TPF Unsoed Kaji Potensi Agrowisata Embung Cangkring Kebumen

beritabernas.com – Selama dua hari, Sabtu-Minggu 22-23 Juli 2023, Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF Unsoed) melakukan kajian terhadap potensi agrowisata yang berada di perbatasan Kebumen-Wonosobo, Jawa Tengah.

Agrowisata Embung Cangkring yang berada di Dukuh Pekacangan, Desa Cangkring, Kecamatan Sadang,  merupakan salah satu destinasi wisata potensial di Kabupaten Kebumen. Embung ini memiliki keindahan panorama barisan bukit antara Wonosobo dan Kebumen yang termasuk dalam gugusan Geopark Karangsambung dan Karangbolong.  

Ketua TPF Unsoed Dr Adhi Iman Sulaiman S.IP M.Si mengemukakan, kajian dilakukan untuk merancang strategi revitalisasi pengembangan agrowisata berbasis kearifan lokal dengan pemberdayaan masyarakat.  Hal ini selaras dengan visi Unsoed sebagai pusat pengembangan sumber daya pedesaan dan kearifan lokal, dengan salah satu misinya menjalin kerjasama dengan mitra untuk meningkatkan kemandirian dan  partisipasi  masyarakat.

Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Foto: prasetyo

“Untuk itu, kami berusaha membantu mengembangkan agrowisata embung Cangkring di desa wisata Cangkring ini menjadi destinasi wisata unggulan di Kebumen, agar memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar dan Pemkab Kebumen,” ujar Adhi Iman Sulaiman yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed saat ditemui di lokasi penelitian di Desa Cangkring, Kebumen, Minggu 23 Juli 2023.

Dengan dibantu 10 mahasiswa S1 dan S2 Unsoed, TPF Unsoed melakukan observasi, wawancara, menganalisis dokumen dan menyebarkan angket kepada 30 masyarakat sekitar yang menjadi pengelola, pedagang dan pengunjung. Penyebaran  angket untuk mengidentifikasi sejauhmana perkembangan agrowisata Embung Camgkring dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengeloaan sesuai dengan pendekatan Community Based Tourism (CBT). 

“Kategori CBT terdiri dari aspek lingkungan, budaya,sosial, ekonomi dan partisipasi masyarakat,” kata Adhi Iman yang sering melakukan riset dengan obyek agrowisata ini. 

Sebelumnya, TPF Unsoed melakukan kajian serupa ke agrowisata Kaligua Brebes, agrowisata perkebunan teh Tambi di Wonosobo dan pekan depan ke agrowisata kebun teh Pagilaran di Batang dan agrowisata Gunungsari Kopeng, Kabupaten Semarang. 

Embung Cangkring merupakan agrowisata yang berada di atas perbukitan dengan ketinggian 223-300 meter di atas permukaan air laut (Mdpl). Perbukitan ini memanjang dari barat ke timur, berada di antara dua lembah yang dialiri dua sungai yaitu Sungai Luk Ulo dibagian utara dan Sungai Cangkring di bagian selatan. 

Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Foto: prasetyo

Pemandangan yang disajikan sangat eksotik. Di sekitar embung terdapat sentra buah-buahan. Jika cuaca cerah, terlihat Gunung Sumbing dan Sindoro yang gagah berdiri di arah timur dari embung yang berjarak 34 km dari Kota Kebumen ini.

Perjalanan Desa Cangkring sebagai desa wisata, diawali pada tahun 2012 adanya pembangunan embung mini berukuran 30 meter x 90 meter. Pembangunan embung mini sebagai tempat wisata ini untuk meningkatkan kesejahteraan  masyarakat setempat. Ini mengingat, tingkat perekonomian masyarakat  Desa Cangkring, saat itu, relatif rendah. Keadaan ini tak lepas dari kondisi geografis desa yang terpencil, akses jalan masuk dan keluar sulit, dan lahan yang kurang subur.  

Desa Cangkring memiliki luas wilayah 529,24 hektar dengan komposisi  lahan sawah 156 hektar, ladang 143 hektar, perkebunan 41 hektar, hutan 114 hektar, lahan lainnya 56 ha dan tanah kas desa 13 hektar.

Partisipasi masyarakat

Kepada Desa Cangkring Sukimin (48) mengatakan, dalam proses merintis Agrowisata Embung Cangring, keterlibatan masyarakat berperan penting, karena sumberdaya masyarakat dan ekonomi, keunikan tradisi dan budaya merupakan unsur penggerak utama bagi pengembangan di desa wisata. 

“Kami punya lahan dan komoditas unggulan berupa Durian Montong dan Bawor, jagung dan kencur dengan sistem tumpang sari. Bahkan ketika panen Durian sekitar bulan Desember sampai Februari bisa dijadikan event destinasi agrowisata yang unik dan menarik,” katanya.  

Untuk mengembangkan agrowisata Cangkring, Sukimin mengaku sangat membutuhkan kerjasama dengan  perguruan tinggi , dalam hal ini Unsoed. Melalui Unsoed, diharapkan  program-program  pemberdayaan yang dikembangkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Cangkring sebagai desa wisata berkembang. 

BACA JUGA:

“Kami juga butuh kerjasama dengan media atau jurnalis  untuk membantu promosi Embung Cangkring,” ujar Sukimin.

Seiring perjalanan waktu, keberadaan embung mini sebagai tempat wisata terus berkembang. Yang berwisata ke sini, tidak hanya dari wilayah Kabumen dan Wonosobo sekitarnya, namun dari wilayah lain, khususnya dari kota-kota Jateng juga mulai berdatangan. Semangat gotong royong warga pun terus tumbuh, karena tingkat kesejahteraan secara perlahan mulai meningkat.. 

Didukung adanya  bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Masterplan Percepatan dan Perluasan pengurangan kemiskinan Indonesia (PNPM MP3KI) pada tahun 2014, akhirnya melalui Musyawarah Antar Desa (MAD), warga menyepakati  mengubah lahan yang semula lahan tidur karena kurang subur  menjadi pekebunan durian. Saat ini ada 10 hektar kebun durian di sekitar Embung Cangkring, dan jika panen raya menjadi incaran para pemburu buah durian. 

Kini, Embung Cangkring dengan hawa udaranya yang sejuk dan banyak pepohonan rindang di sekitarnya, cocok sebagai tempat berlibur. Tiket masuk Rp .5000 per orang. Di sini ada gazebo yang baru dibangun, menara pandang, tempat berolah raga untuk sekadar jogging maupun jalan sehat, spot foto, mushala dan toilet. Selain itu ada bebek genjot yang bisa dikayuh pengunjung keliling embung sambil menikmati panorama perbukitan dengan hanya membayar Rp 10.000.

“Agrowisata Embung Cangkring cocok untuk wisata keluarga maupun komunitas. Kita bisa sekadar olahraga jogging dan senam pada pagi hari, lalu makan bersama maupun menikmati makanan khas. Untuk komunitas, bisa juga menggelar permainan-permainan, karena arealnya luas,” ujar Kresdahana, mahasiswa Magister Penyuluhan Kresdahana (41 tahun) yang juga warga dari Desa Kembaran Kecamatan Kebumen ini.

Makanan khas

Sekretaris Desa Cangkring Sumisno menambahkan, jika akan menikmati makanan khas di sini, yakni nasi oyek, oseng ikan wader (ikan kecil-kecil) dan lodheh ares (bagian dalam gedebog pisang, red) atau sayur Pucung, sebaiknya H-1 pesan terlebih dulu ke pengelola, silakan hubungi nomor HP 0852 1322 6625. Silakan pesan juga atraksi budaya apa yang ingin ditampilkan , Kami siap melayani. Harganya sangat terjangkau,” kata Sumisno.

“Di sini tidak ada warung, jadi kalau mau makan makanan khas sini, bisa hubungi terlebih dulu. Setelah pesan, baru dimasakkan,”  ujarnya.

Lebih dari itu, daya tarik Embung Cangkring yakni adanya atraksi budaya lokal yakni Hadroh  dan Kuda Lumping.

Salah satu pengelola Embung Cangkring, Davikin (22) yang dihubungi terpisah mengatakan, jumlah kunjungan ke Embung Cangring setelah Pandemi Covid-19 pada  tahun 2023 ini rata-rata sekitar 500 orang per minggu atau meningkat jika dibandung tahun 2022. 

“Pada libur lebaran dan sesudahnya, yakni libur anak sekolah, dan juga pada liburan tahun baru, jumlah pengunjung ke sini semakin ramai,” ujar Davikin.

Imel (19), mahasiswi jurusan Pendidikan Anak Usia Dinbi (PAUD) dari Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen yang sedang survey perencanaan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bersama kelompoknya, senang berkunjung ke Embung Cangkring.

Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF Unsoed) yang diketuai Dr Adhi Iman Sulaiman, SIP. M.Si (nomor empat dari kiri) bersama tim dan kolega. Foto: prasetyo

“Meski sebagai warga Kebumen, ini kali pertama saya ke sini. Wow pemandangannya luar biasa bagus banget. Bukan hanya untuk refreshing wisata, tetapi jika pagi hari bisa untuk kegiatan olahraga, termasuk jadi lokasi kegiatan penyuluhan dan permainan sambil menikmati panorama yang embung dan perbukitan yang indah,” katanya.

Pada bagian lain Ketua TPF Unsoed Dr Adhi Iman Sulaiman mengaku optimis Embung Cangkring ke depan akan  berkembang pesat. Asalkan ada kerjasama yang baik antara Pemerintah Desa Cangkring, Pemkab Kebumen, perguruan tinggi dan jurnalis dari berbagai media. “Manajemen pengelolaan pariwisata juga perlu pembenahan, agar pengunjung mendapatkan pelayanan prima dari pengelola wisata,” saran Adhi Iman.

Menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, perjalanan dari Kota Kebumen sekitar 34,2 km melalui daerah Pejagoan dan Banioro. Mulai  ulan Juli 2023 ini, jalan lewat jalur ini sedang ada pengecoran.  Untuk itu, bisa ditempuh melalui jalan lain, yakni melalui  Terminal Bus Mendolo Wonosobo.

Dari Terminal Mendolo kurang lebih  41,4 Km dengan akses jalan yang bagus beraspal,  dilanjut jalan beton sekitar 15 Km sampai Embung Cangkring. Sepanjang perjalanan, kita  harus  tetap berhati-hati,  karena ada penyempitan jalan jika mobil berpapasan. (prasetyo)

01.

02.Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman  (TPF Unsoed) yang diketuai Dr Adhi Iman Sulaiman, SIP. M.Si (nomor empat dari kiri)  bersama tim dan kolega

3.Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. 

04.Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. 

05.Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. 

06.Wisatawan sedang asyik menikmati bebek genjot di Embung Cangkring .


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *