Presiden Joko Widodo: Kepemimpinan ke Depan Sangat Menentukan Masa Depan Indonesia

beritabernas.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, kepemimpinan ke depan sangat menentukan masa depan Indonesia. Hal ini bukan tentang siapa yang jadi presiden, tapi apakah pemimpin ke depan sanggup atau tidak untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah dimulai saat ini, apakah berani atau tidak, mampu konsisten atau tidak.

“Yang dibutuhkan adalah napas yang panjang. Kita tidak sedang jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint. Tapi yang kita lakukan adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan memperingati HUT ke-78 Kemerdekaan RI, Rabu 16 Agustus 2023.

Menurut Presiden Joko Widodo, tantangan Indonesia ke depan tidak mudah. Pilihan kebijakan akan semakin sulit sehingga dibutuhkan keberanian dan kepercayaan untuk mengambil keputusan yang sulit, keputusan yang tidak populer.

Karena itu, menurut Presiden Jokowi, pemimpin harus punya public trust, karena kepercayaan adalah salah
satu faktor penentu bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya suatu keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa. Selain itu, seorang pemimpin juga membutuhkan dukungan dan kerja sama dari seluruh komponen bangsa.

Presiden Joko Widodo. Foto: Twitter@jokowi

“Oleh sebab itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, para
ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemimpin adat, guru, budayawan, tenaga kesehatan, awak media, partai politik, politisi, aparat pemerintah, jajaran TNI dan Polri serta kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah memberikan dukungan selama ini,” kata Presiden Jokowi.

Indonesia emas

Presiden Joko Widodo kembali mengatakan bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, meraih posisi menjadi negara 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Namun, tidak hanya peluang, tapi strategi untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur.

Dikatakan, bonus demografi yang akan mencapai puncak pada tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Saat itu, sebanyak 68 persen penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita.

Selanjutnya, peluang besar yang kedua adalah international trust yang dimiliki Indonesia saat ini. Kepercayaan yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.

Presiden Jokowi mengatakan, momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan dan kesetaraan serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia.

BACA JUGA:

Di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan, Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya, mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.

Menurut Presiden Jokowi, lembaga think tank Australia, Lowy Institute, menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia, dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power.

“Tapi kemudian ada yang mengatakan, apa pentingnya international trust yang tinggi. Rakyat makan nasi. International trust tidak bisa dimakan. Ya memang tidak bisa. Sama seperti jalan tol, tidak bisa dimakan. Hal-hal ini adalah contoh bagaimana kita menghabiskan energi untuk hal tidak produktif. Tapi tidak apa-apa, saya malah senang. Memang harus ada yang begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton,” kata Presiden Jokowi.

Dikatakan, dengan international trust yang tinggi, kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam bernegosiasi. Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan.

“Kita rugi besar jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan belum
tentu kita akan kembali memilikinya,” kata Kepala Negara.

Strategi pertama kita untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6% di 2022 dan menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,91 di 2022. Kita juga telah meningkatkan Indeks PemberdayaanGender menjadi 76,59 di 2022. Kita telah menyiapkan anggaran perlindungan sosial, dengan total sebesar Rp 3.212 triliun dari tahun 2015 sampai tahun 2023, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Kita juga me-reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Pra-Kerja.

Di saat yang sama, SDM yang telah kita persiapkan harus mendapat lapangan kerja yang bisa menghasilkan produktivitas nasional. Kita harus mengembangkan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.

Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih
kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan. Tapi, kaya sumber daya alam saja tidak cukup. Jadi pemilik saja tidak cukup. Karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.

“Saya ingin tegaskan, Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu
mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya. Ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi,” demikian Presiden.

Hilirisasi yang ingin kita lakukan, menurut Presiden, adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang manfaatkan sumber energi baru dan terbarukan serta meminimalisasi dampak lingkungan. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang. Hilirisasi ini tidak hanya pada komoditas mineral, tapi juga non-mineral, seperti sawit, rumput laut, kelapa dan komoditas potensial lainnya. Hilirisasi ini juga harus mengoptimalkan kandungan lokal, bermitra dengan UMKM, petani dan nelayan, sehingga
manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.

“Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan
mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya, terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” kata Presiden.

Sebagai gambaran, setelah kita stop ekspor nickel ore pada 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat.
Kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru satu komoditas. Jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel, tembaga, bauksit, CPO, dan rumput laut, berdasar hitung-hitungan pemerintaah, perkiraan dalam 10 tahun ke depan, pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp 153 juta (US$ 10,944). Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp 217 juta (US$ 15,860). Dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita, akan mencapai Rp331 juta (US$ 25,025).

Sebagaip erbandingan, tahun 2022 kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, lompatannya bisa lebih dari 2 kali lipat dalam 10 tahun. Fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai. Pertama, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita. Berdasar laporan Institute for Management Development, daya saing kita pada 2022 naik dari ranking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia.

Kedua, pembangunan dari desa, pinggiran dan daerah terluar yang pada akhirnya memeratakan ekonomi kita, dengan Dana Desa yang kita gelontorkan mencapai Rp 539 triliun dari tahun 2015 hingga 2023.
Ketiga, reformasi struktural yang konsisten, terutama sinkronisasi dan penyederhanaan regulasi,
kemudahan perizinan, kepastian hukum dan pencegahan korupsi. Semua menjadi modalitas kita untuk meraih kemajuan. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *