Filsafat Pendidikan Eksistensialisme Menempatkan Manusia Pada Titik Sentrum Relasi Kemanusiaan

Oleh: Ali Mansur Monesa

beritabernas.com – Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya atau usaha secara sadar yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi manusia dan/atau peserta didik dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam proses pelaksanaan pendidikan, seorang pendidik harus memiliki konsep maupun teori tentang apa itu pendidikan dan teori pembelajaran apa yang tepat untuk menjawab kebutuhan manusia sesuai potensinya (fitra) dan berkehendak  untuk bebas (individu merdeka).

Kemampuan memahami manusia untuk bertindak bebas sebagai jalan awal untuk memanusiakan manusia melahirkan peserta didik sebagai insan akademis pencipta pengabdi dan bertanggungjawab atas keadilan sosial merupakan sebuah cita-cita mulia manusia, yang dapat melalui suatu proses pendidikan (mengutip dari tulisan saya sebelum teori konstruktivisme).

Filsafat pendidikan adalah sebuah metode kritis cabang dari filsafat yang berkaitan dengan model pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pendidikan. Ini melibatkan refleksi kritis tentang tujuan pendidikan, prinsip yang menggerakkan pembelajaran dan dampaknya pada perkembangan individu dan masyarakat. Filsafat pendidikan membantu individu memahami esensi dan prinsip-prinsip yang mendasari sistem pendidikan.

Filsafat pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menggali makna sejati dari pendidikan. Ini adalah disiplin yang membawa individu untuk mempertanyakan mengapa ia mengajar, apa yang diajarkan, dan bagaimana ia seharusnya mengajarkan.” Sebab manusia bukan kertas putih yang belum terisi seperti apa yang katakan jhon locce ( teori Tabula rasa). Tetapi manusia adala seorang nahkoda yang memilih arah melalui kapal pikiran agar sampai pada samuderah masa depan.

Fillisofi sebagai induk ilmu pengetahuan memiliki banyak  aliran yang relavan untuk kehidupan, Pendidikan sebagai jalan utama untuk memanusiakan manusia, membawa manusia keluar sesuai kehendak secara mandiri dab bebas maka filsafat eksistensialisme sebagai sala satu aliran yang relevan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Filsafat eksistensialisme sangat penting sebagai metode untuk merekontruksi tujuan pendidikan. Hal ini dikarenakan bahwa urgensi pembahasan eksistensialisme adalah suatu sikap merdeka/keberadaan manusia sedangkan pendidikan sebagai jalan oleh manusia.

Tujuan pendidikan adalah untuk mendobrak sekaligus mendorong setiap individu dari ketergantungan atas realitas sosial untuk menghidupkan potensinya agar manusia mampu mengembangkan semua potensinya untuk dirinya sendiri. Menurut (Paul Tillich) eksistensialisme sebagai suatu elemen dalam keseluruhan, karena elemen ini hal yang paling besar karena mencakup keseluruhan visi struktur dan keberadaan yang ia ciptakan.

BACA JUGA:

Gerak filsafat eksistensialisme dalam pendidikan untuk memberikan bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan. Terutama dalam menghadapi kondisi kehidupan sosial di suatu tempat, maka dengan memahami eksistensinya sebagai manusia mereka dapat tumbuh berkembang tanpa ketergantungan.

Tujuan Pendidikan Eksistensialisme

Tujuan pendidikan eksistensial adalah kebebasan manusia untuk bersikap maupun bertindak secara pikiran maupun tindakan dalam upaya menekan subjektivitas. Guru dalam filsafat pendidikan eksistensialis harus mampu menumbuhkan semangat disiplin diri dan tanggung jawab pada siswanya.

Untuk membuat pilihan pribadi yang bermakna serta menjadi dorongan positif unruk mahasiswa, siswa yang dapat mendefinisikan diri mereka sendiri. Setiap individu dapat bertanggung jawab atas pendidikan mereka sendiri dan tidak dapat dididik oleh guru/dosen. Adapun peran pendidik dalam perspektif filsafat eksistensialisme adalah guru betugas untuk melindungi dan memelihara kebebasan akademik secara radikal.

Para guru memberikan kebebasan kepada siswa, mahasiswa untuk menentukan dan memberikan pengalaman mereka yang akan membantu mereka menemukan kehidupan sesuai kehendak potensinya, peserta didik dan pendidik juga berpartisipasi sebagai fasilitator bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi diri.

Filsafat pendidikan eksistensialisme memandang pendidikan sebagai jalan untuk menemukan jati diri seorang manusia sebagaimana kehendaknya untuk bebas sesuai kodratnya sebagai manusia. Fokus dari pendidikan eksistensialis adalah kebebasan dari manusia secara otentik dalam upaya menekankan pada subjektivitas individu,

Pendidik dalam paradigma filsafat eksistensialis sebagai jalan utama untuk menumbuhkan kesadaran diri secara totalitas serta tanggung jawab sebagai manusia . Untuk menimbulkan dan menumbuhlan  kepribadian yang signifikan, hanya peserta pendidik yang mampu menghasilkan definisi siapa dirinya sindiri. Eksistensialisme, istilah yang berasal dari filsafat secara khusus. Eksistensialisme berasal dari sebuah kata “eksistensi” dengan artian eks (keluar) dan sistensi (berdiri).

