Kevikepan Yogyakarta Timur dan Barat Mengajak Umat Katolik Peduli Darurat Sampah

beritabernas.com – Kevikepan Yogyakarta Barat dan Yogyakarta Timur, Keuskupan Agung Semarang (KAS) mengajak umat Katolik agar peduli sampah dengan memilih, memilah dan mengolah sampah. Hal ini penting dilakukan karena DIY dalam kondisi darurat sampah setelah pelayanan TPA Regional Piyungan ditutup sejak 23 Juli 2023.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan Yogyakarta Barat Rm Adolfus Suratmo Pr dan Kevikepan Yogyakarta Timur Agus Sumaryoto, tertanggal 26 Juli 2023, kedua Kevikepan itu meminta umat Katolik agar peduli dengan darurat sampah dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Selain itu, meminimalkan penggunaan produk-produk yang menyisakan sampah, menggunakan sebanyak mungkin barang yang dapat terurai secara organik dalam waktu singkat, membangun budaya minim sampah dan berusaha memperpanjang usia pemakaian barang.

Menurut Kevikepan Yogyakarta Barat dan Timur, upaya ini dapat dilakukan dengan menolak menggunakan produk yang menghasilkan sampah (refuse), mengurangi produk yang menghasilkan sampah semaksimal mungkin (reduce), menggunakan kembali barang yang telah digunakan (reuse), memperbaiki barang yang rusak (repaire), mempergunakan kembali suatu barang untuk tujuan lain
(repurpose) dan mendaurulang produk tertentu agar dapat digunakan kembali (recycle). Selain itu, menggunakan produk yang tidak sekali pakai, terutama kantong plastik.

Tumpukan sampah di Jalan Cantel Baru Miliran, Kota Yogyakarta. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

“Keluarga-keluarga Katolik, khususnya bagi anak-anak, siswa, mahasiswa dan pekerja untuk membiasakan diri membawa bekal dan tempat air (tumbler) dari rumah masing-masing agar dapat meminimalkan sampah makanan dan pembungkus makanan,” demikian antara lain ajakan Kevikepa Yogyakarta Timur dan Barat.

Pilah sampah

Dalam surat edaran itu, Kevikepan Yogyakarta Timur dan Barat juga meminta umat Katolik untuk memilah sampah agar memudahkan penanganan sampah selanjutnya. Selain itu, setiap rumah tangga perlu mengembangkan sistem penanganan sampah domestik di rumah masing-masing, baik untuk sampah organik (lodong sisa dapur, keranjang takakura, bak/kantong pengomposan, biopori, lubang/jugangan sampah organik) maupun anorganik (pemilahan dan penjualan sampah untuk didaur ulang, ecobrick untuk meminimalkan ruang penyimpanan plastik sisa dan lain-lain).

Umat Katolik juga diminta terlibat aktif dalam upaya pemantauan lingkungan sekitar agar bebas sampah dengan berkoordinasi dengan pengurus warga setempat. Selain itu, terlibat aktif dalam upaya penanganan sampah lokal yang dilakukan di kampung/ komunitas masing-masing (bank sampah, pengolahan sampah berbasis komunitas dan lain-lain).

Kemudian, turut mendorong agar kampung, kantor/tempat kerja, sekolah dan komunitas mereka menggunakan alat-alat yang tidak sekali pakai dalam kegiatan mereka, terutama air kemasan dan pembungkus snack dan makanan lainnya.

BACA JUGA:

“Umat yang memiliki usaha mandiri diharapkan mengusahakan pengurangan sampah dalam usaha mereka serta mengupayakan penggunaan bahan, pemrosesan dan penanganan sisa proses produksi yang lebih organik dan ramah lingkungan,” demikian ajakan Kevikepan.

Kegiatan minim sampah

Kevikepan Yogyakarta juga meminta umat lingkungan, wilayah dan stasi untuk sedapat mungkin meminimalkan sampah yang dihasilkan dalam pertemuan dan berbagai kegiatan umat dengan beberapa cara, yakni tidak lagi menggunakan air dalam kemasan dan pembungkus makanan yang sekali pakai. Untuk, itu gunakan kembali gelas dan piring untuk konsumsi kegiatan.

Selain itu, meminimalkan penggunaan bahan sekali pakai dalam berbagai kegiatan umat, misalnya meniadakan penggunaan backdrop dan spanduk sekali pakai dalam kegiatan). Kemudian, setiap kegiatan umat juga harus menyertakan perencananaan penanganan sampah dari kegiatan tersebut agar semakin ramah lingkungan.

Umat wilayah dan stasi juga diharapkan agar mengupayakan tata kelola rumah tangga dan lingkungan fisik Gereja wilayah/stasi masing-masing yang lebih ramah lingkungan dan minim sampah dengan melakukan audit sampah di rumah tangga dan lingkungan fisik Gereja, penggunaan tanaman hias sebagai pengganti bunga altar, penempatan tempat pengisian ulang air minum di lingkungan Gereja, pengembangan teladan pemilahan sampah mulai dari lingkungan fisik Gereja dengan penyediaan tempat sampah yang terpisah- pisah disertai kepastian penanganan lanjutnya dan berbagai upaya ramah lingkungan yang lain, misalnya lingkungan fisik yang rindang, hemat energi dan lain-lain. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *