beritabernas.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY terus gencar melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjerat pinjaman online yang ilegal. Masyarakat harus tahu perbedaan pinjaman online ilegal dan pinjaman online yang resmi dan berizin di OJK.
Selain itu, OJK DIY juga terus menerus mengingatkan agar selalu berhati-hati dan waspada terhadap pinjaman online ilegal. OJK DIY juga gencar melakukan literasi kepada masyarakat agar tidak terjerat investasi ilegal atau investasi bodong.
Lalu apa perbedaan pinjaman online legal dan ilegal. Kepala OJK DIY Parjiman secara sederhana dan mudah dipahami masyarakat mengenai perbedaan antara pinjaman online legal dan ilegal.
Menurut Parjiman, pinjaman online legal atau yang berizin di OJK hanya bisa mengakses 3 hal yang disingkat CAMILAN yakni Camera, Microphone dan Location. Namun, pabila aplikasi pinjaman online dapat mengakses lebih dari 3 hal tadi maka perlu diwaspadai bahwa aplikasi tersebut merupakan pinjaman online illegal.
Selain itu, Parjiman juga membagikan tips meminjam di pinjaman online yaitu hanya meminjam pada fintech peer to peer lending yang berizin di OJK, meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan, meminjam untuk kepentingan produktif serta memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda serta risikonya.
“Sebelum meminjam di pinjaman online, pastikan dulu ke nomor Whatsapp kontak 157 di 081 157 157 157, pastikan pinjaman online sudah berizin di OJK,” kata Parjiman dalam acara media gathering dengan sejumlah wartawan dari DIY di Balikpapan, Kaltim, Jumat 26 Mei 2023.
BACA JUGA:
- Investasi Ilegal Marak karena Masyarakat Mudah Tergiur dengan Iming-iming Bunga Tinggi
- Dorong Edukasi dan Literasi Keuangan, OJK DIY Siapkan Mobil SiMOLEK Edutainment
- Optimistis, Pembangunan Istana Negara di IKN Nusantara Selesai 2024
Parjiman juga mengungkapkan bahwa selama tahun 2017 hingga 2023, SWI telah menutup sebanyak 4.587 pinjaman online ilegal, 1.195 entitas investasi ilegal dan 251 gadai ilegal. Iaa mengingatkan masyarakat agar perlu mewaspadai berbagai modus kejahatan digital yang marak akhir-akhir ini di antaranya sniffing, social engineering (soceng) dan modus kejahatan digital lainnya.
“Untuk menghindari berbagai modus kejahatan digital, kami meminta masyarakat agar selalu berhati-hati, tidak sembarangan mengunduh aplikasi, selalu mengamankan data pribadi, tidak mudah percaya terhadap permintaan data-data yang bersifat privasi seperti password, OTP, nama ibu kandung, dan lain-lain serta selalu memastikan segala bentuk permintaan atau penawaran ke call center resmi perusahaan,” kata Parjiman.
Dikatakan, OJK terus berupaya memperkuat fungsi pelindungan konsumen dan masyarakat dengan menerapkan 5 prinsip pelindungan konsumen dan masyarakat yakni edukasi yang memadai; keterbukaan dan transparansi informasi; perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggungjawab; perlindungan asset, privasi dan data Konsumen serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif.
Dengan diterbitkannya POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan sebagai pengganti POJK Nomor 1/POJK.07/2013, maka PUJK diwajibkan memiliki dan menerapkan kebijakan serta prosedur tertulis Perlindungan Konsumen.
“Bahkan UU Nomor 4 tahun 2023 telah menguatkan kewenangan OJK dalam melakukan fungsi perlindungan konsumen dan pengawasan market conduct,” kata Parjiman. (lip)
There is no ads to display, Please add some