Pengamat UGM: Kebijakan Pemprov NTT Masuk Sekolah Pagi Berdampak Buruk bagi Siswa

beritabernas.com – Pengamat Perkembangan Anak dan Remaja dan Pendidikan dari Fakultas Psikologi UGM T Novi Poespita Candra S.Psi MSi PhD.Psikolog menilai, kebijakan Pemprov NTT menerapkan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA berdampak buruk bagi siswa.

Kebijakan yang diterapkan Pemprov NTT tersebut dinilai oleh pengamat dari UGM ini kurang bijaksana dan kurang komperehensif.

Menurut T Novi Poespita Candra, dalam kajian perkembangan dan pendidikan sampai saat ini belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar, kedisiplinan dan prestasi siswa.

“Dengan demikian kebijakan ini kurang bijaksana,” kata T Novi Poespita Candra kepada wartawa, Kamis 2 Pebruari 2023.

Menurut Novi, kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi. Sebab, kebijakan sekolah masuk lebih pagi bisa berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa.

Dikatakan, dari sisi fisik masuk sekolah lebih pagi akan memengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh pada kondisi fisik anak. Sementara penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih rentan terserang penyakit. Hal ini pada akhirnya akan memengaruhi fokus belajar anak.

BACA BERITA TERKAIT:

“Masuk lebih pagi, terburu-buru, dikahwatirkan anak-anak jadi tidak sempat sarapan atau sarapan namun kurang berkualitas sehingga memengaruhi konsentrasi belajar di sekolah,” kata Novi.

Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan ini mengatakan kebijakan masuk sekolah pagi juga akan berpengaruh pada emosi anak karena harus bangun lebih pagi yang tentunya bukan menjadi hal yang mudah. Demikian pula orangtua, yang bisa tersulut emosinya ketika menjumpai anak-anak belum siap.

“Akan banyak berpotensi memunculkan problem emosi, yang seharusnya berangkat dengan emosi positif penuh harapan dan motivasi. Namun justru diawali dengan emosi negatif. Belum lagi kalau terlambat anak akan menerima hukuman, disini anak-anak juga bisa timbul emosi dan begitu juga gurunya emosi karena capek,” ujarnya.

Menurut Novi, ada lingkaran persoalan emosi negatif yang dimunculkan dalam kondisi ini. Apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menurunkan motivasi belajar siswa dan mengajar guru.

Kebijakan tersebut juga memengaruhi aspek kognitif pada anak. Otak manusia akan berfungsi secara optimal jika kondisi seluruh tubuh berada dalam keadaan fit dan bahagia. Jika hal itu tidak terjadi maka otak tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga berkontribusi pada penurunan kualitas numerasi, literasi serta pengambilan keputusan.

BACA JUGA: Gubernur NTT Diadukan ke Presiden Jokowi Terkait Perubahan Jadwal Masuk Sekolah

Karena masuk sekolah lebih pagi, menurut Novi, anak-anak menjadi kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan keluarga. Demikian pula dari sisi keamanan, kebijakan ini masih kurang tepat.

“Kalau masuk lebih pagi kan masih gelap. Ini perlu dipikirkan keamanannya, terutama daerah-daerah pinggiran yang jalannya masih sepi kan bahaya,” tutur Novi.

Novi mengatakan kebijakan masuk sekolah pagi untuk mendorong kedisiplinan siswa pada realitanya tidak tercapai. Mengutip hasil pantauan yang dilakukan Kompas.id, Novi menyebut ada sekitar 96,16 persen siswa yang terlambat di SMA Negeri 1 kota Kupang pada Rabu 1 Maret 2023.

Ia juga menilai kebijakan tersebut juga kurang empatik dan komperehensif karena tidak mempertimbangkan kondisi sosial siswa dan guru. Dari investigasi beberapa media tercatat tidak semua anak punya kendaraan sendiri sehingga harus menyewa lebih mahal ada juga orang tua yang mengeluh tidak bisa pergi bekerja karena harus mengantar anaknya dahulu. Kebijakan ini jadi kurang terlihat memanusiakan.

Menurut Novi, memajukan jam masuk sekolah bukan satu-satunya cara untuk mewujudkan disiplin, etos belajar dan prestasi. Cara yang dirasa efektif untuk membentuk kultur belajar di sekolah adalah yang memfasilitasi kodrat-kodrat manusia yang berupa rasa keingintahuan, dialog dan kreativitas.

“Untuk meningkatkan disiplin, etos belajar dan prestasi pada siswa remaja ini yang dibutuhkan adalah motivasi atau kesadaran dalam diri siswa. Kalau di sekolah dibangun rasa ingin tahu, belajar berdasar kasus, eksperimen, maka anak-anak akan dengan sadar dan punya motivasi belajar,” katanya.

Rasa keingintahunan pada siswa ini, menurut Novi, perlu dibangun melalui dialog. Sebab siswa masih berada dalam tahapan usia remaja yang sedang berkembang menemukan identitas diri. Dengan sering melakukan dialog dengan guru diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri akan pentingnya disiplin maupun belajar. Sayangnya, sekolah di Indonesia saat ini masih minim dalam membangun dialog dan rasa ingin tahun pada siswa.

Novi menyebutkan upaya membangun kreativitas dan memfasilitasi pengembangan imajinasi pada siswa juga perlu diupayakan.

“Problem anak sekarang adalah 79 persen karena kebosanan. Kalau jam pelajaran ditambah justru akan menambah kebosanan anak yang akan menurunkan motivasi belajar sehingga bagaimana menciptakan kultur baru yang memperhatikan kodrat-kodrat manusia perlu dipikirkan,” kata Novi. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *