baik dari dalam ataupun luar negeri. Ancaman ini akan sangat mudah menghancurkan Indonesia jika kelemahan mental dan kepribadian bangsa Indonesia tidak diatasi.
Kelemahan mental yang dimaksud sebagaimana diungkapkan Guru Besar Universitas Indonesia, Koentjaraningrat dan budayawan Muchtar Lubis. Kelemahan mental bangsa Indonesia inilah yang sebenarnya, menurut Putut Prabantoro, memberikan peluang tumbuhnya radikalisme, terorisme, kekerasan ekstrem ataupun intoleransi yang sangat bertentangan dengan Pancasila.
Sehat ideologi yang merupakan syarat utama bagi pemimpin masa depan Indonesia, bagi Taprof Lemhannas RI itu, harus diawali dengan membangun sikap dan semangat kehormatan bagi simbol-simbol kenegaraan. Simbol-simbol negara itu antara lain diwujudkan dalam bentuk bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan. Keempat simbol ini merupakan wujud dari persatuan, kedaulatan, kehormatan, kebangsaan dan keberagaman.
“Bela negara dimulai dari diri kalian. Bangunlah sikap hormat terhadap bendera, bahasa, lambing negara serta lagu kebangsaan Indonesia. Jika ini sudah bisa dilakukan, bela negara akan diberikan dalam tingkatan yang lebih tinggi. Sikap hormat itu adalah salah satu ukuran untuk melihat seberapa tinggi cinta kalian kepada bangsa, negara dan tanah air Indonesia,“ kata Putut Prabantoro. (lip)
There is no ads to display, Please add some