Meski Berkurang, Isu Politik Identitas Tetap Muncul pada Pilpres 2024

beritabernas.com – Isu politik identitas tetap akan dipakai oleh para pendukung capres di media sosial pada Pilpres 2024 meski makin berkurang. Sebab, politik identitas merupakan salah satu strategi para pendukung untuk menyerang atau menjatuhkan lawan. Isu politik identitas dipakai diman pun, bahkan di negara demokrasi AS sekalipun dan dilakukan sejak lama.

Hal ini terungkap dalam diskusi publik dengan tema Apakah Politik Identitas Masih Relevan dalam Kampanye Pemilu 2024 di Media Sosial menandai peluncuran Kantor The Conversation Indonesia (TCID) di UII, di Ruang Teatrikal Lantai 2 Gedung Kuliah Umum Sardjito, Kampus Terpadu UII, Kamis 11 Mei 2023.

Wawan Mas’udi PhD, Dekan Fisipol UGM, mengatakan, dari hasil identifikasi isu yang diangkat dalam kampanye Pilkada di DIY tahun 2017, salah satu pasangan calon menyiapkan 3 isu dalam kampanye yakni isu program kerja, isu politik identitas dan isu politik uang.

Isu program kerja menjadi pilihan utama. Bila isu ini berhasil mengantarkan pasangan calon untuk memenangkan pemilihan, maka dua isu lainnya tidak dipakai. Namun, bila isu program kerja tidak berhasil maka isu politik identitas dan politik uang baru digunakan. “Jadi isu politik identitas baru digunakan bila isu lain tidak mempan,” kata Wawan Mas’udi PhD.

Peluncuran Kantor The Conversation Indonesia (TCID). Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Sementara Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MT PhD mengatakan, secara umum istilah politik uang dikaitkan dengan agenda aktivitas politik yang di dalamnya anggota kelompok berbasis identitas mengorganisir dan memobilisasi diri untuk melawan ketidakadilan yang dialami karena sistem hegemoni. Hal yang diperjuangkan adalah kesetaraan tanpa mengabaikan kepentingan bersama.

“Kata bersama dalam konteks ini bisa didefinisikan sebagai bangsa. Indonesia sejak kelahirannya sudah kaya dengan perbedaan, dan ini adalah fakta sosial,” ujar Rektor UII.

Sementara dalam politik, perbedaan pendapat adalah hal lumrah dengan catatan tidak ada kepentingan sesaat dan sesat. Perbedaan identitas seharusnya tidak membuat perpecahan, justru merupakan faktor sosial dan sunatullah. Karena itu, dalam berinteraksi perlu dibalut nilai-nilai agung, termasuk kesetaraan sesama anak bangsa.

Sedangkan CEO/ Publisher The Conversation Indonesia (TCID) Prodita Kusuma Sabarini mengatakan, ketokohan bakal menjadi isu yang kerap diperbincangkan selama tahun politik. Namun sejatinya banyak topik lain yang perlu pula diangkat untuk memberikan edukasi kepada publik. Misalnya, isu terkait hak sipil, kebebasan berpendapat, transisi energi bersih dan krisis iklim.

Peluncuran Kantor The Conversation Indonesia (TCID). Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

“Ada banyak isu sosial yang penting dibahas namun di masa tahun politik, kurang terdengar dibandingkan ketokohan,” kata Prodita Kusuma Sabarini dalam acara peluncuran Kantor TCID di UII.

Penyebar Ilmu Pengetahuan

The Conversation Indonesia merupakan sebuah media yang bertujuan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada publik. Salah satu upayanya dengan membumikan diskusi publik melalui pendekatan pada komunitas sains.

“Latar belakangnya karena kita perlu membangun perangai ilmiah. Kami menghargai UII sebagai bagian pioner pendidikan di Indonesia dimana kampus ini sudah berdiri sejak tahun 1945 dan nilai kekayaan intelektual yang dimiliki UII akan sangat bermanfaat,” ujar kata Prodita.

Selain itu, jabatan Rektor UII sebagai Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V DIY juga memiliki peran strategis mendorong kalangan akademisi untuk terlibat dalam komunikasi sains ke publik. Diskusi publik yang digelar pun akan semakin berbobot karena berlandaskan riset dan fakta.

Rektor UII Prof Fathul Wahid mengatakan kerjasama ini adalah tonggak UII dan TCID untuk bersama-sama melantangkan gagasan diskusi sehat dan mengedukasi masyarakat. Sehingga warga kampus pun siap menjadi intelektual publik. Hal itu penting dilakukan demi merawat dan meningkatkan perangai ilmiah publik.

Para narasumber dalam diskusi publik. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Ia pun mengucapkan terima kasih kepada The Conversation Indonesia atas kepercayaannya kepada UII. Kerja sama baik ini menjadi tonggak penting di kedua belah pihak untuk bersama-sama melantangkan gagasan-gagasan tersaring yang penting untuk membuka diskusi sehat dan mengedukasi khalayak.

“Secara spesifik, kerja sama dengan kampus juga diharapkan informasi tentang perkembangan sains dapat lebih lantang terdengar di ruang publik. Hal ini sangat penting untuk merawat dan meningkatkan
perangai ilmiah (saintific temper) publik. Salah satunya, adalah kesadaran akan pentingnya data atau fakta yang mendasari setiap pilihan sikap atau pendapat. Sikap atau pendapat tidak dikuasai oleh emosi atau
perasaan, sebagaimana yang akhir-akhir ini mengemuka dalam era pascakebenaran (posttruth) (Davies, 2018). Nalar harus kembali dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Adu argumen yang terjadi pun seharusnya semakin menyehatkan,” kata Rektor UII. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *