Kanwil Kemenag DIY Tetapkan 5 Hari Belajar di Madrasah, Gus Hilmy: Itu Kebijakan yang Tidak Membumi

beritabernas.com –Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY Dr H Hilmy Muhammad MA mengaku kecewa dengan kebijakan Kanwil Kemenag DIY tentang 5 hari belajar bagi Madrasah. Kebijakan itu dinilai tidak membumi karena tidak mendengarkan dan mempertimbangkan usulan maupun rekomendasi berbagai pihak yang dapat menjadi pedoman masyarakat.

“Kami harapkan Kanwil Kemenag DIY membuat kebijakan yang lebih membumi. Keputusan tersebut terkesan terburu-buru karena kita mendengar ada beberapa rekomendasi yang tidak diperhatikan. Ini yang membuat kami merasa janggal, karena kebijakan pemerintah nggak bisa hanya dipikir dan dikhususkan untuk instansi pemerintah. Nanti yang swasta sama pondok pesantren terserah. Nggak bisa itu. Nanti gurunya pasti iri dengan guru ASN, siswa juga begitu. Jadi standarnya jangan dibuat parsial, tapi harus menyadari bahwa kebijakan pemerintah bisa merambah ke semua komponen. Itu yang akan jadi pedoman masyarakat. Apalagi dampaknya akan sangat besar, terutama bagi madrasah diniyah,” ujar Dr H Hilmy Muhammad MA yang akrab disapa Gus Hilmy dalam pernyataan tertulis pada Jumat 28 Juli 2023.

Hal itu disampaikan Gus Hilmy menanggapi keputusa Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) DIY yang menetapkan 5 hari belajar di madrasah mulai bulan Juli 2023 dengan implementasi mulai 1 Agustus 2023. Keputusan ini disampaikan dalam forum sosialisasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan pada Rabu 26 Juli 2023.

Keputusan tersebut mengundang kekecewaan dari beberapa pihak, termasuk nggota DPD RI dari DIY Dr H Hilmy Muhammad MA. Menurut Gus Hilmy, keputusan tersebut membuat madrasah diniyah akan tergusur karena penyelenggaraan pendidikan mengambil waktu siang atau sore hari. Sementara kebijakan 5 hari kerja akan mengambil waktu tersebut yag justru akan merugikan murid.

“Ini kan artinya membuat pelajaran agama atau pendidikan moral jadi pelajaran nomor dua, bukan utama. Itu masalahnya. Jadi jangan berharap dengan sekolah 5 hari, anak tambah pintar agama atau mengerti pelajaran moral, tapi malah bisa jadi tidak tahu sama sekali. Sebab tidak ada lagi peluang bagi anak untuk sekolah di madrasah diniyah,” kata Senator dari DIY tersebut.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY Dr H Hilmy Muhammad MA. Foto: Dok pribadi

Selai itu, menurut Gus Hilmy, kurangnya pendidikan agama akan menyebabkan dekadensi moral. Di Yogyakarta sendiri, banyak ditemukan masalah yang melibatkan remaja atau pelajar. Sejauh ini, pemerintah belum memiliki rumusan yang jelas untuk menyelesaikan persoalan ini. Untuk itu, menurut Gus Hilmy, madrasah diniyah menjadi salah satu solusinya.

“Di antara masalah utama kita hari ini adalah dekadensi moral. Salah satu upaya minimal penanganannya adalah menambah jam pelajaran agama atau pendidikan moral. Lha ini sudah ada yang mau membantu pemerintah dengan menambah, ikut ngurusi, lha kok malah dihantam dan dikurangi. Akibatnya, pasti jam pelajaran agama atau pendidikan moral berkurag. Apa pemerintah mau tutup mata dengan kasus kenakalan remaja di Jogja ini? Apa sudah ada rumusan penyelesaiannya? Ada klitih, pergaulan bebas, masalah asusila, vandalisme dan sebagainya. Ini kan tanggung jawab bersama dan madrasah diniyah tetap bertahan di antaranya karena itu,” papar anggota MPR RI tersebut. 

Oleh sebab itu, Gus Hilmy menyarankan adanya peningkatan kualitas dan standar kompetensi pendidikan agama atau moral karena hal itu menjadi konsekuensi atas kebijakan tersebut.

“Kalau kebijakan 5 hari itu disertai dengan kebijakan yang jelas soal penambahan kualitas pendidikan agama dan moral anak, maka itu barangkali akan menarik. Tapi kalau tidak, atau sekadar dikurangi harinya, tanpa ada penambahan jam dan standar kompetensi anak dalam pendidikan agama, maka itu akan semakin menjadikan pendidikan sia-sia. Benar, kita akan menjadikan anak-anak itu pintar, tapi kita tidak menjamin mereka berakhlak, bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan sebagainya,” kata salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut.

Gus Hilmy mencermati dasar dari keputusan tersebut, yakni Peraturan Presiden No. 21/2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Menteri Agama Nomor 1367/2022 tentang Pedoman Kehadiran Guru, ruang lingkup kedua adalah bagi ASN.

“Kalau dilihat dari dasar pengambilan keputusan tersebut, ruang lingkupnya kan jelas, itu bagi ASN. Artinya, yang bukan ASN tidak masuk dalam pengaturan tersebut. Itu pun tidak mengatur tentang siswa. Jadi harus membedakan, jangan dicampur aduk begitu. Juga harus dibedakan antara sekolah dengan madrasah, kurikulumnya jelas berbeda,” kata pria yang juga anggota MUI Pusat tersebut. (Ari Rheno Prakosa)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *