Ketua KPU Dipecat, Rezim Jokowi Mulai Menuai Badai

Oleh: Saiful Huda Ems

beritabernas.com – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari baru saja dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena kasus asusila. Nama Hasyim Asy’ari bikin malu kyai yang pendiri NU karena namanya sama. Yang satu ulama besar, pengetahuan agamanya luas, sangat tawadhu (rendah hati) dan kewibawaannya luar biasa sehingga sekali mengeluarkan fatwa jihad, Nusantara berguncang.

Sementara yang satunya lagi, Ketua KPU Hasyim Asy’ari, malah jadi pelaku cabul yang bolak-balik ketahuan dan akhirnya dipecat dengan tidak hormat dari Ketua KPU. 

Apa hubungan tugas dan fungsi KPU dengan celana dalam perempuan? Apa hubungan Ketua KPU dengan tidur di ranjang bergoyang dengan perempuan yang bukan mahramnya? Pantas saja orang cabul begini menghasilkan Pemilu yang amburadul, penuh kecurangan hingga mempermalukan Indonesia di dunia internasional. Ditambah lagi ia dipercaya menjadi agen penguasa nepotis bin serakah, yang bertugas mengamankan berbagai keputusan yang penuh kejahatan konstitusional di lembaganya (KPU). 

Rezim Jokowi nampaknya mulai menuai badai demi badai, setelah Jokowi mengobrak-abrik tatanan hukum bernegara dan yang memboyong anak-anak, menantu dan saudara-saudaranya. Para investor dari luar negeri mulai banyak yang kabur, utang luar negeri Indonesia tambah babak belur. Tak percaya?

Coba baca berita di finance.detik.com 2 Raksasa Eropa Cabut Proyek Nikel RI 42 triliun. Di sana diberitakan perusahaan kimia terkemuka dari Jerman, BASF, membatalkan rencana investasi pemurnian nikel-kobalt pada proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Selain itu, perusahaan tambang asal Prancis, Eramet juga mundur dari proyek tersebut.

BACA JUGA:

Yang masih belum mundur-mundur itu ya Menkominfo Budi Arie Setiadi yang dibodoh-bodohkan jutaan orang, karena Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terkena serangan siber dalam bentuk ransomware sejak 17 Juni 2024, namun Pak Menteri malah berkata alhamdulillah.

Padahal akibat serangan siber itu setidaknya ada 282 instansi pemerintah pengguna PDNS terdampak, yang menimbulkan efek domino lumpuhnya pelayanan publik dan rentannya data warga yang dipercayakan ke institusi. Ingat loh, kebocoran data pribadi di Indonesia ini menurut temuan Lembaga Surfshak sudah ada lebih dari 143 juta akun dan itu baru sepanjang tahun 2023, apalagi jika ditambah dengan tahun 2024 ini.

Perjudian online juga semakin banyak dan menjadi-jadi, katanya sudah banyak yang ditutup tapi omzetnya malah semakin menggila dan korbannya jutaan orang, mulai dari tukang ojek sampai ke para pejabat negara. Tidak hanya sampai di situ, aparat penegak hukum juga tak henti-hentinya dicemooh rakyat, karena banyak penanganan kasus hukum yang tidak wajar, melanggar prosedur dan “meludahi” konstitusi.

Polisi dalam menangani kasus pembunuhan Vina oleh genk motor di Cirebon, Jawa Barat, misalnya, banyak ditertawakan orang, karena menurut keyakinan banyak orang, termasuk menurut banyak pakar hukum seolah tidak transparan penuh akal-akalan. Pun demikian dengan kasus “teror” pada pejabat Kejaksaan Agung oleh puluhan oknum Polisi, juga mengundang keheranan banyak orang.

Lalu penegakan hukum oleh KPK yang terkesan tebang pilih, menjadikan penegakan hukum sebagai senjata politik untuk meredam kritik-kritik tajam yang selama ini menghujam ke penguasa. Kasus pemanggilan dan pemeriksaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan stafnya yang sangat mempermalukan wibawa institusi KPK, dapat dijadikan contoh salah satunya, bahwa betapa rezim Jokowi lebih suka membesar-besarkan masalah kecil dan mengecilkan bahkan menutupi masalah-masalah besar seperti kasus-kasus besar yang melibatkan menteri-menteri pendukungnya.

Padahal KPK itu didirikan oleh semangat luhur untuk memberantas korupsi, dan sebagai trigger mechanism atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang sudah ada seperti Polri dan Kejaksaan Agung bisa menjadi lebih efektif dan efisien. 

Kalau KPK kemudian ditekuk-tekuk untuk kemudian diarahkan menangkapi orang-orang yang kritis pada pemerintah dengan tuduhan yang diada-adakan, ya tunggu saja setelah Jokowi lengser akan merasakan perihnya hidup di balik jeruji penjara.

Kan penyair sufi Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Hidup bagai di lembah pegunungan, semua suara akan kembali pada dirinya sendiri”. Ini artinya, siapa yang suka menebar burung emprit, ia harus siap-siap dihujani kotorannya. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer and Journalist)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *