Butuh Political Will Pemerintah Agar Batik Sokaraja Tetap Lestari

beritabernas.com – Dosen Fisip Unsoed Dr Adhi Iman Sulaiman SIP MSi mengatakan, dari hasil risetnya yang sudah dilaksanakan sekitar 4 tahun dari tahun 2018 sampai 2022, umumnya generasi membatik menjadi keprihatinan.

“Pasalnya, generasi muda lebih cenderung menginginkan kerja seperti di sektor formal menjadi karyawan atau kantoran. Karena menjadi pembatik dinilai kurang prospektif,” ujar Dr Adhi Iman ketika dimintai tanggapan tentang nasib perajin batik di Sokaraja, kemarin.

Pemilik batik R Sokaraja Heru Santosa (kanan) menjelaskan pada mahasiswa Unsoed tentang sejarah dan proses pembuatan batik. Foto: prasetyo

Menurut Adhi Iman yang selalu melaksanakan riset pemberdayaan tentang membatik ketika ditemui secara terpisah di Kampus Fisip Unsoed, kondisi para pembatik yang ada sekarang sudah berada di usia senja yang bukan lagi katagori usia produktif. 

Baca juga: Batik Sokaraja, Hidup Segan Mati Tak Mau

“Hal ini membutuhkan perhatian semua pihak seperti political will dari Pemerintah Kabupaten Banyumas,”  ujar Adhi Iman Sulaiman.  

Political will atau kemauan politik berupa kebijakan yang mendukung itu, di antaranya  menetapkan seragam batik semua lembaga pendidikan mulai dasar sampai perguruan tinggi, pegawai negeri atau pemerintahan dari desa sampai kabupaten, termasuk pihak swasta untuk membeli batik tulis, batik kombinasi dan batik cap kepada pengrajin batik lokal

Kemudian kebijakan untuk memasukkan materi pelajaran membatik sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah sedini mungkin, semisal di tingkat SD atau SMP sudah belajar mendesain batik dengan media kertas dan cat lukis.

Koleksi batik R Sokaraja yang siap dipasarkan. Foto: Prasetyo

“Pada tingkat SMA atau SMK sudah mulai membuat desain motif batik secara manual dan digital, teknik membatik sampai pewarnaan kimia dan pewarna alami,” saran Adhi Iman. 

Adhi Iman juga menyarankan, jangan lupa membuat kemitraan antara pihak sekolah dengan para perajin batik sebagai ahli atau praktisi untuk dijadikan instruktur batik di sekolah dengan honorarium yang ditetapkan oleh dinas pendidikan. 

“Kemudian rumah produksi pembatik dijadikan tempat praktikum dan magang untuk membatik para siswa,” ujarnya.  

Nurul Atika, seorang model dan pelanggan setia batik R Sokaraja

Untuk melestarikan batik, Adhi Iman yang sering melakukan riset tentang batik ini, mendukung  adanya event pameran dan fashion show batik di sekolah-sekolah dan hari besar daerah atau nasional. 

“Termasuk pihak perguruan tinggi melaksanakan riset dan pemberdayaan generasi muda, dan ikut membantu promosi pemasaran produk batik sebagai bentuk partisipasi dalam mendukung pelestarian dan pengembangan batik,“ ujar Adhi Iman. 

Melalui semua kegiatan itu, Adhi Iman berharap, batik bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata tetapi tanggungjawab semua warga masyaraat untuk ikut melestarikannya. (prasetyo)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *