DPRD Kota Tunggu Kinerja Kejari Terkait Dugaan Korupsi pada Kajian Integrasi Pembangunan Kewilayahan

beritabernas.com – Sesuai peraturan perundang-undangan, DPRD Kota Yogyakarta telah menyelesaikan LKPJ Walikota 2021. Salah satu LKPJ adalah adanya dugaan tindak pidana korupsi pada kajian integrasi pembangunan kewilayahan di Kemantren Gondokusuman, Umbulharjo dan Tegalrejo.

Karena itu, kegiatan OTT KPK di Kota Yogyakarta beberapa waktu lalu bisa menjadi momentum perbaikan pelayanan masyarakat dan integritas pemerintah yang benar-benar anti KKN. “Dalam kaitan itu, kami meminta Kejari Kota Yogyakarta segera menindaklanjuti dan menyampaikan hasilnya yang telah menjadi rekomendasi tersebut,” kata Antonius Fokki Ardiyanto S.IP, Jubir Pansus LKPJ 2022 DPRD Kota Yogyakarta, dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Sabtu 11 Juni 2022.

Menurut Fokki, dalam persoalan tersebut jelas ada indikasi dugaan pelanggaran Perpres Nomor 12 tahun 2021 Pasal 41 ayat 3. “Anggaran tersebut juga baru muncul di perubahan 2021. Lebih parah lagi hasil kajian tersebut belum dilaksanakan sudah direview oleh Kemantren dan anggaran melekat lagi di situ,” kata Anggota DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi PDI Perjuanga ini.

Dikatakan Fokki, setelah membaca jawaban walikota terkait rekomendasi LKPJ, ada beberapa hal yang semakin menguatkan indikasi dugaan tipikor. Pertama, pemilihan mekanisme penentuan pihak ketiga di Kemantren Umbulharjo yang terdiri dari 7 kalurahan yang berbeda-beda yaitu mekanisme swakelola tingkat II dan penunjukkan langsung.

Kedua, di wilayah Kemantren Gondokusuman bahkan pemecahan penunjukkan pihak ketiga dilakukan dalam forum rapat resmi. Ketiga, di Kemantren Tegalrejo ada hal yang sangat ganjil dimana pada tahun anggaran 2020 salah satu kalurahan dianggarkan Rp 90 juta tapi pada tahun 2021,Rp 90 juta dibagi 3 kalurahan.

Di samping itu, menurut Fokki, dalam jawaban walikota yang masih ditandatangani oleh Haryadi Suyuti didapati sebuah narasi bahwa proses penganggaran berkaitan dengan kajian integrasi kewilayahan atas dorongan dari Komisi A DPRD Kota Yogyakarta dan itu muncul dalam APBD Perubahan 2021.

“Pertanyaannya adalah kalau memakai mekanisme lelang gak akan cukup waktunya maka dimainkan dengan swakelola dan penunjukkan langsung yang tentu saja multi tafsir dari kacamata hukum,” kata Fokki.

Karena itu, dalam rangkaian narasi di atas i meminta (fungsi pengawasan legislatif) agar fungsi yudikatif yang dimiliki lembaga penegak hukum segera berproses supaya semuanya terang benderang dalam kacamata hukum. Sehingga tidak ada lagi politisasi dalam permasalahan kajian integrasi wilayah di Kota Yogyakarta dimana total anggaran yang dicantolkan dalam APBD Perubahan 2021 sebesar hampir Rp 1,3 milit untuk 43 kalurahan. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *