Pengaturan Batas Maksimum Suku Bunga Pinjol untuk Membedakan Pinjaman Online Legal dan Ilegal

beritabernas.com – Pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman online (Pinjol)/pinjaman daring (Pindar) oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI. Hal ini juga merupakan arahan OJK pada saat itu.

Selain itu, pengaturan batas maksimum suku bunga pinjol juga sebagai upaya untuk memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online (Pinjol) legal dengan yang ilegal.

Hal itu ditegaskan oleh Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, seperti dikutip M Ismail Riyadi, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, dalam rilis yang dikirim kepada media termasuk beritabernas.com, Selasa 20 Mei 2025.

Dalam ketentuan itu, AFPI menetapkan batas maksimum suku bunga pinjol yakni untuk tenor kurang dari 6 bulan bagi pinjaman yang bersifat konsumtif maksimal 0,3 persen per hari. Sedangkan untuk pinjaman yang bersifat produktif dengan jenis usaha mikro dan ultra mikro sebesar 0,275 persen per hari dan untuk jenis kecil dan menengah 0,1 persen per hari.

BACA JUGA:

Sedangkan suku bunga pinjaman dengan tenor lebih dari 6 bulan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif sebesar 0,2 persen per hari dan yang bersifat produktif dengan jenis usaha mikro dan ultra mikro sebesar 0,1 persen per hari serta usaha kecil dan menengah sebesar 0,1 persen per hari.

“Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK akan melakukan langkah penegakan kepatuhan (enforcement), termasuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap penetapan batasan manfaat ekonomi dengan memperhatikan kondisi perekonomian, kondisi industri LPBBTI/Pindar, dan kemampuan masyarakat luas,” tegas Agusman.

Penegasan itu disampaikan Agusman setelah mencermati dan menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 5 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang dugaan pelanggaran kartel suku bunga pada industri Pindar.

Menurut Agusman, sesuai Pasal 84 POJK 40 tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, antara lain mengatur bahwa asosiasi (AFPI) berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan Ppnyelenggara dan membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat.

Dalam kaitan ini, AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi.

“Pengaturan terkait batasan maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) dimaksud merupakan hal-hal yang sangat diperlukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi dan dalam rangka menjaga integritas industri LPBBTI/Pindar,” kata Agusman. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *