LKBH FH UII Buka Pos Pengaduan Warga yang Dirugikan Akibat Dugaan Pertamax Blending

beritabernas.com – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH UII) membuka pos pengaduan bagi warga Yogayakarta yang merasa dirugikan akibat dugaan praktik Pertamax blending yang tidak sesuai prosedur pada periode 2018-2023. Pengaduan dapat dilakukan mulai 16 Maret 2025 hingga 27 Maret 2025 melalui bit.ly/PosPengaduanBlendingPertamaxDIY.

Menurut Rizky Ramadhan Baried SH MH, Direktur LKBH FH UII, dalam formulir pengaduan tersebut, pengadu atau pelapor diwajibkan mencamtumkan nama, nomor telepon aktif, alamat domisili dan jenis BBM yang digunakan.

Selain itu, pelapor juga disarankan untuk mendeskripsikan kerugian yang dialami dan melampirkan bukti-bukti pendukung, seperti foto kondisi kendaraan, struk pembelian BBM dan informasi dari bengkel mengenai kerusakan yang terjadi pada kendaraan.

“LKBH FH UII berharap dengan adanya pos pengaduan ini, dapat menjadi wadah bagi masyarakat Yogyakarta untuk melaporkan kerugian yang dialami akibat dugaan kasus korupsi tersebut,” kata Rizky Ramadhan Baried dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Selasa 18 Maret2025.

Foto: Dok LKBH FH UII

Sebagai bentuk kesadaran bernegara, kata Rizky, ia mengajak masyarakat Yogyakarta untuk berpartisipasi aktif dalam menyuarakan dan memberantas kejahatan ini, demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Selain itu, data-data yang terkumpul melalui pos pengaduan ini akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan langkah-langkah advokasi yang tepat dalam menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat serta penyelenggara negara.

Kasus dugaan korupsi

Terungkapnya kasus dugaan Pertamax blending ini berawal dari adanya kasus dugaan korupsi tata kelola bahan bakar minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama periode 2018-2023 oleh Kejaksaan Agung.

Dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan 9 tersangka dengan total kerugian negara mencapai 193,7 triliun itu, Kejaksaan Agung menginformasikan adanya praktik mencampur (blending) yang tidak sesuai prosedur dalam produksi Pertamax.

Menurut Kejaksaan Agung, modus yang digunakan para tersangka adalah membeli bahan bakar minyak jenis Premium dan Pertalite, kemudian mencampurnya untuk dijadikan Pertamax. Para tersangka membeli minyak dengan harga yang sesuai dengan standar research octane number (RON) 92 untuk Pertamax. Namun, yang dibeli adalah minyak yang memiliki kandungan RON 90 dan RON 88. Selanjutnya, para tersangka mencampur minyak RON 88 dengan RON 90, lalu menambahkan zat tertentu agar menjadi RON 92 dan memasarkan bahan bakar tersebut dengan harga Pertamax.

Praktik korupsi yang dilakukan oleh para tersangka memicu kemarahan di kalangan masyarakat luas, terutama konsumen yang membeli Pertamax dengan harapan agar bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dapat dialokasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat praktik Pertamax blending yang tidak sesuai prosedur ini juga mengharuskan konsumen untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli RON 92 (Pertamax), yang diduga merupakan hasil campuran dari RON 90 (Pertalite).

BACA JUGA:

Kerugian lain yang timbul adalah kendaraan yang menggunakan Pertamax hasil blending mengalami berbagai masalah pada mesin akibat kualitas bahan bakar yang tidak sesuai standar.

Apabila praktik lancung ini terbukti benar, maka hal tersebut akan mencederai dan melangggar hak-hak konsumen yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen (UUPK). Selain itu, otoritas negara atau penyelenggara negara telah lalai dan membiarkan terjadinya praktik ini selama kurang lebih lima tahun, yang mengakibatkan kerugian massal bagi masyarakat luas.

“Mimpi pemerintah menjadikan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia, yang ditekadkan sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hanya sebatas jargon belaka,” kata Rizky Ramadhan Baried. (*/lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *