Sirekap KPU Memang Memiliki Banyak “Kelebihan”

Oleh: Dr KRMT Roy Suryo 

beritabernas.com – Oops, hati-hati. Judul tulisan tersebut di atas jangan langsung diterjemahkan secara letterlijk atau harfiah. Karena kalimat tersebut adalah kalimat sarkastik yang sengaja dipilih sebagai penilaian saya atas program Sirekap (Sistem Rekapitulasi Pemilu) 2024 yang banyak sekali menimbulkan permasalahan ketika diaplikasikan saat memindai form perhitungan dari TPS-TPS ke data center KPU di Jakarta.

Bagaimana tidak, sebagaimana sudah saya tuliskan detail teknisnya di 2 tulisan sebelumnya (Selain Etik, Catatan Buruk Teknik pada Pemilu 2024, 16/02/24 dan Periksa & Audit Forensik IT KPU, 17/02/24), tulisan ini lebih mempertegas bagaimana sebenarnya Sirekap KPU tersebut dan implikasinya bagi Pemilu 2024.

Terus, apa saja “kelebihan” dari Sirekap KPU tersebut? Pertama, sudah menjadi fakta dan bukti teknik bahwa sistem OCR (Optical Character Recognition) & OMR (Optical Mark Reader) yang digunakan di Sirekap KPU ini-meski puluhan kampus sudah sukses menggunakannya semenjak beberapa belas tahun silam-ternyata failed ketika diterapkan Sirekap KPU pada Pemilu 2024.

Karena bukan hanya “salah baca” angka 1 menjadi 7 atau 4, namun di banyak tempat secara masif terjadi (Automatically Algoritm) “penambahan” mulai dari puluhan, ratusan hingga ribuan di kolom (paslon) tertentu. Kalau 1 atau 2 tempat masih bisa ditolerir, tetapi berbagai laporan fakta menunjukkan hal tersebutmengarah ke sifat TSM (Terstruktur Sistematis, Masif) menurut fakta-fakta yang juga sudah jadi trending topic di berbagai social media, sampai lebih dari 100 ribu postingan di platform X/ Twitter.

BACA JUGA:

Padahal, sekali lagi sudah saya berikan referensi ilmiahnya, sistem OCR/ OMR ini sudah ditemukan konsepnya semenjak 110 tahun silam, tepatnya tahun 1914 ketika Emanuel Goldberg, Fisikawan Jerman, merintis penggunaannya untuk alat Telegraph. Sehingga kalau sekarang di tahun 2024 saja masih banyak terjadi error di Sirekap, ini jelas-jelas menunjukkan kelebihan pertamanya : lebih tidak akurat.

Kedua, meski UU Perlindungan Data Pribadi (PHP) sudah disahkan semenjak tahun 2022 dan di dalamnya mempersyaratkan penempatan lokasi server data krusial atau obyek vital negara berada di dalam negeri, namun Sirekap ini terbukti secara teknis bahwa alamat IP-Address 170.33.13.55 yang digunakannya menunjuk kepada Alibaba.com Singapore e-commerce Limited, bahkan jelas-jelas tercantum nama Aliyun Cimputing Co.Ltd (?) yang berlokasi tidak di Indonesia namun di Singapore. Bahkan beberapa rekan sejawat pakar digital juga menemukan koneksi server sirekap ini dengan lokasi server di China bahkan Perancis.

Hal ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Sirekap telah dengan sangat terbuka mempertaruhkan sisi keamanan dan marwah data-data masyarakat pada tingkat yang mengkhawatirkan, karena server Alibaba.com tersebut adalah server komersial yang juga digunakan oleh berbagai data penyewa lainnya dari banyak negara, sehingga potensi kebocoran data atau kemacetan jaringan menjadi sangat rawan terbuka. Ini layak disebut sebagai kelebihan kedua, yakni lebih berbahaya.

Selanjutnya kalau melihat dari mendadaknya aplikasi ini diumumkan ke publik, baru semenjak Januari 2024, langsung tiba-tiba bisa diunduh di PlayStore tanpa ada pengumuman uji publik dan teknis jauh-jauh hari sebelumnya, maka sangat bisa dipertanyakan bagaimana keakurasian sistem yang berani dipertaruhkan untuk data Pemilu yang sangat krusial dan menyangkut masa depan Indonesia dalam Pemilu 2024 ini?

