DPRD Kota Yogyakarta Perlu Kaji Kemungkinan Keraton dan Kadipaten Pakualaman jadi Objek Pajak

beritabernas.com – Anggota DPRD Kota Yogyakarta Antonius Fokki Ardiyanto SIP mengusulkan agar Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dimasukkan menjadi objek pajak, terutama untuk pajak bumi dan bangunan (PBB).

Sebab, menurut Fokki-sapaan Antonius Fokki Ardiyanto, selama ini Keraton Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman disebut-sebut dibebaskan dari kewajiban membayar PBB. Untuk itu, DPRD Kota Yogyakarta perlu mengkaji kemungkinan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi objek pajak.

Menurut Fokki dalam siaran pers yang dikirim kepada beritabernas.com, Selasa 5 September 2023, hal ini dilakukan untuk memaksimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor pajak, terutama pajak bumi dan bangunan (PBB).

Hal itu disampaikan Fokki Ardiyanto dalam rapat paripurna DPRD Kota Yogyakarta tentang persetujuan bersama rancangan peraturan daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang digelar di Balai Kota Jogja, Jumat 1 September 2023.

Antonius Fokki Ardiyanto S.IP selaku anggota DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi PDI Perjuangan. Foto: Istimewa

Sebelum diketok, legislator dari PDIP itu mengajukan interupsi. “Saya minta dikaji, supaya pemkot mempertimbangkan keraton dan kadipaten jadi objek pajak,” kata Fokki.

Menurut Fokki, masukkan tersebut sudah lama disuarakan tapi tidak diakomodir, termasuk dalam pembahasan raperda. Dia menyebut, selama ini Keraton Yogyakartadan Kadipaten Pakualaman tidak dimasukkan menjadi objek pajak karena merupakan lembaga budaya yang tidak berorientasi pada profit. Itu juga yang ditulis dalam draft raperda pajak daerah dan retribusi daerah.

Dalam pasal 4 ayat 3 huruf b, pengecualian diberikan pada bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Fokki menilai meski Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman memiliki fungsi pelestarian dan pengembangan kebudayaan dan tidak memperoleh keuntungan, tapi biaya operasional sudah mencukupi karena mendapatkan dana hibah dari dana keistimewaan.

Belum lagi Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman juga menarik retribusi bagi wisatawan yang datang. Fokki membandingkan dengan bangunan cagar budaya (BCB) yang tetap ditarik membayar PBB meski bisa mengajukan keringanan.

BACA JUGA:

“BCB itu lebih berat. Untuk perawatan biaya sendiri, tak boleh mengubah bentuk bangunan. Bahkan lahan pertanian yang berguna untuk ketahanan pangan dan semakin menyempit juga ditariki pajak,” kata Fokki.

Selain itu, Anggota Komisi B DPRD Kota Jogja ini juga membeberkan Keraton Yogyakarta masih mendapatkan pendapatan lain, seperti sewa Sultant Ground yang dipakai perkantoran pemerintah maupun pasar. Dia mencontohkan Pasar Beringharjo, setiap tahun Pemkot Jogja juga menganggarkan biaya sewa yang disetorkan ke Keraton Yogyakarta. “Tanah magersari yang dipakai masyarakat atau pemerintah juga tetap ada sewanya ke keraton,” tuturnya.

Terkait nominal besaran PBB yang harus dibayarkan, Fokki menyebut secara signifikan akan ikut mendongkrak pendapatan Pemkot Jogja. Terlebih melihat luasan lahan keraton maupun kadipaten di Kota Jogja.

“Ya keraton, alun-alun utara dan selatan atau Alun-alun Sewandanan, Kraton Pakualaman itu kan sangat luas,” katanya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Jogja Wasesa enggan berkomentar terkait permintaan dari legislatif tersebut. Ketika tanggapannya terkait hal itu, Wasesa hanya menjawab singkat, “Masih dikaji dulu.” (lip)



There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *