Agrowisata Embung Cangkring, Obyek Wisata Eksotik di Kebumen

beritabernas.com – Agrowisata Embung Cangkring di Dukuh Pekacangan, Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, salah satu destinasi wisata potensial di Kabupaten Kebumen. Agrowisata yang berada di perbatasan Kebumen-Wonosobo, Jawa Tengah ini memiliki panorama yang indah dan pemandangan yang sangat eksotik.

Embung Cangkring memiliki keindahan panorama barisan bukit antara Wonosobo dan Kebumen yang termasuk dalam gugusan Geopark Karangsambung dan Karangbolong. Embung Cangkring merupakan agrowisata yang berada di atas perbukitan dengan ketinggian 223-300 meter di atas permukaan air laut (Mdpl). Perbukitan ini memanjang dari barat ke timur, berada di antara dua lembah yang dialiri dua sungai yaitu Sungai Luk Ulo di bagian utara dan Sungai Cangkring di bagian selatan. 

Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Foto: prasetyo

“Pemandangan yang disajikan sangat eksotik. Di sekitar embung terdapat sentra buah-buahan. Jika cuaca cerah, terlihat Gunung Sumbing dan Sindoro yang gagah berdiri di arah timur dari embung yang berjarak 34 km dari Kota Kebumen,” kata Sukimin, Kepada Desa Cangkring Sukimin.

Dalam proses merintis Agrowisata Embung Cangring, keterlibatan masyarakat berperan penting, karena sumberdaya masyarakat dan ekonomi, keunikan tradisi dan budaya merupakan unsur penggerak utama bagi pengembangan di desa wisata. 

“Kami punya lahan dan komoditas unggulan berupa Durian Montong dan Bawor, jagung dan kencur dengan sistem tumpang sari. Bahkan ketika panen durian sekitar bulan Desember sampai Februari bisa dijadikan event destinasi agrowisata yang unik dan menarik,” kata Sukimin.

Untuk mengembangkan agrowisata Cangkring, Sukimin mengaku sangat membutuhkan kerjasama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini Unsoed. Melalui Unsoed, diharapkan program-program  pemberdayaan yang dikembangkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Cangkring sebagai desa wisata berkembang. 

BACA JUGA:

Perjalanan Desa Cangkring sebagai desa wisata diawali tahun 2012 dengan adanya pembangunan embung mini berukuran 30 meter x 90 meter. Pembangunan embung mini sebagai tempat wisata ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini mengingat tingkat perekonomian masyarakat Desa Cangkring, saat itu, relatif rendah. Keadaan ini tak lepas dari kondisi geografis desa yang terpencil, akses jalan masuk dan keluar sulit, dan lahan yang kurang subur.  

Seiring perjalanan waktu, keberadaan embung mini sebagai tempat wisata terus berkembang. Yang berwisata ke sini, tidak hanya dari wilayah Kabumen dan Wonosobo sekitarnya, namun dari wilayah lain, khususnya dari kota-kota Jateng, juga mulai berdatangan. Semangat gotong royong warga pun terus tumbuh, karena tingkat kesejahteraan secara perlahan mulai meningkat.. 

Wisatawan sedang asyik menikmati bebek genjot di Embung Cangkring. Foto: prasetyo

Didukung adanya bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (PNPM MP3KI) ahun 2014, akhirnya melalui Musyawarah Antar Desa (MAD), warga menyepakati  mengubah lahan yang semula lahan tidur karena kurang subur  menjadi pekebunan durian. Saat ini ada 10 hektar kebun durian di sekitar Embung Cangkring dan jika panen raya menjadi incaran para pemburu buah durian. 

Kini, Embung Cangkring dengan hawa udaranya yang sejuk dan banyak pepohonan rindang di sekitarnya, cocok sebagai tempat berlibur. Tiket masuk Rp 5.000 per orang. Di sini ada gazebo yang baru dibangun, menara pandang, tempat berolahraga untuk sekadar jogging maupun jalan sehat, spot foto, mushala dan toilet. Selain itu, ada bebek genjot, yang bisa dikayuh pengunjung keliling embung sambil menikmati panorama perbukitan dengan hanya membayar Rp 10.000.

“Agrowisata Embung Cangkring cocok untuk wisata keluarga maupun komunitas. Kita bisa sekadar olah raga jogging dan senam pada pagi hari, lalu makan bersama maupun menikmati makanan khas. Untuk komunitas, bisa juga menggelar permainan-permainan, karena arealnya luas,” ujar Kresdahana, mahasiswa Magister Penyuluhan Kresdahana yang juga warga dari Desa Kembaran, Kecamatan Kebumen ini. (prasetyo)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *