Meski Sebagian Besar Dosen PTN Telah Menerima Tukin, Tapi Masih Banyak Persoalan di Lapangan

beritasbernas.com – Meski sebagian besar dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) telah menerima pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) selama 6 bulan yakni Januari-Juni 2025, namun masih banyak persoalan di lapangan yang menimbulkan ketidakadilan dan kebingungan administratif.

Karena itu, Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) melakukn konsolidasi nasional secara daring pada pada 21 Juli 2025 guna membahas berbagai kendala yang dihadapi dosen dalam proses pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin).

Dalam siaran pers ADAKSI terkait hasil Konsolidasi Nasional pada 21 Juli 2025 yang diterima beritabernas.com dari Titis Triyono Adi Nugroho S.Sn M.Sn, Koordinator ADAKSI Yogyakarta yang juga Dosen ISI Yogyakarta, Rabu 23 Juli 2025, mengungkapkan, dalam forum tersebut terungkap berbagai persoalan nyata yang dihadapi oleh dosen di sejumlah perguruan tinggi.

Pertama, adanya pemotongan Tukin karena tugas belajar tanpa SK resmi. Terkait hal ini, sejumlah dosen yang tengah menjalani studi lanjut tanpa surat keputusan resmi dari kementerian tetap menjalankan tugas tridharma. Namun, mereka justru tidak diakui aktivitasnya dalam sistem dan Tukin mereka dipotong karena dianggap sedang tugas belajar.

BACA JUGA:

Kedua, adanya ketidaksesuaian data sertifikasi dan jabatan akademik. Dalam hal ini, ada kasus dosen yang belum sertifikasi dosen (serdos), tetapi dalam sistem terinput seolah sudah serdos, mengakibatkan Tukin dipotong signifikan. Ada pula pengajuan jabatan akademik Lektor Kepala yang hanya diakui sebagai Lektor dalam sistem, walaupun SK sebenarnya telah terbit.

Ketiga, masalah validasi di Sister dan BKD. Dalam kasus ini, beberapa dosen mengalami kendala dalam sistem pelaporan kinerja dosen (BKD) periode sebelumnya dan kesalahan input data di Sister yang berdampak pada keterlambatan atau pemblokiran pembayaran Tukin.

Masalah keempat adalah multitafsir petunjuk teknis (Juknis). Dalam kasus ini ada perbedaan perlakuan antar kampus terhadap status tugas belajar dan izin belajar yang belum di-ACC oleh kementerian, akibat juknis yang tidak seragam. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan keresahan di kalangan dosen.

Kelima, Tukin tidak cair karena perpindahan homebase. Dalam hal ini berapa dosen melaporkan bahwa proses mutasi homebase menyebabkan status mereka tidak diakui sementara, sehingga Tukin tidak dapat dicairkan tepat waktu.

Kemudian, masalah keenam adalah kebutuhan aturan transisi jabatan fungsional. Dosen yang naik jabatan fungsional di pertengahan tahun mengalami kebingungan terkait besaran Tukin yang diterima, akibat belum adanya pedoman transisi yang jelas.

Ketujuh adalah besarnya pajak TER untuk dosen P3K. Dalam masalah ini pajak TER yang dibebankan kepada dosen P3K sebesar 15-17 persen cukup mengurangi besaran Tukin dan menjadi indikator kesetaraan P3K dan PNS yang sama-sama sebagai ASN masih jauh dari realita di lapangan.

Terkait masalah-masalah tersebut, dalam forum itu ADAKSI menegaskan pentingnya perbaikan sistem manajemen Tukin secara menyeluruh, termasuk konsistensi juknis, transparansi input data dan perlindungan terhadap hak dosen yang tengah menjalani studi lanjut atau dalam masa transisi administratif.

Organisasi dosen yang menginisiasi perjuangan tukin ini juga mendorong komunikasi aktif antara dosen, asesor, SPI dan pihak kampus untuk menyamakan persepsi dan menyelesaikan kendala yang terjadi.

“Sebagai langkah lanjutan, ADAKSI akan menyampaikan temuan dan aspirasi dari lapangan ini kepada pihak kementerian terkait, termasuk usulan revisi juknis Tukin dan perbaikan sistem digital pelaporan dosen,” kata Titis Triyono Adi Nugroho mengutip siaran pers ADAKSI tersebut. (lip)


    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *