Menyikapi Problematika Toleransi Umat Beragama

Oleh: Leo Agung Lagu

beritabernas.com – Pembicaraan agama dari sudut pandang ilmu agama atau filsafat agama masih sangat langka. Umumnya orang berbicara agama dari sudut pandang teologia, yang berarti keyakinan sudah mendahului pendapatnya.

Kalau orang bicara masalah agama dari ilmu agama, berarti yang dibicarakan terutama pada gejala-gejala yang nampak, tanpa penilaian terhadap kebenaran agama itu sendiri. Agama dengan tindak membedakan agama profetis atau samawi (langit) dan agama dunia.

Apakah peranan agama saat ini sudah berakhir atau tidak mungkin berakhir, meskipun hasil teknologi sekarang sudah canggih ditemukan orang sehingga seakan-akan manusia tidak memerlukan Tuhan. Agama mewujudkan diri dalam keaktifan manusia yang dapat dihayati dan diamat-amati, seperti meyembah, berdoa, berbakti, sholat, bertapa, bersemedi, meditasi, kurban, khotbah dan macam-macam keaktifan lainnya.

Jadi apakah agama hanya menyangkut hal-hal lahir saja yang berarti masuk kebudayaan, sedang batinnya seperti hubungan dengan Tuhan, dengan dewa-dewa tidak diacuhkan? Apakah bukan batinnya yang penting? Tetapi apakah mungkin kita dapat menyelidiki hubungan antara Allah dengan manusia dengan ilmu. Jawaban yang kita peroleh, yang penting hanya kristalisasi, artinya tindakan manusia yang dapat diperiksa, misalnya sholatnya, yang nanti akhirnya masuk keyakinan religius.

Dalam ilmu agama, agama dipandang satu segi kebudayaan. Tetapi harus diingat bahwa agama-agama itu berbeda sifatnya. Adapun agama yang dibedakan sifat-sifatnya ada 3:

1. Agama Kesukuan

        Agama kesukuan dipakai sebagai ganti isilah agama primitif, sebab agama kesukuan memang untuk satu suku (stroom religi). Yang menarik perhatian, agama kesukuan sekarang sudah menyusut dan bahkan ada yang memang sudah lenyap, sebab suku-suku kehilangan batasnya lebih luas sehingga agama itu lenyap pula.

        Misalnya suku yang masuk dalam suatu bangsa atau imperialis menduduki daerah-daerah yang lebih luas sehingga suku-suku ini menjadi lenyap atau menjadi suatu bangsa. Mungkin seratus tahun lagi agama kesukuan akan betul-betul hilang, walaupun pandangan kesukuan masih terus ada

        2. Agama Etnis

        Agama etnis berasal dari suku-suku yang lebih dari satu suku yang kemudian dilebur menjadi satu, misalnya yang ada di Mesir. Dalam agama etnis sudah ada ide penciptaan, dalam agama Zoroaster misalnya dikatakan:

        Tuhan bicara kepada moshya dan moshyoi (dua saudara laki-laki dari perempuan nenek semua ras), engkau manusia, nenek moyang dunia, pencipta dengan sempurna olehku, laksanakan dengan ikhlas kewajiban yang ditetapkan dengan hukuman berpikir yang baik, berbuatlah dengan baik dan jangan mendekat setan.

        BACA JUGA:

        Kemudian kebenaran datang pada pikirannya dan pikiran mereka jadi rusak. Bahwa roh jahat telah menciptakan air dan bumi, tumbuh-tumbuhan dan batang dari lain-lainnya. Kata-kata lancung diucapkan dengan kegirangan oleh setan dan roh jahat. Dengan perkataan yang lancung itu jadi jahat dan roh mereka masuk hingga di hari kemudian.

        Memang cerita-cerita primitif masih kasar, tetapi mereka mempunyai konsepsi tentang Tuhan itu. Sebaliknya zat yang baik Maha Agung dan digambarkan sebagai babi, burung, ikan, penyu dan serigala.  Semua ini dihubungkan dengan tomisme yang primitif.

        3. Agama Universal (wereld religion)

        Agama ini dianut oleh bangsa-bangsa. Di sini mulai ada pembidangan tugas kepala suku, dukun dan imama, meskipun ada pula kepala suku yang menjadi imama. Meskipun demikian kebudayaan-kebudayaan kesatuan itu dipengaruhi dan dikuasai agama. Demikian pula perjuangan ekonomi kesemuanya dikuasai agama, hanya tidak dapat dikatakan segala-gala bersifat agama.

        Karena adanya pembidangan dan pembedaan tugas agama maka akhirnya perasaan agama berkurang pengaruhnya di dunia barat. Pada masa pencerahan, raja Rusia, Vredrik, mengatakan agama adalah soal pribadi.

        Sehinngga dari ketiga sifat agama di atas menimbulkan suatu pertanyaan apakah perasaan atau pengaruh agama akan selesai?

        Prof Dr HM Rasyidi antara lain mengatakan kemajuan pengetahuan dalam abad ke-16 dan 17 telah mendorong beberapa ahli ilmu pengetahuan untuk menafsirkan keadaan dalam dan kejadian-kejadian d dalamnya secara mekanis, dengan daya alam itu sendiri dan tidak adanya memerlukan Tuhan. Karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia hanya diarahkan kepada alam mereka hidup.

        Problemmatika yang kita hadapi sekarang sangat banyak menuai kecaman dan perhatian dari beberapa kalangan. Apalagi kita berbicara mengenai agama, orang sangat sensitif jika mendengar pembahasan agama, yang akhir-akhir ini banyak sekali mengalami pro dan kontra yang terjadi dalam lingkup kehidupan bermasyarakat. Apalagi kita hidup di bumi Indonesia yang kaya akan suku, ras, agama dan adat istiadatnya yang sangat beragam dan saling hidup berdampingan satu sama lain.

        Kita seharusnya patut bersyukur dengan kekhasan yang kita miliki, membuat negara kita menjadi salah satu perhatian dunia karena keanekaragam yang kita miliki. Dengan berbagai aneka rasa, flora, fauna, dan kekayaan alam yang kita miliki seharusnya menjaga keharmonisan antara kita. Bukan harus saling membenci ataupun bermusuhan karena mau membedakan dan merasa salah satu dari kita memiliki kelebihan dan keunggulan sehingga enggan bersatu menata dan menutup kekurangan satu sama lain. seperti Rocky Gerung yang mengatakan bahwa, ”Karena kita berbeda maka diperlukan persatuan, bukan demi persatuan tidak  boleh ada perbedaan”.

        Diksi yang di sampaikan oleh Rocky Gerung menggambarkan bahwa identitas yang melandasi berdirinya Indonesia ini adalah perbedaan. Maka dari itu seharusnya dengan landasan perbedaan ini kita sebagai warga negara saling menghargai dan menjaga satu sama lain, bukan karena perbedaan kita harus hidup sendiri-sendiri dan tidak mau saling memenuhi kekurangan satu dan yang lain.

        Apalagi kasus-kasus yang viral saat ini yang berkaitan dengan kurangnya sikap toleransi diantara kita, paling banyak yang menuai kontroversial adalah mengenai kurangnya toleransi terhadap umat beragama, sehingga menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan pihak.

        Contohnya kasus yang baru-baru ini viral yang menuai banyak perhatian di kalangan masyarakat. Yaitu kasus “Mahasiswa Katolik yang dibubarkan saat melakukan Doa Rosario di Tangerang”. Bukan hanya sekali-dua kali kasus-kasus yang menindas umat kristiani dan umat agama minoritas. Kasus-kasus seperti ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi negara dan pemerintah.

        Karena ini menjadi suatu landasan kemajuan negara ke depan, bagaimana suatu negara bisa maju sementara dalam negaranya sendiri masih banyak pertikaian ataupun masalah yang sering mengintimidasi antar sesama terutama terhadap kalangan minoritas.

        Kasus ini sebenarnya sudah melanggar pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.

        Di sini kita lihat ada satu kalimat yang mengatakan bahwa, “negara menjamin kebebasan penduduk beribadat menurut agamanya”. Kalimat ini yang seharusnya kita pertanyakan pada pemerintah, sudahkah umat minoritas dijamin untuk bebas beribadat manurut keyakinan?Nyatanya mereka sering mendapatkan ketidakadlilan dari kalangan mayoritas. Mungkin ketidakadilan ini datang dari negara yang kurang memperhatikan kaum minoritas.

        Jadi perlu diperhatikan bahwa agama seharusnya dimaknai lebih luas daripada dirasa oleh pemeluknya. Sehingga di kalangan umat beragama saling memiliki toleransi dan bukan menjadikan suatu agama mengintimidasi satu sama lain karena kurangnya pemaknaan pada pemeluknya, sedangkan pemeluk agama sebagian besar melakukan pendekatan antar rasa. Yang sering rasa ini sering disalahartikan.

        Maka yang penting adanya dialog antar umat beragama, supaya ada timbal-balik hubungan pemeluk satu agama dengan pemeluk agama lain. Hal ini ditempuh untuk mencari ilmu agama, meskipun hal ini sukar dicapai. Dalam ajaran filsafat agama untuk mencari kenetralan seratus persen memang sukar. Dan kesukaran pertama pada kenyataannya sukar diatasi. (Leo Agung Lagu, Mahasiswa Universitas Janabadra)


        There is no ads to display, Please add some

        Tinggalkan Balasan

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *