Dr R Stevanus: Pemaksaan Penggunaan Jilbab di Malioboro Mencoreng Sumbu Filosofi Jogja

beritabernas.com – Anggota DPRD DIY dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dr R Stevanus C Handoko S.Kom MM menilai aksi pemaksaan penggunaan jilbab di Malioboro beberapa waktu lalu mencoreng sumbu filosofi Yogyakarta.

Sebab, Malioboro sebagai pusat dan ikon Yogyakarta sangat menghargai perbedaan, menghargai keberagaman. Sementara aksi pemaksaan penggunaan jilbab sangat nyata tidak menghargai budaya asli Yogyakarta yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang merdeka, hidup berdampingan dengan perbedaan.

“Kita tahu Malioboro merupakan sumbu filosofi Yogyakarta yang sangat menghargai perbedaan dan keberagaman. Sehingga aksi pemaksaan penggunaan jilbab di kawasan Malioboro sangat mencoreng predikat Jogja sebagai city of tolerance dan mencoreng falsafah budaya yang terkandung dalam sumbu filosofi,” ujar Dr R Stevanus dalam rilis yang diterima beritabernas.com, Sabtu 3 September 2022.

Menurut Stevanus, sejak awal berdiri Jogja merupakan negeri yang sangat majemuk dengan berbagai latar belakang. Dengan kemajemukan itu, Yogyakarta memiliki berbagai pedoman hidup yang sangat luhur untuk saling menjaga beragamaan, kebhinekaan dengan rasa saling menghormati, tenggang rasa, toleransi, solidaritas, gotong royong tanpa membedakan latar belakang agama.

Karena itu, menurut Stevanus, aksi-aksi pemaksaan penggunaan atribut keagamaan yang masih terus terjadi di DIY sangat mencoreng falsafah yang dianut leluhur dan masyarakat hingga saat ini. Kejadian terakhir aksi tidak terpuji dilakukan oleh oknum Youtuber yang membuat konten eksperimental tentang pemaksaan penggunaan jilbab di Malioboro.

Dr R Stevanus Christian Handoko S.Kom MM. Foto: Dok pribadi

“Sebagai miniatur Indonesia, Yogyakarta dikenal dengan keberagamaan namun memiliki semangat toleransi, tenggang rasa, ing menghormati yang sangat tinggi sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Sudah seharusnya tindakan-tindakan yang berpotensi membuat situasi di Yogyakarta tidak lagi nyaman segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah (Pemda DIY),” kata Dr R Stevanus.

Menurut Dr R Stevanus, Malioboro sebagai pusat dan ikon Yogyakarta sangat tercoreng dengan berbagai kegiatan yang tidak mencerminkan kawasan sumbu filosofi yang menghargai perbedaan, menghargai keberagaman. Aksi tersebut sangat nyata tidak menghargai budaya asli Yogyakarta yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang merdeka, hidup berdampingan dengan perbedaan.

“Pemda DIY dan Pemkot Jogja harus berkolaborasi dan sinergi untuk dapat melakukan tindakan terukur dan tegas terkait dengan hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak. Jangan sampai DIY dicitrakan sebagai wilayah yang tidak lagi toleran dengan banyaknya bermunculan kasus-kasus anti keberagamaan,” kata Stevanus

Stevanusberharap semua pihak yang terkait langsung dengan kawasan sumbu filosofi (Kawasan Malioboro) agar memonitor dan mengawasi bersama gerakan-gerakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan Yogyakarta dan mau ikut serta menjaga kawasan tersebut tetap sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam sumbu filosofi. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *