Dari Coffee Morning Lecture FTSP UII, Penataan Kampung di Perkotaan Perlu Kolaborasi

beritabernas.com – Penataan kampung di perkotaan membutuhkan kerjasama atau kolaborasi dari berbagai pihak terkait, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Sebab, penataan kampung di perkotaan merupakan jalan panjang yang dilakukan sejak dulu dan akan terus dilaksanakan.

Penataan kampung secara kolaboratif melibatkan masyarakat, pemerintah, akademisi dan ahli permukiman-perkotaan serta lembaga-lembaga terkait lainnya. Dengan kerjasama yang baik dari berbagai pihak maka penataan kampung di perkotaan bisa berjalan dengan baik.

Hal itu disampaikan Titik Efianti dan Yudha Prasetyo, keduanya dari YPA Architecture Studio, dalam acara Coffee Morning Lecture yang diadakan FTSP UII di Ruang IRC Lantai 1 Sayap Utara FTSP UII, Selasa 30 Mei 2023.

Dalam acara Coffee Morning Lecture yang dibuka oleh Dekan FTSP UII Dr.Ing Ir Ilya Fadjar Maharika MA IAI dengan tema Membangun Kampung dan Cetak Biru Kebijakan Perumahan Indonesia, Titik Efianti yang juga Alumni UII itu, mengatakan, sebelum melakukan penataan kampug perlu melakukan pengumpulan data melalui survei, dasar hukum penataan lalu dibahas dalam FGD.

Titik Efianti (memegang mic) dari YPA Architecture Studio dalam acara Coffee Morning Lecture di Ruang IRC Lantai 1 Sayap Utara FTSP UII, Selasa 30 Mei 2023. Foto: PhilipusJehamun/ beritabernas.com

Kemudian, dilakukan analisa batasan penerapan desain kampung, desain partisipatif berbasis HAK lalu pelaksanaan dan evaluasi rutin, serah terima hasil pekerjaan hingga monitoring dan mentoring.

“Penataan kampung merupakan sebuah kolaborasi dan jalan panjang yang dilakukan sejak dulu dan akan terus dilaksanakan untuk perbaikan kampung kota. Penataan kampung wajib dilakukan oleh para pegiat untuk perbaikan kondisi kampung, dalam hal ini kampung kota,” kata Titik Efianti.

Sementara menurut Yudha Prasetyo, dalam penataan kampung di perkotaan, ada 3 prinsip dalam arsitektur yakni mudah diterima, mudah dijangkau dan mudah dikerjakan.

Backlog perumahan membengkak

Sementara Salahudin Rasyidi, Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa III Ditjen Perumahan, yang juga menjadi narasumber dalam Coffee Morning Lecture itu mengungkapkan bahwa backlog perumahan di wilayah Jawa Tengah dan DIY terus membengkak.

BACA JUGA:

Hal ini terlihat dari data Ditjen Perumahan Kementerian PUPR yakni angka backlog di Jawa Tengah saat ini mencapai 937 ribu unit atau naik 7,4 persen, sedangkan di DIY berjumlah 265 ribu atau naik 2,1 persen. Indikasi utama dari meningkatnya persentase backlog kepemilikan rumah menunjukkan adanya penurunan kemampuan daya beli masyarakat. Kondisi itu terjadi di tengah situasi ekonomi yang melemah.

Menurut Salahudin Rasyidi, kenaikan persentase backlog di Jateng dan DIY termasuk yang paling tinggi setelah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Secara nasional, backlog diproyeksi akan semakin naik hingga menembus 22,74 juta pada tahun 2045.

Dikatakan, banyak tantangan yang dihadapi, di antaranya jumlah rumah tangga yang terus bertambah dengan rata-rata pertumbuhan 700 ribu hingga 800 ribu per tahun. Sementara di sisi lain, proporsi kepemilikan rumah mengalami penurunan. Penyediaan lahan semakin susah, efektivitas kelembagaan perumahan dipandang masih rendah untuk pemenuhan backlog. Sesuai alur kebijakan permukiman, saat ini sudah masuk masa percepatan.

Salahudin Rasyidi,(memegang mic) dalam acara Coffee Morning Lecture di Ruang IRC Lantai 1 Sayap Utara FTSP UII, Selasa 30 Mei 2023. Foto: PhilipusJehamun/ beritabernas.com

Menurut Salahudin, sejumlah program telah disusun antara lain gerakan sejuta rumah, Kotaku, Tapera, dan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Sebagai langkah awal, kami membuka Klinik Rumah Swadaya atau KRS bekerjasama dengan Pemkot Yogyakarta. Hal ini untuk membantu masyarakat dalam proses pemenuhan rumah layak huni,” katanya.

ada layanan tersebut, warga bisa berkonsultasi tentang desain, RAB, pelaksanaan hingga pengawasan pembangunan rumah. Hadirnya klinik ini tidak lepas dari fakta bahwa sekitar 70 persen rumah dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang sebagiannya masuk kategori MBR. Sementara hanya 22 persen perumahan yang disediakan oleh pemerintah, developer maupun komunitas.

“Idealnya, bangunan rumah memiliki 4 kriteria layak huni yakni struktur yang aman, luasan memadai, serta akses air bersih dan sanitasi. Meskipun dibangun sendiri, bangunan rumah harus memenuhi kriteria rumah layak huni,” kata Salahudin.

Dekan FTSP UII Ilya Fadjar Maharika mengatakan, acara Coffee Morning Lecture yang rutin digelar setiap bulan ini untuk menepis kesan perguruan tinggi seperti menara gading yang jauh dari masyarakat. Melalui acara Coffee Morning Lecture yang mengangkat berbagai tema aktual dan menyangkut kepentingan masyarakat banyak dibahas dengan bahasa masyarakat yang mudah dicerna dan dipahami. (lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *