beritabernas.com – Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama, cerita dan kenangan. Nama dan cerita itu pula yang ditinggalkan Sartana S.PAK MPd, Kepala SMA BOPKRI 1 (Bosa) Yogyakarta, yang dikenang oleh para sahabatnya, termasuk sesama alumni PGAK (Pendidikan Guru Agama Kristen) Marturia Nologaten, Depok, Sleman angkatan 1987-1990. Sartana meninggal di Beijing, China pada 3 Juli 2025.
Cerita yang ditinggalkan Sartana kepada para sahabatnya bukan yang indah-indah, tapi tentang pahit getirnya perjuangan hidup. Artinya, dia menceritakan proses, bukan hasil yang dicapai saat ini. Dalam bahasa Poniati, salah satu sahabat seangkatan Sartana di PGAK Marturia, yang diceritakan Sartana adalah perjuangannya, bukan capaian atau keberhasilan yang diraih atau didapat saat ini.
“Pak Sartana tidak pernah menceritakan apa yang dia capai saat ini, apalagi tentang kesuksesan atau keberhasilannya. Tapi dia selalu menceritakan bagaimana perjuangannya dulu, suka duka saat menjadi siswa PGAK. Cerita itu berulang-ulang sampai sekarang dan disampaikan dengan cara yang lucu-lucu sehingga selalu menghibur,” kata Poniati saat memimpin ibadah penghiburan, Minggu 6 Juli 2025 malam atau hari keempat Sartana dipanggil Tuhan, di rumah duka RW 14 Dusun Dero, Condongcatur, Depok, Sleman.

Poniati yang kenal baik dengan Sartana mengaku tahu perjuangan dan pengorbanan Sartana saat sama-sama sekolah di PGAK Marturia Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman. Ketika itu, tahun 1987 hingga 1990, Sartana yang tinggal di Minomartani, Ngaglik, pergi pulang sekolah dengan naik sepeda dari dan ke PGAK Marturia Nologaten, Caturtunggal, Depok.
Di sekolah, menurut Poniati, Sartana tetap ceria, tak ada rasa minder. Bahkan, Sartana selalu berprestasi. “Kalau tidak juara satu ya juara 3. Pokoknya selalu masuk 10 besar dan pernah jadi pengurus OSIS,” kata Poniati yang saat ini menjadi guru salah satu SD Negeri di Magelang dengan mengendarai sepeda motor pergi pulang setiap hari.
Tidak hanya itu, menurut Poniati, saat sekolah Sartana juga sempat nyambi jual koran demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena meski ada biaya dari orangtua namun Sartana tak ingin terlalu membebani orangtua.
Poniati mengaku Sartana merupakan pribadi yang ceria dan humoris sehingga membuat anggota grup alumni PGAK satu angkatan (1987-1990) selalu merasa terhibur. Dia tidak pernah berkomentar atau mengirim chat yang menyinggung perasaan teman, menghindari cerita tentang pekerjaan, keberhasilan atau kesuksesan.
BACA JUGA:
- Mengenang Sartana, Kepala SMA BOPKRI 1 Yogyakarta yang Meninggal di Beijing
- Breaking News: SMA BOPKRI 1 Yogyakarta Berduka, Kepala Sekolah Sartana Meninggal Dunia di Beijing
Setiap pagi menjelang jam 05.00, dia selalu menyapa teman-temanya di grup (anggota grup 20 orang dari total 40 alumni seangkatan karena keberadaan yang lain belum terlacak). Bahkan beberapa hari belakangan, ia mengirim foto-foto lama saat masih menjadi siswa PGAK Marturia, dengan diberi komentar atau keterangan yang lucu-lucu dan menghibur.
Menurut Poniati, pada hari Kamis 3 Juli 2025 pagi, Sartana sempat mengundang teman-temannya di grup untuk berkumpul atau reuni pada hari Senin 7 Juli 2025. “Ayo kita kumpul atau reuni hari Senin 7 Juli 2025 yah. Ajak teman-teman lama yah,” cerita Poniati.
Saat itu, kata Poniati, teman-temannya mengiyakan dan mereka tidak tahu bahwa Sartana berada di Beijing, China saat itu (3 Juli 2025) karena dia tidak pernah menceritakan bahwa dia ke luar negeri.
“Ternyata itu sapaan terakhir dia kepada teman-teman. Karena pada Kamis 3 Juli 2025 sore, kami mendapat kabar duka. Kami kaget bahwa dia meninggal dunia di Beijing, China karena dia tidak pernah menceritakan. Mudah-mudahan pada Senin 7 Juli sore, jenasah Pak Sartana tiba di rumah ini, sehingga ajakannya kepada teman-teman untuk berkumpul pada Senin 7 Juli 2025 benar-benar terwujud meski dalam keadaan Pak Sartana sudah menghadap Bapa di surga,” kata Poniati yang sangat detail menceritakan pengamannya sebagai teman seangkatan Sartana di PGAK Marturia dulu.
Persahabatan mereka sebagai sesama alumni seangkatan di PGAK Marturia tak pernah putus. Itu karena Sartana yang membuat grup WA alumni PGAK Marturia sejak tahun 2015 selalu menghibur. Mereka seolah masih sebagai siswa PGAK karena tetap menyapa dengan sapaan-sapaan yang akrab seperti saat sekolah dulu.

Sartana tidak pernah cerita tentang pekerjaan, jabatan apalagi tentang kesuksesan atau keberhasilan serta capaiannya saat ini. Ia selalu menceritakan bagaimana perjuangannya dulu saat sekolah, suka duka, pahit getirnya. Dan itu sangat menginspirasi bagi yang lain.
“Pak Sartana tahu menjaga perasaan teman-teman sehingga dia tidak pernah menceritakan keberhasilan atau kesuksesannya. Karena kami seangkatan punya profesi atau pekerjaan yang beragam,” kata Poniati.
Poniati pun meminta putra-putra Sartana untuk meneladani apa yang dilakukan sang ayah. Rendah hati, tidak sombong, bekerja keras, bersikap dan bertutur kata yang menghibur dan menyenangkan orang lain. Dengan begitu, kita punya banyak teman. Itu sudah dibuktikan oleh Sartana, antara lain dengan banyaknya karangan bunga ucapan dukacita yang dipajang di sepanjang gang menuju rumah duka di Dero, Condongcotaru, Depok, Sleman. (lip)
There is no ads to display, Please add some