Oleh: Andreas Chandra
beritabernas.com – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU atau revisi UU TNI oleh DPR RI pada Kamis 20 Maret 2025 menyisakan rasa kecewa mendalam di kalangan sebagian besar rakyat Indonesia.
RUU TNI atau revisi UU TNI ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan representasi rakyat yang seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh negara. Sebagai sebuah negara demokrasi, seharusnya setiap kebijakan yang dihasilkan harus dapat mencerminkan kepentingan dan suara rakyat. Namun, dengan disahkannya RUU TNI ini, suara rakyat seperti diabaikan begitu saja.
Salah satu hal yang paling mencolok dalam pengesahan RUU TNI ini adalah tidak adanya transparansi dan partisipasi yang cukup dari masyarakat dalam proses pembahasan. Banyak pihak mengkritik bahwa pengesahan RUU TNI ini dilakukan secara terburu-buru, tanpa melibatkan diskusi publik yang layak. Padahal, kebijakan yang berkaitan dengan institusi militer, yang memiliki dampak langsung terhadap kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat, seharusnya mendapat perhatian lebih serius dan diskusi yang lebih mendalam.

Keprihatinan terbesar muncul terkait dengan penguatan posisi TNI dalam kehidupan politik dan sosial. Beberapa pasal dalam RUU TNI dianggap memberikan kewenangan yang sangat besar kepada militer, yang berpotensi mengancam prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam konteks ini, ada kekhawatiran bahwa militer akan memiliki peran yang lebih dominan dalam menentukan arah kebijakan negara, yang seharusnya menjadi domain sipil dan rakyat. Ini tentu bertentangan dengan semangat reformasi yang sudah seharusnya berjalan untuk menghindari kekuasaan yang terpusat pada satu lembaga atau institusi tertentu.
Selain itu, dengan disahkannya RUU TNI, banyak kalangan yang meragukan niat pemerintah untuk menjaga keberagaman suara dan aspirasi masyarakat. Pengesahan undang-undang yang tidak melibatkan diskusi publik yang lebih luas menunjukkan bahwa representasi rakyat dalam sistem politik kita belum sepenuhnya terlaksana. Undang-undang ini lebih terkesan sebagai keputusan yang diambil oleh segelintir orang yang tidak mewakili kepentingan rakyat banyak.
BACA JUGA:
- Anggota DPR RI Yulius Setiarto Mengecam Keras Aksi Teror Terhadap Jurnalis Tempo
- Civitas Akademika UII dan UGM Kompak Tolak Revisi UU TNI, Rektor: Indonesia Punya Sejarah Kelam
RUU TNI ini juga memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana kita memandang posisi TNI dalam negara. Apakah peran TNI seharusnya semakin diperluas, ataukah kita harus lebih berhati-hati dalam memberi kewenangan pada lembaga yang memiliki kekuatan militer? Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil, khususnya yang berkaitan dengan militer, tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Sebagai rakyat yang berdaulat, kita seharusnya tidak boleh tinggal diam melihat proses legislatif yang jauh dari aspirasi kita. Masyarakat harus terus berjuang untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh negara benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir elit yang berada di lingkaran kekuasaan.
Pengesahan RUU TNI menjadi UU dengan segala kontroversinya, menjadi bukti bahwa perjuangan untuk menjaga demokrasi dan keadilan masih harus terus dilakukan. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)