Kemunduran Demokrasi di Indonesia

Oleh: Cristian Chandra Landomari

beritabernas.com – Setiap orang atau institusi menginginkan sebuah perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat bahkan kita tak menyadari dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Perubahan itu terjadi pada banyak aspek kehidupan manusia, baik di bidang ekonomi, sosial, politik,
lingkungan, budaya dan sebagainya. Perubahan-perubahan itu berdampak pada salah satunya adalah
adanya kemunduran pada demokrasi.

Kata demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu demos (rakyat) dan kratos (kekuatan), yang secara harafiah apabila digabungkan memiliki arti atau makna kekuatan rakyat. Jika kita melihat dalam KBBI demokrasi berarti bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya yang terpilih.

Jadi demokrasi memberikan pemahaman bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Dari itu rakyat akan melahirkan aturan yang menguntungkan dan melindungi hak-haknya. Asas kedaulatan rakyat yang dikenal sebagai asas demokrasi.

Tercantum pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar”. Dengan demikian, UUD 1945 secara tegas mendasar pada pemerintahan demokrasi karena berasaskan kedaulatan rakyat Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi pancasila dan sistem pemerintahan presidensial dengan pedoman atau ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasarnya.

BACA JUGA:

Sehingga masa kekuasaan suatu pemerintahan telah diatur dan dibatasi dalam UUD dengan jangka waktu 5 tahun atau satu periode masa jabatan.

Berbicara mengenai demokrasi yang tidak lain merupakan bagian dari politik ataupun sebaliknya. Maka melihat kondisi politik di Indonesia saat ini, khususnya pra dan pasca pelaksanaan pemilu pada 14 Februari 2024, dimana masyarakat mulai terlihat dengan adanya perbedaan pandangan dan pendapat serta adanya penyimpangan-penyimpangan sosial dalam melihat situasi yang terjadi.

Namun penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi tanpa adanya kebijakan yang bisa membuat
arah dan tujuan demokrasi itu kembali pada tujuan atau fungsinya dimana awal mulanya dibentuk.
Demokrasi yang awal mula dibentuk dengan perjuangan yang panjang dan pertumpahan darah
rakyat, khususnya para aktivis dan masyarakat tahun 1998 yang melawan rezim pemerintahan
Orde Baru.

Berbicara mengenai kejadian atau proses terbentuknya negara demokrasi yang penuh perjuangan melawan rezim yang otoriter hingga bisa diturunkan pada 21 Mei 1998 itu saya kira kita sebagai masyarakat Indonesia sudah paham atau mengetahui kejadian tersebut.

Maka melihat kembali perjuangan rakyat dan aktivis tahun 1998 dengan apa yang terjadi hari ini dalam demokrasi kita di Indonesia bisa dikatakan bahwa demokrasi kita telah cacat secara fungsi dan lunturnya nilai-nilai demokrasi, bahkan bisa jadi sistem demokrasi ini akan kembali pada rezim Orde Baru dimana kepemimpinan yang tidak bisa terlepas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta kepemimpinan yang otoriter dan selalu mempertahankan status quo.

Arah Demokrasi yang Berubah

Melihat kondisi dan kenyataan yang terjadi hari ini, demokrasi yang di mana awalnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat telah berubah menjadi dari pemerintah, oleh pemerintah dan untuk rakyat. Kebijakan dan keputusan hari ini merupakan keputusan atas dasar kehendak semata/sepihak para elit politik. Hal ini amat menjauhkan kita dari cita-cita demokrasi yang diimpikan pendiri bangsa sejak awal. Demokrasi semestinya memungkinkan semua orang mendapatkan hak, pengakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum maupun oleh kebijakan yang dijalankan pemerinta.

Namun, masalah etik mengenai Keputusan MK, pelanggaran kode etik berat oleh Ketua KPU dan proses penyelenggaraan pemilu yang sungguh penuh intrik kecurangan telah membawa kita pada kemunduran demokrasi yang dimaksud. Proses politik tidak sungguh-sungguh berlangsung dengan ketaatan sebagai syarat berdemokrasi.

Politik yang merupakan tugas luhur mengupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan/kebaikan bersama (Bonum Commune). Namun apa yang terjadi di Indonesia sekarang, politik itu dijadikan sebuah sarana untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan (status quo) para pemangku kekuasaan atau politik diartikan sebagai ajang pertarungan kekuasaan dan kekuatan para kaum elite di negeri ini.

Kepentingan ekonomi dan keuntungan finansial (uang) bagi individu atau kelompok menjadi tujuan utama politik sekarang. Demokrasi saat ini memang mengalami perubahan atau kemunduran, karena masyarakat saat ini banyak yang kurang sadar bahkan mengabaikan pentingnya mengambil bagian atau berperan aktif dalam proses demokrasi.

Demokrasi Kehilangan Kontrol Masyarakat

Pada bagian lain yang nampaknya amat memprihatinkan dari keterlibatan masyarakat kita adalah
masyarakat menganggap demokrasi hanyalah sebuah ajang kompetisi para calon pemimpin atau
dewan perwakilan yang diusung oleh berbagai partai politik dan masyarakat menganggap itu
terjadi hanya lima tahun sekali atau “ritual lima tahunan” tanpa memikirkan dampak yang terjadi
selama lima tahun kedepan.

Demokrasi saat ini khususnya masyarakat indonesia menganggap bahwa setelah terjadinya pesta
demokrasi, maka rakyat melepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya harapan mereka kepada
dewan perwakilannya tanpa mengawasi segala keputusan yang diambil oleh para wakilnya. Jika
ini terus terjadi, demokrasi akan terus mundur dan tak menemukan titik pencapaiannya.

Kontrol dan pengawasan masyarakat pada kerja penguasa kian pudar dengan diperparahnya kerja
Dewan Perwakilan Rakyat yang kehilangan daya kritis dan komitmen menjalankan tugas pengawasan dan fungsi DPR yang telah amat jelas ditentukan dalam Undang-Undang.

Kemunduran demokrasi kita juga diperparah dengan minimnya pengetahuan tentang politik dalam berdemokrasi baik dari pemerintah maupun masyarakat. Begitu banyak permasalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam proses demokrasi di Indonesia, khususnya dalam pesta demokrasi tahun 2024 ini. Begitu banyak penyimpangan yang terjadi, baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh masyarakat.

Namun, gerakan intelektual aktivis, akademisi dan tokoh-tokoh bangsa sama sekali tidak memantik riak masyarakat sipil untuk bersuara. Segala cara digunakan mulai dari aturan hukum di rubah dan dipermainkan, suara rakyat diabaikan dan kepentingan rakyat disepelehkan demi terwujudnya keinginan dan kepentingan sekelompok orang yang ingin mempertahankan statusnya. Ini merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi rakyat Indonesia saat ini, karena rakyat secara tidak langsung telah dilemahkan atau dibodohi dengan segala kebijakan dan keputusan yang lebih menguntungkan sebagian
kelompok atau golongan (kaum penguasa) atau yang Karl Marx sebut sebagai kaum borjuis.

Maka dari itu, saya ingin mengajak kita semua melalui tulisan ini untuk kembali melihat dan merefleksikan apa yang sedang terjadi pada demokrasi kita saat ini, demokrasi yang dilahirkan dengan perjuangan yang keras hinggah nyawa menjadi taruhannya. Oleh karena itu, jangan biarkan demokrasi itu hancur karena kepentingan kekuasaan semata melainkan mari kita wujudkan demokrasi yang luber dan jurdil demi bangsa dan tanah air kita tercinta. (Cristian Landomari, Anggota Biasa PMKRI Yogyakarta)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *