Bagi Perguruan Tinggi, Putusan MK Terkait Sengketa Pemilu 2024 Belum Selesai

beritabernas.com – Meski secara hukum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilu 2024, terutama pemilihan presiden, sudah final dan mengikat, namun bagi perguruan tinggi putusan tersebut belum selesai. Sebab, putusan MK tersebut masih bisa diperdebatkan, didiskusikan bahkan bisa dikritik sana-sini.

Apalagi dalam putusan tersebut, 3 dari 8 Hakim MK yang menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Ketiga Hakim MK yang memberikan pendapat berbeda tersebut bahkan membenarkan dalil-dalil pemohon, baik pemohon paslon 01 maupun paslon 03 meski dalam petitumnya tidak semua permohonan dikabulkan.

“Eksaminasi putusan MK ini sekalipun tidak berimplikasi pada dibatalkannya putusan karena putusan MK sudah final, mengikat bahkan beberapa pihak sudah menyatakan diri untuk menerima, namun bagi perguruan tinggi belum selesai. Karena putusan masih bisa diperdebatkan, masih bisa didiskusikan bahkan masih bisa dikritik sana sini,” kata Dr Sri Hastuti Pusitasari, Wakil Dekan bidang Sumber Daya FH UII, pada acara Eksaminasi Publik Putusan MK di Auditorium Mini Kampus FH UII, Sabtu 4 Mei 2024.

Eksaminasi putusan MK tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, baik bidang hukum konstitusi, hukum tata negara, politik maupun keuangan negara.

Menurut Sri Hastuti, acara seperti ini sangat penting untuk mengkaji secara akademis tentang putusan MK. Apalagi dalam putusan tersebut, ada Hakim MK yang memberikan pendapat berbeda. Hal ini berarti, dalil-dalil pemohon terbukti dan sebagian permohonan diterima. Hal ini sangat menarik untuk dikaji secara akademik.

Para narasumber memaparkan materi pada Eksaminasi Publik Putusan MK di Auditorium Mini Kampus FH UII, Sabtu 4 Mei 2024. Foto: Philipus Jehamun/ beritabernas.com

Hal ini juga dibenarkan oleh Ahli Konstitusi FH UII Prof Dr Niā€™matul Huda SH M.Hum. Dikatakan, dari 3 Hakim yang memberikan dissenting opinion semakin jelas bahwa apa yang didalilkan pemohon baik 01 maupun 03 diyakini benar, meski 5 Hakim MK lainnya tidak yakin akan dalil-dalil pemohon.

Prof Ni’matul memberi contoh penyaluran bansos yang dianggap untuk memenangkan paslon tertentu dan keterlibatan aparat dalam memenangkan paslon tertentu. Bahkan Hakim Saldi Isra menilai adanya pengerahan kepala desa untuk memenangkan paslon tertentu.

“Dengan adanya dissenting opinion menunjukkan putusan MK tersebut tidak bulat. Hal ini menarik untuk dikaji secara akademik,” kata Prof Ni’matul Huda.

Moderator Jamaludin menyebutkan bahwa Putusan MK masih menyisakan banyak problem yang perlu dikaji secara akademik. Misalnya, MK menyatakan penggunaan bansos tidak terbukti ada penyalahgunaan kekuasaan Presiden, namun KPK dan Ketua Bawaslu sendiri meminta penyaluran bansos tidak dilakukan menjelang Pemilu termasuk Pilkada.

Permintaan KPK dan Bawaslu ini secara tersirat bermakna bahwa pembagian bansos secara etis tidak layak dan tidak tepat dilakukan oleh Presiden karena mengarah pada dukungan untuk paslon tertentu. Artinya meski tidak menyalahi aturan tapi secara etis tidak layak itu dilakukan. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *