Keterbatasan Lahan dan SDM jadi Ancaman Bidang Pertanian yang Memicu Krisis Pangan

beritabernas.com – Keterbatasan lahan dan sumber daya manusia (SDM) petani akan menjadi ancaman besar dalam bidang pertanian di masa mendatang. Hal ini akan memicu terjadinya krisis pangan. Karena di satu sisi lahan terbatas dan petani penggarap berkurang, sementara di sisi lain kebutuhan pangan terus meningkat karena manusia terus bertambah.

Keterbatasan lahan disebabkan oleh banyaknya lahan pertanian, termasuk sawah, yang beralih fungsi menjadi pemukiman atau fungsi lainnya. Sedangkan dalam hal SDM, jumlah petani makin berkurang karena di satu sisi banyak petani saat ini berusia lanjut dan di sisi lain minat anak muda menjadi petani sangat kecil atau kurang.

Karena itu, kerjasama berbagai pihak termasuk perguruan tinggi, sangat penting dalam mengatasi masalah tersebut, untuk melakukan pertanian terintegrasi (integrated farming) dan permakultur yang merupakan pendekatan berkelanjutan dan bermanfaat. Pilihan pendekatan yang tepat tergantung pada berbagai faktor, seperti skala lahan pertanian, tujuan petani dan sumber daya yang tersedia.

Salah satu narasumber dari FTSP UII. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Demikian antara lain poin penting dalam Coffee Morning Lecture #6 2024 di Ruang IRC FTSP UII, Jumat 27 Juni 2024 dengan tema Quo Vadis Petani: Menghadapi Krisis Iklim, Lahan dan Sumber Daya Manusia. Acara yang dibuka oleh Dekan FTSP UII Prof Ar Dr-Ing Ir Ilya Fadjar Maharika MA IA menghadirkan 3 pembicara yang ahli di bidangnya, yaitu 1. Khaerul Anam WP. S.Fil (Praktisi Permakultur), Prof Dr Jamhari SP MP (Guru Besar Fakultas Pertanian UGM) dan Ir Sigit Hardjono MP (Kepala Bidang Holtikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY).

Menurut Ir Sigit Hardjono, pertanian memiliki peran yang sangat krusial dalam perekonomian, baik dari segi penyediaan pangan, lapangan kerja, bahan baku industri,devisa negara, kelestarian lingkungan, penguatan ekonomi pedesaan hingga pelestarian budaya dan tradisi.

Karena itu, penting untuk terus mendukung dan mengembangkan sektor pertanian agar dapat terus
memberikan manfaat bagi masyarakat dan bangsa. Kondisi pertanian saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan, namun juga memiliki peluang untuk berkembang. Tantangan yang dihadapi sekor pertanian antara lain krisis iklim.

Dikatakan, perubahan iklim membawa dampak signifikan pada sektorpertanian, seperti kekeringan, banjir, hama penyakit tanaman dankenaikan permukaan laut. Pada tahun 2023, BMKG melaporkan El Nino 2023 berada pada kategori lemah hingga sedang laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), El Nino 1997/1998 yang kuat berdampak pada penurunan panen padi tahun 1998 di Indonesia sebesar 3,6 persen
dibandingkan panen tahun 1997 dan 6 persen dibandingkan panen tahun 1996.

Selain itu krisis lahan. Konversi lahan untuk pembangunan, degradasi lahan dan akses lahan yang terbatas bagi petani kecil menjadi hambatan besar. Sebagai contoh, setiap tahun lahan pertanian di DIY mengalami alih fungsi seluas 150 hektar.

BACA JUGA:

Kemudian, adanya Krisis SDM petani. Kurangnya minat generasi muda, populasi petani yang menua, jumlah petani dari tahun ke tahun berkurang dan keterbatasan keterampilan dan pengetahuan menjadi kendala besar.

Menurut Sigit, jumlah petani di DIY berdasarkan kelompok umur tahun 2018 adalah usia 25 tahun sebanyak 5.718 orang, usia 25-34 tahun sebanyak 35.264 orang, usia 35-44 tahun sebanyak 104.609 orang, usia 45-54 tahun 166.163 orang, usia 55-64 sebanyak 154.453 orang dan usia di atas 65 tahun sebanyak 615.377 orang.

“Dari data tersebut sebagian besar atau 23,75 persen jumlah petani di DIY yang berusia tua atau di atas 65 tahun. Sementara usia 55-64 tahun mencapai 25,10 persen. Sehingga total petani yang berusia tua di DIY mencapai 48,85 persen atau hampir 50 persen. Ini menjadi tantangan ke depan bagaimana mengatasi kekurangan SDM petani,” kata Sigit Hardjono.

Modernisasi pertanian

Sementara Khaerul Anam WP S.Fil, Praktisi Permakultur, mengatakan, untuk mengantisipasi keterbatasan lahan pertanian dan SDM petani adalah dengan melakukan modernisasi pertanian dengan Integrative Agroecosystem atau sistem pertanian yang terintegrasi.

Dekan FTSP UII Prof Ilya Fadjar Maharika (kanan) bersama narasumber dan moderator acara Coffee Morning Lecture #6, Jumat 27 Juni 2024. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Dalam sistem pertanian yang terintegrasi, menurut Anam, akan terwujud modern digital agriculture, regenerative agriculture dan precision agriculture. Dengan melakukan atau menerapkan Integrative Agroecosystem akan terwujud kemandirian pangan, konservasi lingkungan, produksi berkelanjutan dan decision support system.

Dekan FTSP UII Prof Ilya Fadjar Maharika mengatakan, Coffee Morning Lecture yang saat ini sudah menjadi edisi keenam merupakan forum santai namun membicarakan masalah penting untuk bangsa oleh berbagai ahli di bidangnya. Forum ini menjadi media bagi siapa pun untuk menyampaikan gagasan dan solusi mengatasi masalah bangsa sesuai keahliannya.

“Meski sifatnya santai dan ditemai kopi tapi masalah yang dibicarakan sangat penting. Gagasan dan solusi yang dihasilkan menjadi masukan bagi pengambil kebijakan. Ini merupakan salah satu kontribusi perguruan tinggi bagi bangsa dan negara,” kata Prof Ilya Fadjar Maharika. (lip)




There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *