beritabernas.com – Dr Yudi Prayudi M.Kom, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) Jurusan Informatika FTI UII mengatakan, kebocoran data pemilih tidak hanya mempengaruhi privasi pemilih tetapi juga kepercayaan mereka terhadap sistem Pemilu.
Ketika data pribadi mereka tidak aman, pemilih menjadi skeptis terhadap proses demokrasi, yang pada gilirannya dapat menurunkan partisipasi pemilu.
“Kebocoran data pemilih adalah ancaman nyata yang harus dihadapi dengan serius. Ini bukan hanya tentang perlindungan data, tetapi tentang memastikan fondasi demokrasi kita tetap kokoh. Dampak dari kebocoran data pemilih tidak hanya terasa dalam jangka pendek,” kata Dr Yudi Prayudi dalam siaran pers menanggapi berita bocornya data pemilh beberapa waktu lalu.
Menurut pakar Forensik Digital FTI UII ini, kepercayaan publik yang hilang terhadap proses pemilu membutuhkan waktu lama untuk dipulihkan. Hal ini dapat berujung pada apatisme pemilih, di mana mereka merasa bahwa suara mereka tidak lagi aman atau penting. Data pemilih, yang mencakup informasi pribadi seperti nama, alamat, nomor identifikasi dan mungkin informasi demografis lainnya, adalah kunci untuk proses pemilu yang adil dan transparan.
Keamanan siber
Dikatakan Yudi Prayudi, kebocoran ini seringkali berakar pada kelemahan keamanan siber. Dalam banyak kasus kebocoran data pemilih, KPU adalah institusi yang bertanggung jawab atas data pemilih ternyata gagal menerapkan praktik keamanan terbaik, seperti enkripsi yang kuat, manajemen akses yang efektif, dan pelatihan kesadaran keamanan bagi karyawannya.
Selain itu, ada kemungkinan terjadi event dan incident serangan siber yang semakin canggih sebagai faktor utama adanya kebocoran data pemilih di KPU.
Menurut Dr Yudi Prayudi, secara prinsip, terjadinya kebocoran data disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor teknologi dan perilaku user. Kedua faktor tersebut bersatu dalam prinsip keamanan dan kenyamanan, yaitu menyeimbangkan antara faktor keamanan dan kenyamanan.
Keamanan akan berbanding terbalik dengan kenyamanan, maka teknologi pada sisi front-end maupun back-end akan berupaya membuat desain layanan dengan faktor keamanan tinggi namun tetap memenuhi kenyamanan. Sesuatu yang tidak mudah untuk diimplementasikan.
Pada sisi lain, teknologi lebih cepat berkembang dibandingkan dengan kemampuan untuk menangani keamanannya. Untuk itu, selalu ada celah keamanan dari setiap perkembangan teknologi. Celah tersebut akan semakin terbuka ketika perilaku user semakin abai terhadap keamanan karena lebih mengutamakan aspek kenyamanan.
BACA JUGA:
Menurut Yudi, kebocoran data adalah peristiwa yang mengakibatkan terungkapnya data kredensial atau informasi yang sifatnya rahasia, sensitif atau dilindungi kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk mengetahui/ memilikinya.
Dalam sudut pandang lainnya, kebocoran data adalah sebuah kondisi tereksposenya informasi yang sifatnya sensitive, rahasia, dilindungi kepada pihak-pihak yang tidak berwenang untuk mengetahui/ memilikinya. Resiko kebocoran data dapat terjadi pada siapapun, baik individu, perusahaan bahkan level
pemerintahan.
“Integritas pemilu tergantung pada kepercayaan publik terhadap keamanan dan kerahasiaan suara mereka. Kebocoran data pemilih adalah ancaman yang tidak boleh dianggap enteng. Melindungi data pemilih sama pentingnya dengan melindungi hak mereka untuk memilih,” kata Yudi Prayudi. (lip)
There is no ads to display, Please add some