Maka dari itu eksistensialisme dapat diartikan sebagai “manusia yang berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar darinya”. Manusia juga sadar bahwa dirinya itu ada (Jean Paul Sartre). Menurut Jean Paul, manusia telah diciptakan dengan mempunyai kebebasan untuk menentukan dan mengatur dirinya. Ia adalah salah satu orang yang populer, lahir di Paris (1905-1980).

Implikasi Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Pendidikan eksistensiallisme bertugas memancing peserta didik melalui pengalaman individu sesuai kondisi sosio kulturalnya, dengan memberikan kebebasan terhadap peserta didik dalam proses secara dialektis yang logis atas realitas yang eksisten sehingga peserta didik dapat beraktivitas memilih secara mandiri apa yang sesuai potensi dirinya menjadi pilihan atas dirinya di masa depan.

Sebagai individu manusia berhak untuk menjadi apa saja tanpa harus diintervensi dari pihak manapun. Pendidikan sebagai jalan untuk peserta didik bereksistensi sebagai manusia yang otentik bergerak bertindak atas kehendak dirinya dan menemukan siapa dirinya hanya dapat tercapai melalui dirinya sendiri (Martin Heidegger). Menurut Heidegger keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain. Yang artinya segala sesuatu yang ada manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri.

Terjadinya disposisi dan disorientasi nilai, baik bagi individu atau peserta didik sebenarnya memaknai bahwa dalam kehidupan kini telah terjadi kesenjangan ideologi, akibat kebijaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik yang mewakili negara. Seperti melahirkan marginalisasi kemerdekaan yang sebenarnya mencairkan  individu dalam masyarakat. Kebutuhan akan pengakuan untuk dapat menerima keadaan itulah yang melahirkan berbagai potensi dan itu harus ditanamkan dalam dunia pendidikan

Pada sisi yang lain, penyeragaman pola belajar yang terjadi, ketidakbebasan dalam dealektis yang dilakukan oleh negara melalui pendidikan seperti pluralisme berpendapat serta berupaya meniadakannya, justru memperlihatkan gambaran yang pedih, sebagaimana yang terlihat pada sejumlah konflik horizontal di beberapa kampus dapat merupakan pemicu bagi ancaman integrasi akademis bagi anak bangsa.

Pendidikan harus hadir sebagai sarana penumbuhan ideologi yakni sebagai obat kebebasan gerak kemanusian selaku individu merdeka jika pendidikan seperti ini. Generasi muda bukan hanya sekadar menjadi manusia otentik atau manusia yang berkehendak atas dirinya namun dapat merasakan dan menerima sikap negara sebagai bentuk menumbuhkan rasa empati terhadap bangsa dan negara.

Aliran pendidikan eksistensialisme penting untuk seseorang bisa mengembangkan potensi atau bakat yang ada pada dirinya dan berani menunjukkannya dengan keyakinanan sendiri dan beradabtasi dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga mampu menampakkannya dengan sebuah pengalaman yang menjadikan bekal bagi diri agar menemukan jati dirinya dan menjadi orang berguna di masa yang akan datang.

Contohnya dalam sebuah kelas peserta didik diberi kebebasan untuk berpendapat menurut keyakinannya sendiri. Sedangkan pendidik diwajibkan untuk mendengarkan pendapat peserta didik tersebut dan memberi saran yang baik serta mendorong peserta didik agar tidak takut atau tertekan untuk berpendapat maupun/berargumen.

Tujuannya agar peserta didik terbiasa berpendapat dan tidak malu untuk mengungkapkannya apabila terdapat pendapat yang berbeda itulah jalan kriris untuk suasana belajar lebih aktif.  Pendidik tidak begitu aktif dalam tugas, hanya mengawal dan apabila kondisi pembelajar membutuhkan untuk mengarahkan sebatas itu dan selalu mengontrol peroses yang berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas maka pendidikan eksistensisalisme juga diartikan sebagai sesuatu kebenaran yang menjadi dasar filosofi atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat kontrol melalui pendidikan agar mereka dapat mendidik diri sendiri melalui kontroling dari pendidik. Sebab setiap individu mengalami kondisi eksistensial yang berbeda dan memiliki pilihan eksistensial di masa depan yang berbeda.

Demikian pula filsafat pendidikan eksistensialisme, menempatkan manusia pada titik sentrum relasi kemanusiaan, dalam proses pendidikan yang menyatukan eksistensi kemanusiaan sebagai makhluk mengada. Pendidikan eksistensialisme meneropong kejiwaan sosial peserta didik sebagai sentrum pembelajaran. Dengan cara demikian kemengadaan manusia menjadi diri pribadi yang utuh dan bebas dari segala tekanan dari manapun. Manusia menjadi mahkluk merdeka pikiran dan jiwa. (Ali Mansur Monesa, Mahasiswa UPY Yogyakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *