beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD meminta ADHKI (Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam) untuk memperhatikan isu terkait keluarga digital. Dalam hal ini ADHKI perlu membuat konsep, prinsip dan sesuai ajaran agama untuk membentuk keluarga digital.
“Apakah mungkin isu terkait keluarga digital juga menjadi perhatian kawan-kawan ADHKI. Karena selama ini mulai SD, SMP dan SMA jarang dibentuk bagaimana menjadi warga digital yang baik. Nampaknya ini penting sesuai tema konferensi kali ini. Jangan sampai terlambat. Kalau mahasiswa sudah agak sedikit rusak,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid dalam The 3rd International Conference on Islamic Family Law (ICoIFL) of ADHKI (Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam) di Kampus FIAI UII, Rabu 26 Juli 2023.
Konferensi ketiga ADHKI yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII bekerja sama dengan UUIN Salatiga, Jawa Tengah ini mengangkat tema Navigating Islamic Family Law and Human Issues in The Digital Era.
Menurut Rektor UII, warga Indonesia diharapkan menjadi warga Keluarga Digital yang bermartabat, yaitu manusia yang bisa bersikap dan tetap menghargai orang lain. Ada kebebasan berekspresi, tetapi tetap menghormati hak-hak orang lain yang harus dijaga dan dihargai.
Karena itu, Prof Fathul mengharapkan ADHKI agar dapat menciptakan Keluarga Islam yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Misalnya, bagaimana seharusnya pendidikan di TK, SD, SMP, SMA.
Sementara Dr Drs Asmuni MA, Dekan FIAI UII, mengatakan, ICoIF merupakan langkah antisipasi ADHKI untuk mendiskripsikan kira-kira apa yang akan terjadi ke depan, termasuk dalam ranah digitalisasi.
BACA JUGA:
- Bangun Budaya Keilmuan, FTI UII Dorong Mahasiswa S3 Melakukan Penelitian Berkualitas
- Pameran Khazanah Literasi Islam Indonesia, Rektor UII: Bentuk Hormat pada Masa Lalu
- Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada YBW UII Dorong Peningkatan Literasi Lewat Pameran
Menurut Dr Drs Asmuni MA, The 3rd ICoIFL terdiri dari 3 bagian. Pertama, Musyawarah Kerja Nasional (Muskernas) ADHKI Indonesia untuk memutuskan rencana kerja ke depan dan mengupayakan agar hukum-hukum keluarga lebih banyak menjadi legislasi-legislasi formal di Indonesia.
Kedua, bagi FIAI UII, konferensi ini memiliki tiga tugas yaitu sebagai pelaksana, tuan rumah dan memberi motivasi asosiasi ini. Dan ketiga, tidak sekadar hanya menyelenggarakan seminar tetapi bagaimana asosiasi ini bisa membentuk kurikulum dan output apa yang diinginkan dari Prodi Hukum Islam yang terkait dengan hukum keluarga.
“Sebetulnya banyak hal tentang Hukum Keluarga Islam. Kalau dilihat dari Undang-undang (UU) Perkawinan sudah ada revisi. Masalah penambahan umur juga dianggap ada sisi kelemahan,” kata Asmuni.
Dr Asmuni menambahkan bahwa baru-baru ini ada peraturan yang membolehkan perkawinan antar agama, namun peraturan itu dianulir dengan Keputusan Mahkamah Agung. “Di sini akan muncul banyak masalah. Salah satunya, status anaknya seperti apa dan masih banyak hal yang didiskusikan penganuliran oleh MA,” kata Asmuni.
Perkawinan yang sah menurut negara, kata Asmuni, adalah perkawinan yang tercatat. Sehingga kalau belum tercatat, tentu ada masalah di situ. “Hukum Islam sudah menjadi hukum positif, setelah diundangkan menjadi undang-undang. Atau undang-undang lain seperti UU Perbankan Syariah atau UU yang berkaitan dengan wakaf dan sebagainya,” katanya.
Menurut Asmuni, ke depan, perubahan undang-undang itu sangat cepat. Bahkan bisa lebih cepat dari pada yang diprediksikan. Sehingga ICoIF ini merupakan langkah antisipasi untuk mendiskripsikan kira-kira apa yang akan terjadi ke depan, termasuk dalam ranah digitalisasi. (lip)
There is no ads to display, Please add some