beritabernas.com – Anggota Dewan Perkawilan Daerah (DPD) RI Dapil DIY RA Yashinta Sekarwangi Mega mengatakan berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah transaksi judi online (Judol) mencapai 39.818.000 transaksi. Sementara hingga akhir tahun 2025, perputaran uang diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun.
Menurut RA Yashinta Sekarwangi Mega, yang lebih mirisnya adalah banyak anak muda yang terjerat lingkaran Judol ini. Ia menyebut data jumlah deposit berdasarkan umur tahun 10-16 tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Kemudian usia 17-19 tahun lebih dari Rp 47,9 miliar. Selanjutnya usia 31-40 tahun lebih dari Rp 2,5 triliun.
“Realita hari ini menjadi tantangan bersama. Judi online itu bagaikan rayuan manis diawal, namun berujung pahit diakhir. Semua golongan bisa kena,” kata Yashinta dikutip beritabernas.com dari jogpaper.net dalam pada Seminar & Awarding Ajang Kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Antariksa) 2025 di Hall Baroroh Baried Universitas ‘Asyiyah (Unisa) Yogyakarta, Sabtu 19 Juli 2025. Seminar yang diikuti mahasiswa ini mengangkat tema Stop Clicking, Start Living.
RA Yashinta memberikan contoh berbagai tindak kriminal yang dipicu karena lilitan utang dampak judi online. Sebagai anggota DPD RI, Yashinta menyebut pihaknya berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (OJK DIY) untuk mendukung pencegahan judi online.
BACA JUGA:
- Skema Bisnis Terindikasi Penipuan, Satgas PASTI Hentikan Usaha yang Mencatut Nama Omnicom Group
- Taprof Lemhannas RI AM Putut Prabantoro: Waspadai Munculnya Mental FOMO
- Pemuda Katolik Dukung Satgas Pemerintah Berantas Judi Online
Menurut Yashinta, salah satu hal yang penting adalah peningkatan literasi digital terhadap generasi muda. Peningkatan literasi digital bisa dilakukan dengan basis komunitas, maupun mendorong keterlibatan keluarga dan lingkungan. “Jadi di lingkaran pertemanan harus saling mengingatkan. Di lingkungan keluarga teman-teman juga bisa saling mengingatkan,” kata Yashinta.
Empat siklus adiksi judi
Psikolog RSIY PDHI Yogyakarta Cania Mutia pada forum yang sama mengungkapkan Judol saat ini seperti fenomena gunung es. Mungkin kelihatan sedikit, tapi sangat banyak. Mati satu tumbuh seribu. “Judol Pinjol ini masalah pengenalan diri,” kata Cania.
Cania mengungkapkan setidaknya ada 4 siklus adiksi judi. Pertama, winning phase yang merupakan kemenangan awal memberi euforia dan keyakinan berlebih. Kedua, losing phase yaitu kekalahan memicu keinginan balas dendam. Ketiga, desperation phase, kecanduan berat, penjudi semakin terjerat. Keempat, giving up phase, yakni kesadaran akan dampak, mencari bantuan atau semakin terpuruk. Kesadaran gara-gara harta habis atau ditangkap polisi.
Menurut Cania, perjudian termasuk gangguan adiktif mirip dengan orang yang kecanduan zat Narkoba. Judi menyebabkan gejala psikologis yang disebut gambling disorders berupa gangguan emosi dan perilaku, dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan mental serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Karena itu, Cania menyarankan agar generasi muda bisa membangun ketahanan diri mulai dari membuat rencana keuangan, melakukan refleksi diri, mengenali pemicu yang membuat ingin berjudi. Selain itu, mengelola stres dengan cara yang lebih sehat.
“Bangun dukungan sosial yang kuat, batasi dan hapus akses ke situs judi online. Temukan hobi dan aktivitas pengganti,” kata Cania.
Jangan muda tergiur keuntungan besar
Sementara Susana Diah Kusumaningrum, Asisten Direktur Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Pelindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY mengingatkan agar masyarakat jangan mudah tergiur keuntungan besar dalam waktu singkat dari judi online (Judol). Karena itu, masyarakat harus menghindari Judol.
Menurut Susana Diah Kusumaningrum, OJK mengambil peran untuk mengatur sektor jasa keuangan, mengawasi sektor jasa keuangan. Selain itu, OJK juga melindungi kepercayaan konsumen dan/atau masyarakat. “Saya mengimbau agar masyarakat menghindari Judol. Hati-hati banget jangan tergiur. Sejauh saya tahu, belum ada yang jadi kaya karena judol,” kata Susana.
Pada kesempatan itu, Susana juga memberikan edukasi seputar keuangan, mulai dari kehati-hatian untuk investasi, memahami pinjaman online (Pinjol) legal dan ilegal dan mengenali berbagai modus penipuan.
Dikatakan, Judol kerap bertautan dengan pinjaman online (Pinjol). Ini terbukti, tidak sedikit masyarakat yang terbelenggu pada Pinjol ilegal. Pinjol ilegal juga bisa membahayakan masyarakat. “Salah satunya Pinjol ilegal membebankan bunga dan denda yang tidak terbatas,” kata Susana. (lip)
There is no ads to display, Please add some