Mengkritisi Kenaikan Harga BBM

Oleh: Saiful Huda Ems

beritabernas.com – Apabila telah dilakukan berbagai penghematan bahkan penghapusan terhadap berbagai kebijakan anggaran pemerintah yang menguras APBN/APBD maka pencabutan subsidi BBM yang berimbas pada kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok masyarakat itu tidak masalah.

Sejumlah penghematan yang dimaksud menyangkut gaji dan tunjangan Anggota DPR/DPRD dan pejabat-pejabat birokrasi dari berbagai tingkatan atau eselon, Dana Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR/DPRD, dan segala macam tetek bengek anggaran pengeluaran belanja pegawai negara yang tidak tergolong primer, penting dan mendesak.

Yang menjadi masalah adalah, pertama, tiap hari masyarakat telah dipertontonkan oleh berbagai kemewahan hidup Anggota DPR/DPRD, kemewahan hidup Gubernur, Bupati dan Walikota, kemewahan hidup para penegak hukum (selain Advokat) yang didanai oleh negara. Tak heran sebuah poster demonstran perempuan di jalanan itu katakan: “Kami lemes karena terus menerus dinaiki !”

Ya, dinaiki harga BBM memang sangat wajar dapat melelehkan jiwa rakyat di tengah resesi ekonomi dunia, apalagi akibat perang Rusia-Ukraina yang tiada henti yang membuat melonjaknya harga BBM di berbagai dunia, meski hari-hari ini terdengar sedikit mengalami penurunan harga.

Masalah kedua yakni kenapa pemerintah tidak memiliki keberanian untuk lebih serius lagi mengikis berbagai pengeluaran besar anggaran negara, seperti anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pegawai atau untuk mendanai birokrasi dan lembaga-lembaga negara yang disebut di atas?

Terus terang, selain lembaga-lembaga negara yang disebut di atas, penulis juga kadang berpikir, kenapa lembaga-lembaga atau badan-badan seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang sampai detik ini tidak jelas kerjanya itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang kerjanya sering tidak memuaskan masyarakat itu, serta Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang sering tebang pilih melindungi anak siapa itu, masih harus diberi anggaran dana yang besar?

Dari kenyataan semua itulah, mengapa kenaikan harga BBM kali ini kok bagi hemat penulis terasa kurang arif dan bijaksana. Pertamina itu perusahaan negara yang seharusnya memperoleh keuntungan luar biasa, mengingat masyarakat biasa tak mungkin bisa jualan BBM jika tidak membeli terlebih dahulu dari Pertamina.

Namun kenapa Pertamina malah merugi dan menaikkan terus harga BBM? Apakah karena para pejabat atau pegawai Pertamina terlalu boros, hingga keuntungan penjualan BBM oleh Pertamina kebanyakan tersedot untuk menggaji dan memberikan tunjangan bagi pengokohan kemewahan hidup mereka?

Mohon tidak disalahpahami, penulis tidak bermaksud mengatakan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM, namun penulis sesungguhnya hanya menyayangkan, kenapa sebelum dikeluarkannya kebijakan kenaikan harga BBM ini, pemerintah kok tidak melakukan terlebih dahulu pemangkasan anggaran yang spektakuler untuk hal-hal yang penulis jelaskan di atas, hingga kesannya kebijakan menaikkan harga BBM ini tidak arif dan bijaksana.

Orang-orang miskin kebingungan mengatur keuangan yang serba sulit, sedikit, terbatas, namun di berbagai media mereka melihat kehidupan para pejabat negara yang bermewah-mewahan, sampai mantan jenderal bintang dua seperti Sambo sampai punya rumah dan barang-barangnya yang super mewah.

Beruntung sekali Presiden Jokowi masih dapat menjadi contoh yang baik tentang kesederhanaan hidup seorang pejabat negara, jika saja yang menjadi Presiden saat ini bukan Jokowi, tapi Presiden sebelumnya, maka haqul yakin rakyat akan menyerbu ke istana dan memasuki kamarnya seperti yang pernah terjadi di Sri Lanka.

Presiden Jokowi nampak sekali sebagai presiden yang jujur, sederhana dan berprestasi, namun jika gaya hidup para pejabat negara lainnya yang bermewah-mewah dari hasil anggaran pengeluaran belanja negara melalui APBN atau APBD, penulis pikir ini merupakan sesuatu yang kontras, apalagi jika dibandingkan dengan kehidupan masyarakat di kelas bawah.

Namun bagaimana pun harga BBM, khususnya Pertalite, sudah terlanjur dinaikkan dan masyarakat kelas bawah sudah terlanjur berjibaku melawan berbagai kesulitan hidupnya. Jika saja waktu bisa diputar kembali, betapa ingin penulis mengingatkan pada Pemerintah: lain kali kalau ingin menaikkan harga BBM jangan lagi pakai alasan demi keadilan bagi si miskin dan berbagai alasan yang tidak masuk akal lainnya, sebab negeri ini didirikan bukan hanya untuk si miskin bukan pula untuk mempermalukan si miskin juga si kaya.

Negeri ini untuk semua dan semua untuk satu, yakni Republik Indonesia itu sendiri yang di dalamnya ada si miskin dan si kaya. Jangan sampai rakyat kaya terus diteror oleh kebijakan yang belum menemukan solusi cerdas dan berkeadilan hingga nantinya rakyat yang belum jadi orang kaya seperti penulis ini tidak bersemangat lagi untuk menjadi orang kaya karena dijadikan kambing hitam runtuhnya perekonomian negara. Tidak semua orang kaya itu salah dan pelit, banyak juga dari mereka yang baik dan dermawan. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Pemerhati Politik)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *