Mencermati Legalitas KPK dan Kinerjanya di Mata Hukum

Oleh: Saiful Huda Ems

beritabernas.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya serius menangani kasus-kasus besar dengan nilai miliaran atau bahkan triliunan Rupiah. Sementara bila KPK menangani kasus suap Harun Masiku yang nilainya di bawah Rp 1 miliar dan sama sekali tidak merugikan keuangan negara, itu bukan Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi orang-orang bisa memplesetkannya dengan Komisi Penyelamat Koruptor.

KPK resmi dibentuk oleh Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Kemudian UU tersebut diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002.

Kami dahulu bersama teman-teman aktivis lintas generasi mendorong Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk sesegera membentuk KPK, karena saat itu ada semacam ketidakpercayaan pada pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh institusi Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketika itu Presiden Megawati Soekarnoputri juga memiliki keinginan yang sama dengan para aktivis yang bergerak di lapangan untuk membentuk KPK agar berperan sebagai trigger mechanism atau sebagai stimulus upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang sudah ada, agar lebih efektif dan efisien.

BACA JUGA:

Akhirnya KPK benar-benar dibentuk oleh Pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002. KPK merupakan lembaga yang berada di bawah naungan eksekutif yang melaksanakan tugas kepolisian dan kejaksaan serta bersifat adhock yang berarti tidak permanen.

Karena itu ketika saya perhatikan kinerja KPK yang selama berada dalam kendali Pemerintahan Jokowi dan kemudian sekarang dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sepertinya mengalami kemunduran. Saya menjadi bertanya-tanya, ada apa sesungguhnya dengan KPK sekarang?

Seorang ahli hukum Dr Sarkowi menyatakan, bahwa Komisioner KPK dan Dewan Pengawas KPK saat ini mestinya dipilih dan diseleksi oleh Panitia Seleksi KPK, yang dibentuk, ditunjuk dan di-SK-kan oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun kenyataannya, Komisioner KPK dan Dewan Pengawas KPK yang ada saat ini dibentuk, ditunjuk dan di-SK-kan oleh Presiden Jokowi yang ketika itu sedang berada di masa transisi.

Konsekwensi logis dari semua tindakan hukum yang dilakukan oleh Jokowi semasa menjadi Presiden adalah Komisioner KPK dan Dewan Pengawas KPK saat ini tidak sah serta apa yang diputuskan menjadi batal demi hukum.

Kenapa bisa demikian? Karena dalam UU Nomor 30 tahun 2002 Tentang KPK, seorang presiden diperbolehkan memilih Komisioner KPK dan Dewan Pengawas KPK hanya 1 kali selama 5 Tahun masa jabatannya. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Analis Politik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *