beritabernas.com – Astrid Dita, Head of Technology and Digital Transformation, Tony Blair Institute for
Global Change, mengatakan, pemanfaatan teknologi yang tepat akan membantu meningkatkan kondisi sosio-ekonomi negara-negara AIS dalam menghadapi tantangan yang ada.
Teknologi yang digunakan itu disesuaikan dengan kondisi geografis maupun ekonomi negara-negara tersebut. Hal ini penting diperhatikan mengingat atensi global selama ini tidak begitu besar diberikan pada isu-isu sektoral di negara-negara pulau dan kepulauan.
Hal itu disampaikan Astrid Dita pada sesi diskusi pleno kedua tentang Technology in Blue dalam konferensi yang diadakan oleh Sekretariat Archipelagic and Island State Forum (AIS), UNDP Indonesia dan
Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi di Glasgow Skotlandia, Britania Raya, bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Greater Glasgow. Konferensi dengan tema Ignite The Blue berlangsung dua hari, 6-7 November 2023.
Dalam diskusi itu, Astrid Dita memaparkan solusi-solusi inovatif terkait upaya mengatasi tantangan khas
yang dihadapi oleh negara pulau dan kepulauan melalui implementasi teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi geografis maupun ekonomi dari negara-negara tersebut.
Menurut Astrid Dita, hal ini menjadi penting sebab pemanfaatan teknologi yang tepat akan membantu meningkatkan kondisi sosio-ekonomi negara-negara AIS dalam menghadapi tantangan yang ada. Dita juga mengangkat isu penting terkait atensi global yang selama ini tidak begitu besar diberikan pada isu –
isu sektoral di negara-negara pulau dan kepulauan.
Bima Murti, Anggota PPI yang sedang mengikuti pendidikan Pogram Doktor di Glasgow dalam rilis yang dikirim kepada beritabernas.com, Jumat 10 November 2023 waktu setempat, mengatakan, dalam konferensi ini menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi di wilayah Skotlandia dan Inggris. Para pembicara terkemuka dari berbagai kalangan telah memberikan contoh kebijakan dan praktik yang sukses, yang didasarkan pada penelitian dan bukti yang dapat diandalkan.
Riny Modaso, Direktur Sekretariat AIS Forum, saat membuka acara tersebut, mengatakan, program-program AIS memberikan solusi baru di bidang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ekonomi biru, sampah laut dan tata kelola maritim yang baik. Setelah acara dibuka dilanjutkan dengan pidato oleh
pembicara utama Dr Alessandro Rosiello, Profesor Inovasi dan Kewirausahaan di University of Edinburgh yang berbicara tentang relevansi inovasi dan kewirausahaan dalam mencapai keberlanjutan.
BACA JUGA:
- Indonesia Tampil di Asian Eats 2023 dengan Beragam Masakan, Seni dan Budaya
- Dubes RI untuk Filipina: Pemilu jadi Pilar Utama bagi Sebuah Negara yang Demokratis
Menurut Bima, dalam konferensi ini ada 6 sesi pleno diskusi dengan berbagai tema dan fokus terkait
keberlanjutan dan kelestarian laut. Dalam acara yang dipandu oleh Jati Savitri (Mahasiswi PhD dari Glasgow Caledonian University), sesi pleno pertama dengan tema Archipelagic Imaginaries and Earth Future mendatangkan Dr Adam Bobette dari University of Glasgow dan dimoderatori oleh Anggita Leviastuti (Mahasiswi PhD di University of Glasgow).
Pada kesempatan itu, Dr Bobbette menekankan pembelajaran khusus dan bukti dari keterkaitan aktivitas gunung berapi dengan laut di Jawa, Indonesia serta pentingnya kearifan dan pengetahuan lokal.
Sementara Viljami Yli-Hemminki, Senior Manajer Kebijakan di Kantor Gas dan Pasar Energi, Britania Raya, sebagai pembicara pada sesi pleno diskusi ketiga memaparkan potensi dan pentingnya koordinasi terkait pemanfaatan laut sebagai sumber energi baik energi dari gelombang laut maupun dari turbin angin lepas pantai di wilayah Skotlandia.
Dalam konferensi hari kedua yang dibuka oleh Hussein Zameel dari Universitas Lincoln memaparkan tata kelola laut dan negosiasi hukum internasional mengenai alokasi sumber daya tuna. Sementara sesi berikutnya menghadirkan Prof.Stuart Jeffrey (Profesor Warisan Digital di Sekolah Inovasi dan Teknologi, Glasgow School of Art, Rekan Penyidik dari One Ocean Hub), Dr Elem Miranda (Adam Smith Business School, University of Glasgow), Sih-Ying Hsiesh (Kurator di Taichung Museum of Fine Arts) dan Dr Lisa McDonald (Peneliti, University of Lincoln).
Dalam acara yang dimoderatori oleh Nia Kurniati Bachtiar, Mahasiswi PhD di University of Glasgow, para praktisi dan akademisi bidang kelautan dan lingkungan ini menyampaikan berbagai pendekatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya keberlanjutan, termasuk melalui karya seni dan
keterlibatan langsung ke masyarakatan.
Sesi pleno diskusi terakhir dipimpin oleh Dr Daniela Diz (Profesor Madya dari Institut Riset Global di Heriot-Watt University) yang membahas keterhubungan berbagaikerangka hukum internasional seperti Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework, Biodiversity Beyond National Jurisdiction dan UN Convention on Law of the Sea.
Ia menyampaikan bahwa ketiga kerangka yang berkontribusi pada kelesatrian laut ini sesungguhnya saling melengkapi, meski jarang dikaitkan secara eksplisit.
Arif Hidayat, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia dalam sesi penutup menyampaikan harapan agar seluruh diskusi yang telah dilakukan dapat menciptakan peluang untuk kemitraan di berbagai sektor inovasi biru dan mendorong kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait untuk mengembangkan inovasi dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan. (lip)
There is no ads to display, Please add some