beritabernas.com – Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu menyebut Indonesia saat ini mengalami krisis demokrasi. Hal ini terjadi karena hilangnya kompas moral yang selama ini membimbing para pemimpin dan masyarakat untuk menentukan kebijakan dengan bijaksana.
Bahkan terjadi demoralisasi secara luas dalam kehidupan sosial masyarakat yang diikuti dengan depolitisasi masyarakat dan hilangnya oposisi politik yang kuat membuat sendi-sendi demokrasi Indonesia menjadi guncang.
Para pakar menyampaikan pendapat dan penilaian itu dalam tulisan mereka dalam buku Islam Indonesia 2024 yang diterbitkan Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada, Yayasan Badan Wakaf UII. Para pakar menyampaikan pokok-pokok pikirannya dalam tulisan yang dimuat dalam buku tersebut dalam acara peluncuran buku tersebut di Auditorium Gedung Yayasan Badan Wakaf UII Lantai 3 Jalan Cik Di Tiro Nomor 1 Yogyakarta, Senin 20 Mei 2024.
Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia S.IP MA, Dosen DPP Fisipol UGM, salah satu penulis buku tersebut, mengatakan, Pemilu 2024 merupakan salah satu pertanda kuat bahwa Indonesia mengalami kemunduran demokrasi.
Salah satu alasan penting yang menyebabkan kemunduran demokrasi, menurut Alfath Bagus Panuntun, karena hilangnya kompas moral yang selama ini membimbing para pemimpin dan masyarakat.
“Kompas moral (moral compass) adalah suara hati yang memandu kita mengenai apakah suatu tindakan itu benar atau salah ketika dihadapkan pada situasi tertentu,” kata Alfafth Bagus Panuntun mengutip Bennet, 1995 dalam acara perilisan buku Islam Indonesia 2024 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Senin 20 Mei 2024 tersebut.
Dikatakan, ada kekuasaan yang gamang terhadap nilai-nilai dasar republik yang membuatnya sebatas pengabdi pasar, sementara kedaulatan rakyat dipinggirkan. Sehingga konsensus jahat bagi-bagi kekuasaan, kebal terhadap kontrol publik dan melemahkan kekuatan oposisi menjadi tabiat.
BACA JUGA:
- Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada YBW UII Dorong Peningkatan Literasi Lewat Pameran
- Media Mau Dibungkam, Apakah Pakar dan Masyarakat Diam?
“Inilah yang sedang kita alami sebagai bangsa yakni kehilangan kompas moral,” tegas Alfath Bagus Panuntun.
Dikatakan, aturan dan tradisi tidak tertulis sangat penting bagi demokrasi yang sehat. Namun, ketika para pemimpin mengabaikan norma-norma maka hal itu akan melemahkan institusi demokrasi. Karena itu, norma sangat penting sebagai kompas moral bagi para pemimpin dan masyarakat.
“Perpecahan yang mendalam antarkelompok politik dapat mempersulit kompromi dan menciptakan lahan subur bagi kemunduran demokrasi,” kata dosen muda Fisip UGM ini.
Neo Orde Baru
Sementara Eko Prasetyo yang ikut menulis dalam buku tersebut mengatakan, kemunduran demokrasi di Indonesia akan berujung pada munculnya neo Orde Baru.
Menurut Eko Prasetyo, beragam peristiwa mengindikasikan bahwa neo Orde Baru sudah muncul dan berkuasa, seperti adanya persekusi terhadap aktivis hak asasi manusia yang dimulai dengan aksi teror dan intimidasi yang dilakukan secara berkelanjutan oleh kaki tangan penguasa, baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi.
Neo Orde Baru, menurut Eko Prasetyo, juga ditunjukkan dengan adanya upaya untuk memutihkan semua proyek strategis nasional yang bersifat kontroversial dan memicu konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat.
“Ketiadaan dialog yang dilandaskan pada keinginan untuk menanamkan semangat demokrasi membuat pemerintah menjadi mudah untuk menekan semua elemen yang dianggap mengganggu ‘pembangunan.’ Dalam hal ini demokrasi menjadi sesuatu yang dapat dikorbankan untuk membuka jalan pada bisnis dan laba yang dianggap lebih penting dari kemerdekaan berpolitik dan berekspresi,” kata Eko Prasetyo dikutip beritabernas.com dari Executive Summary buku Islam Indonesia 2024. (lip)
There is no ads to display, Please add some