Maka saya sempat pertanyakan bagaimana soal Sertifikasi SIREKAP ini? Walau disebut-sebut sudah disertifikasi dari Kemkominfo, namun mengingat integritas dari Kementerian yang dipimpin oleh relawan pendukung salah satu paslon ini layak dipertanyakan obyektivitasnya, apalagi seharusnya sertifikasi diberikan oleh badan yang lebih kredibel milik negara, misalnya BRIN. Oleh sebab itu inilah kelebihan ketiga dari SIREKAP, yakni tidak obyektif alias lebih subyektif.

Ketika saya pertanyakan soal anggaran yang digunakan untuk proyek Sirekap yang merupakan bagian dari nilai keseluruhan proyek Pemilu 2024 sebesar Rp 71 trilun saja, data khusus untuk SIREKAP ini simpang siur informasinya. Tampak sekali terjadi “ketidaktransparanan” yang terjadi, bahkan ketika didesak oleh media secara detail, KPU dengan segala cara berusaha menghindarinya.

Salah satu media nasional sempat menulis bahwa anggaran SIREKAP ini mencapai Rp 2,5 miliar dan pemeliharaannya sampai hampir Rp miliar, tepatnya Rp 900 juta. Fakta ini sangat aneh dan tidak masuk akal, karena terbukti bahwa server datanya berada di luar negeri, namun anggarannya sangat fantastis untuksekedar sewa hosting dan bahkan secara hukum sudah “mempertaruhkan rahasia data masyarakat” di luar negeri tersebut. Ini layak disebut sebagai kelebihan Sirekap yang keempat, yakni lebih tidak transparan.

Belum lagi kalau mendengar statemen KPU terakhir bahwa mereka menolak audit untuk membuka mekanisme kerjasama KPU dengan yang disebut-sebut “2 kampus ternama” untuk pengembangan SIREKAP ini, padahal Indonesia memiliki UU KIP/ Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14/2008 yang mengharuskan setiap lembaga menjelaskan secara detail proses tersebut terutama yang menyangkut APBN yang berasal dari uang rakyat.

BACA JUGA:

Hal ini jelas-jelas merupakan indikasi pelanggaran UU. Selain UU PDP No 27/2022 sebelumnya, dimana UU KIP No 14/2008 ini meski ada yang dikecualikan, namun jika menyangkut anggaran negara dari uang rakyat. Hal tersebutwajib disampaikan secara terbuka kepada masyarakat saat dilakukan audit investigasi. Ketertutupan KPU ini layak untuk menyebut SIREKAP menyandang kelebihan kelima, yakni lebih misterius.

Kembali ke soal teknis, saat tulisan ini dibuat, Senin 19 Pebruari 2024 sudah hari kelima semenjak pemaksaan Pemilu 2024 yang berlangsung Rabu 14 Pebruari 2024 minggu lalu dan kemajuan dari proses penghitungan manual-yang di dalamnya dibantu oleh SIREKAP-ini juga belum mencapai prosentase yang signifikan. Padahal kabarnya peator-operasi lapangan/ para petugas KPPS sudah ditraining tidak hanya secata TOT (Traning of Trainer) tetapi sampai kepada petugas lapangannya yang membutuhkan biaya besar.

Hal ini akan semakin membuat perhitungan suara masuk yang mesti sudah digunakan SIREKAP menjadi tidak cepat dan bisa menimbulkan implikasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil real count KPU, apalagi sebelumnya sudah dijejali denganpublikasi yang sangat bombastis hasil quick-count dan exit poll (meski kesemuanya memiliki alasan keilmiahannya sendiri-sendiri). Jadi ketidakcepatan proses SIREKAP ini layak disebut sebagai kelebihan keenam, yakni lebih lambat.

Kesimpulannya, dengan melihat beberapa “kelebihan” (lebih dari 5 poin) di atas, yakni 1. Lebih Tidak Akurat, 2. Lebih Berbahaya, 3. Lebih Subyektif, 4. Lebih Tidak Transparan, 5. Lebih Misterius dan 6. Lebih Lambat, memang sangat layak bahwa selain audit sistem/ teknis yang saya usulkan, SIREKAP KPU ini harus dilakukan juga audit investigatif keuangan/ anggarannya, karena meski yang digunakan adalah hasil manual, namun SIREKAP sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar dan itu semua adalah uang rakyat. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Muktimedia, AI & OCB Independen)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *