Oleh: Dr KRMT Roy Suryo
beritabernas.com – Hari-hariini desakan untuk melakukan Audit Forensik IT KPU bagi Sirekap (Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu) 202) sudah mewarnai hampir semua pemberitaan, terutama setelah ditengarai munculnya berbagai fenomena aneh (dan tidak masuk akal) dari hasil pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) yang-seharusnya-canggih dan mempermudah perhitungan hasil Pemilu tersebut, bukan malah sebaliknya menjadikan perhitungan suara rungkat, lambat dan samasekali tidak akurat.
Sampai-sampai dalam tulisan sebelumnya saya dengan tegas mengatakan bahwa Sirekap ini memang memiliki banyak “kelebihan”, mulai dari lebih lambat, lebih subyektif, lebih tidak akurat, lebih ngaco dan bahkan lebih mahal dibandingkan penggunaan sistem perhitungan manual berjenjang. Itu juga yang sebenarnya diakui oleh KPU (sehingga sebenarnya tambah 1 kelebihan lagi: lebih percuma, karena sama saja ilegal hasilnya tidak diakui resmi sebagai sebuah perhitungan sesuai UU).
Oleh karena itu selain Audit Forensik IT, kemarin juga ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Sirekap juga dilakukan audit investigatif menyangkut penggunaan uang rakyat yang dihabiskan (percuma, bila memang bukan alat hitung utama) ini, apalagi dana yang digunakan telah menghabiskan lebih dari Rp 3,5 miliar. Sungguh sangat ironis, uang rakyat yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan tepat malah dihambur-hamaburan penggunaannya. Selain tidak tepat fungsi juga malah membuat kehebohan karena kekarut marutan sistem yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan anak bangsa ini.
BACA JGA:
- Terwelu, Sirekap KPU Masih Trial and Error?
- Sirekap KPU Memang Memiliki Banyak “Kelebihan”
- Analisa Kejanggalan Hasil SIREKAP Pemilu 2024
Bagaimana tidak? Seharusnya aplikasi berbasis OCR (Optical Character Recognizer) dan OMR (Optical Mark Reader) yg sekali lagi saya sebut sudah bukan lagi teknologi canggih karena sudah lazim dipakai untuk seleksi mahasiswa baru di berbagai kampus bahkan embrio teknologinya sudah ada lebih dari seabad lalu (tepatnya 1914) tersebut, malah dituduh bisa digunakan sebagai alat “penambah angka otomatis” Paslon tertentu di kolomnya ketika memindai Form C-Hasil.
Menjadi wajar kemudian nama sebuah kampus ternama di Bandung menjadi ikut terlibat dan diseret-serte dalam kasus ini, karena memang de jure antara KPU & kampus tersebut telah menandatangani MoU Nomor 16/PR.07/01/2021 sekaligus Nomor 034/IT1.A/KS.00/2021 yan telah diteken oleh IS (Komisioner KPU saat itu) dengan RW (Rektor Kampus tersebut) pada 1 Oktober 2021 yang menjelaskan adanya kerjasama teknis penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pemilihan yang dilaksanakan oleh KPU.
Bila kemudian de facto terjadi “kesalahan sistem” dan anomali Automatic-Algorithm berupa “penambahan otomatis” angka-angka yang dipindai Sirekap ini sebenarnya memang bukan langsung bisa disebut ini kesalahan dari Kampus ternama tersebut. Karena saya pun berkeyakinan bahwa tidak akan mungkin (sebagaimana banyak tuduhan di berbagai platform social media selama ini) nama besar Ganesha rela dikorbankan untuk ikut terlibat dalam “konspirasi kecurangan” Pemilu 2024, bahkan sampai-sampai screenshoot diskusi di WAG internal kampus tersebut beredar kemana-mana.
Oleh karena itu, karena didasari ketidakrelaan kalau kampus atau akademisi dituduh terlibat dalam permainan kotor ini, maka saya mendesak agar rekan-rekan di Bandung tersebut berani speak up menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai citra akademisi menjadi ikut-ikut disalahkan sebagaimana ada nama GAPS (sekarang menjabat sebagai salah satu Warek disana) yang sudah ditulis secara terang benderang dalam laporan utama media ternama. Sebagai pakar di bidangnya, sangat disayangkan bahwa GAPS justru tidak memasukkan feature AI dalam Sirekap dan proyek tersebut tidak banyak diketahui civitas akademika lainnya.
Sekali lagi saya justru ingin membela nama baik akademisi dan institusi. Jadi kalau memang ada kemungkinan loop hole atau back door yang bisa terjadi (atau malah “diminta oknum tertentu”) dalam Sirekap tersebut segera dikoreksi dan diperbaiki agar tidak semakin membuat gaduh alias rungkat dalam bahasa sekarang. Back door inilah yang secara teknis menjadi kemungkinan “penyisipan” program Auto Algorithm tersebut yang akhirnya menguntungkan salah satu paslon tertentu.
Selanjutnya adalah temuan teknis bahwa faktanya Sirekap telah didaftarkan registernya di Alibaba.com Singapore e-commerce Private Ltd dan cloudnya menggunakan milik Aliyun Computing Co.Ltd dengan IP Adress 170.33.13.55 yang jelas-jelas bukan IP milik Indonesia. Ini sekaligus sudah membuat statemen Komisioner KPU BEI dalam preskon beberapa hari lalu sekaligus Ketua KPU HA dalam wawancara khusus ILC bersama Jurnalis Senior Karni Ilyas menjadi statemen yang pantas dipertanyakan. Karena keduanya “meyakini” bahwa data-data KPU sepenuhnya berada di Indonesia. Sekali lagi, mungkin secata fisik data-data tersebut ada di Indonesia tetapi secara Logic Data yang ada di cloud perusahaan di Singapore jelas-jelas tidak mungkin ada di dalam negeri.
Saya pun sudah menyatakan bahwa peletakan (baca: pembocoran dengan sengaja, karena menggunakan Cloud Asing) tersebut adalah pelanggaran terhadap UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) Nomor 27/2002 meski baru resmi berlaku Oktober mendatang (namun logikanya sudah tahu akan melanggar UU, kenapa dilakukan?) juga pelanggaran UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik)Nomor 14/2008 jika Sirekap keukeuh tidak mau dilakukan audit, baik Audit Forensik IT maupun Audit Investigatif keuangan sebagaimana mayoritas tuntutan masyarakat akhir-akhir ini.
Bahkan dalam acara konpres “100 Tokoh” yang dinisiasi oleh Jusuf Kalla dan Din Syamsuddin, Rabu 21 Pebruari 2024, Mantan Wakapolri Komjen Ugroseno jelas-jelas juga sudah menyarankan bahwa seharusnya aparat bisa bertindak cepat untuk melalukan “Police Line” terhadap Server Sirekap yang ada di KPU. Karena sudah dikeluhkan masyarakat dan patut diduga telah terjadi tindak pidana dalam sistem tersebut, malahan ia juga mengatakan bahwa hal ini bukan delik aduan sehingga sebenarnya bisa langsung dilakukan untuk mengamankan sistem agar tidak ada upaya penghilangan barang bukti.
Kesimpulannya, Audit Forensik IT Sirekap dan Audit Investigatif KPU ini sudah merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh auditor yang independen, bukan sepihak sebagaimana yang disebut-sebut oleh KPU selama ini.
Apakah selama Audit Sirekap harus dihentikan atau tidak, itu hanya masalah teknis, namun kepentingan audit ini yang sudah sangat mendesak dan tidak mungkin ditunda-tunda lagi. Sangat disayangkan dan tidak ternilai bahwa Pemilu 2024 ini harus menjadi korban dari kejahatan oknum-oknum yang memanfaatkan teknologi. Bahwa hasil audit keduanya bisa menjadi bukti TSM (Terstruktur, Sistematis Masif) sekaligus bahan untuk hak angket secara politik, itu memang merupakan keniscayaan yang sinergis dan tidak mungkin dihindari. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen)
There is no ads to display, Please add some